"berhenti dan stop, aku ingin keluar," ucap perry di dalam mobil bersama gilson.
"Aku tidak akan membiarkan mu keluar perry, dan 1 hal yang harus kau tahu, aku tidak akan menyakitimu, kau harus percaya itu." Kata gilson sambil menyetir.
Perry menangis ketakutan di dalam mobil itu, perry tak bisa menyembunyikan rasa takut itu, entahlah, perry menjadi sangat penakut jika seorang pria mulai mendekatinya.
"Hentikan... Kumohon," pinta perry pelan dengan tangisannya.
Gilson menghentikan mobilnya dan menatap gadis di sebelahnya, "apa yang kau takutkan perry, apa kau melihat dalam diriku ini akan membunuhmu? Aku tidak akan berbuat seperti itu perry," kata gilson sembari mengangkat dagu perry.
"Aku ingin berbicara padamu perry, aku hanya mencari tempat yang tepat untuk kita berdua," ucap gilson menghela napas panjang.
"Berjanjilah kau tidak akan menyakiti ku," balas P
Sam berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai atas, ia tak memperdulikan Charles yang hadir bertamu saat itu. Pikirannya kacau, ia tak ingin berargumen saat ini, yang Sam inginkan adalah bagaimana Perry secepatnya ditemukan."Sam, ibu melihat kesedihan di raut wajahmu akhir-akhir ini Sam." Tiba-tiba suara Livy, ibu Sam yang mulai mendekati Sam dari belakang."Jika ibu berbicara padaku agar aku bisa bersama Paula, lebih baik ibu pergi saja, aku tidak suka dengan wanita itu ibu, aku sudah menemukan wanita lain," ucap Sam seraya memijat lehernya."Wanita lain? Kuharap kau bisa membawa secepatnya untuk bertemu dengan ibu Sam, ibu ingin melihat bagaimana wanita yang kau dambakan itu," kata Livy tersenyum."Aku sedang melakukan itu ibu, tapi aku belum menemukan cara untuk itu ibu," balas Sam kini mulai menoleh menatap wajah Livy."Sam, sentuhlah wanita tepat pada hatinya Sam, jika kau berha
Santa Monica, Los AngelsSebuah rumah kecil yang dipenuhi dengan bunga warna-warni tepat di depan pagar ber cat biru, dindingnya berwarna putih sedangkan atap nya bernuansa biru laut. Perry menatap rumahnya sendiri dan perlahan melangkahkan kakinya mendekati rumah itu.Dengan sebuah tas yang ia genggam di tangan kirinya, Perry memberanikan diri agar segera sampai disana, meskipun ia sendiri tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya."Ibu.... Ayah..." Suara Perry memanggil kedua orangtuanya."Perry, Perry... Perry," ucap Tifanny ibu kandung Perry yang duduk di kursi roda bersama seorang pria paruh baya yang mendorongnya. Pria itu bernama Eza ayah kandung Perry."Ibu, ayah," ucap Perry tersenyum bahagia ketika melihat mereka berdua.Perry mendekati mereka lalu memeluknya dengan erat, rasa rindu yang sudah lama terpendam kini seolah terbalaskan melihat senyum T
"Katakan dimana Perry sekarang? Katakan dimana aku harus menemukan Perry?" Tanya Sam sangat antusias."Ingat Sam! Semua harus ada imbalannya, tidak ada sesuatu yang gratis di dunia ini," balas pria di telpon."Aku akan berikan apa yang kau mau, cepat katakan dimana Perry?" Kata Sam tak sabar ingin mengetahui keberadaan Perry."Perkenalkan Sam, namaku Gilson. Kau pasti sudah mendengar nama ini dari Charles, aku sangat yakin itu, jadi bagaimana Sam, apakah kau ingin mengetahui dimana Perry?" Balas Gilson menantang Sam.Sam mengernyitkan keningnya, jelas Sam mulai berpikir yang tidak-tidak, karena Charles begitu ceroboh menceritakan semuanya."Aku tak perduli siapa namamu dan darimana asal mu, aku hanya ingin tahu keberadaan Perry," tukas Sam mulai emosi."Temui aku di cafetarian, aku akan mengirimkan alamatnya, kau harus ingat Sam, tidak ada sesuatu yang gratis
Hujan memang sudah reda, tetapi tidak dengan gerimis nya, jalanan aspal di depan rumah Perry sangat kotor dengan bekas sampah makanan."Astaga aku tidak bisa membiarkan ayah dan ibu melihat ini semua, aku harus membersihkan nya," ucap Perry dari jendela yang kini memakai jas hujan dan sarung tangan plastik di tangan.Dengan cepat Perry memungut sampah-sampah itu, membuangnya di tong sampah. Usai membereskan itu semua Perry kembali masuk melepas jas hujan dan mencuci tangannya.Tak lama kemudian Perry mendengar suara langka kaki dari arah ruang tamu, Perry hanya mengira bahwa mungkin ibunya sudah datang bersama ayahnya. Perry berjalan menuju ruang tamu berniat menyambut ibunya."Perry," suara Kyle di dalam ruang tamu, di belakang sudah ada Sam bersama Charles yang terlihat diam membeku.Perry melototkan matanya bukan main, kakinya mundur hingga terbentur meja hias di belakang, jantungnya berdebar kencang, bahkan gerimis yang seharusnya membuat Perry
"Kyle katakan padaku jam berapa ibu mu datang?" Tanya Sam di ruang tamu."Aku tak tahu Sam," balas Kyle."Sam, kita tidak bisa berterus terang kejadian itu di depan ibunya, kau pasti mengerti maksudku Sam," ucap Charles memberi nasehat pada Sam dan Kyle, karena mereka berdua berniat menceritakan hal yang terjadi di canada, ya mungkin kejujuran adalah hal benar, namun Charles berpikir bahwa kejujuran jika di situasi yang salah akan berakibat fatal."Kau benar Charles, ibu akan sangat kecewa jika Perry di perlakukan seperti itu," ucap Kyle bersedih."Aku tak bisa membiarkan Perry disini Kyle, itu akan terasa sangat sulit untukku, bahkan jika Perry disini, dia bisa pingsan setiap kali melihatku, dan aku tak ingin ibumu mengerti itu semua," ucap Sam terus berpikir dan masih berpikir."Apa maksudmu Sam?" Tanya Charles.Sam terdiam sejenak menghela napasnya.
2 hari kemudian.....Sam mengundang acara makan malam bersama keluarganya, di taman sudah ada kedua orangtua Sam yaitu Livy dan Jonathan."Perry bisakah kau kebawah menemaniku untuk bertemu dengan ibu dan ayahku," ucap Sam di dalam kamar bersama Perry yang sudah cantik memakai gaun merah karena orang suruhan Sam yang memaksa Perry memakai baju itu."Aku sudah bilang padamu Sam, aku tidak menginginkan itu, mengapa kau tetap memanggil kedua orangtuamu," balas Perry ingin melepas Kalung yang melingkar di lehernya namun Sam berhasil mencegah itu."Tidak Perry, jangan lepaskan kalung itu, aku ingin ibukku melihat kau memakai kalung itu, karena itu adalah milik ibukku," ucap Sam dengan lembut dan menurunkan tangan Perry perlahan."Kumohon... Kumohon Perry... Ibu dan ayahku sudah menunggu kita hampir 1 jam," ucap Sam terlihat memohon.Perry menatap sejenak lelaki ya
"Aku tidak menginginkan Sam, aku hanya menginginkan semua kekayaanya," tawa Klye."Baiklah, bagaimana jika kau membantuku mendapatkan Perry, dan aku membantu mu mendapatkan Sam, apakah itu menarik?" Ucap Gilson mengusap bibirnya dengan tisu karena bercak kopi."Aku terima tawaran itu, aku akan membantumu mendapatkan Perry, dan kau akan membantuku mendapatkan Sam," Ucap Kyle tertawa licik."Aku harus ke kamar mandi," ucap Kyle dan pergi dari hadapan Gilson, Gilson hanya menganguk kecil dan tertawa puas.Saat sampai ke kamar mandi, Kyle mengeluarkan sebuah lipstik kecil di tas nya, ia berdiri di depan cermin besar.Ia teringat kejadian beberapa tahun lalu yang membuatnya membenci Perry sampai saat ini."Aku akan membalas semua dendam ini Perry, dan kau Sam. Kau pikir berbuat baik adalah sifatku? Kau sangat salah akan hal itu." Ucap Kyle di depan cermin dan memo
Hujan mulai sedikit reda, Sam telah sampai di rumah, di dalam mobil Perry tetap saja diam dan tak ingin bicara."Perry turunlah kita sudah sampai," ucap Sam, mematikan mesin mobil.Perry hanya diam tak ada jawaban,Sam terus memperhatikan raut wajah Perry yang masih saja diam, tanpa basa-basi Sam turun dari mobil, membuka pintu mobil Perry dan mengendong nya begitu saja."Lepaskan aku," ucap Perry meninju dada Sam. Namun tinjuan itu hanya dibalas Sam senyum kecil.Sam terus membopong tubuh Perry ala bridal style, saat sampai di kamar Sam menidurkan pelan tubuh Perry di atas ranjang."Kenapa tubuhmu bergetar? Aku tidak akan melukai mu Perry," ucap Sam menarik bantal dan mendekatkannya di kepala Perry.PLAAKK!!!PLAAKKK!!Perry menampar kedua pipi Sam secara bergantian, "simpan ucapan mu Sam, si