Share

Halim

Roselia sudah menemukan targetnya. Lelaki itu duduk bersama beberapa temannya di meja dekat kolam renang. Lelaki dengan baju biru yang mirip dengan foto yang dikirim oleh klien.

Roselia akan mengamatinya sebentar, dan menentukan taktik untuk mendekatinya. Dia pindah ke lantai satu dan bergerak pelan, tanpa membuat orang lain curiga. Dia berpura-pura mengambil foto interitor Cafe Jodoh.

“Anda youtuber ya?” tanya salah seorang pramuniaga yang mengawasi gerak gerik Roselia.

“Bukan, saya hanya suka Cafenya. Jadi saya ingin menentukan tempat foto yang cantik untuk diupload di media sosial.”

“Pesanan Mbak Daisy sudah siap," kata pramuniaga yang lain.

“Iya,” kata Roselia menjawab lirih. Dia bukannya tidak bisa bersuara keras. Namun akan berlawanan dengan konsep penampilannya hari ini.

“Mbak, bisa minta tolong fotokan?” kata seorang lelaki berjaket merah yang mencegatnya menuju konter. “Sepertinya foto mbak bagus-bagus. Bisa minta tolong fotokan kami? Salah satu teman kami akan kembali ke Turki besok,” katanya.

Roselia bersorak dalam hati. Teman target menyapanya duluan. Jadi dia tidak perlu memulai lebih dulu. Ini kesempatan yang tidak boleh dilewatkan.

“Iya bisa, pinjam ponselnya,” kata Roselia dengan senyum ramah.

“Pakai kameranya Mbak saja,” kata lelaki itu.

Roselia mengernyit. “Tetapi nanti hasilnya bagaimana?”

“Mbak, bisa kirim ke nomerku nanti,” jawab lelaki itu.

Roselia mengumpat dalam hati. Rupanya lelaki ini hanya modus untuk mendapatkan nomernya. Padahal dia sudah berdandan seperti gadis culun. Namun masih saja ada yang ngegodain.

“Saya kirim email saja ya?” Roselia menawarkan emailnya. Dia tidak bisa memberikan nomernya ke sembarang orang. Terlebih lagi, teman targetnya.

Teman-temannya bersorak menertawakan tingkah lelaki yang meminta nomernya secara terselubung itu. Dia hanya tersenyum malu-malu.

Lelaki baju biru itu maju dan merangkul bahu lelaki berjaket merah. Roselia mengamati wajah lelaki berbaju biru. Perasaannya mengatakan bahwa lelaki inilah, target kliennya.

“Maaf ya Mbak. Dia memang suka iseng. Mbak ambil foto pakai ponsel saya saja,” kata lelaki berbaju biru menyodorkan ponselnya

Roselia hanya mengangguk menerima ponsel tersebut.

Lelaki berjaket merah itu mendesah kecewa dengan tindakan temannya. Dia dan lelaki berbaju biru kembali ke teman-temannya yang lain dan berpose.

Roselia mengambil beberapa foto, dan menyuruh mereka bergeser ke tempat yang pemandangannya lebih indah.

Ketika menyerahkan ponsel kepada pemiliknya. Roselia bertanya nama lelaki berbaju biru.

“Halim,” katanya. “Kau, namamu siapa?”

“Daisy,” jawab Roselia berbohong.

Roselia telah mengantongi nama lelaki itu, dia akan mencocokan dengan nama target. Apakah namanya sama atau tidak.

Roselia langsung pamit begitu foto yang dikumpulkannya telah cukup. Dia hanya memberikan email pada mereka. Sebuah kartu nama palsu yang dia cetak sendiri. Roselia tak ingin meninggalkan jejak apapun ketika berkerja sebagai detektif.

 ***

Roselia kembali ke kos dengan penampilan biasa. Semua penyamarannya dilepas di toilet umum. Dia tak ingin kalau ada tetangga apalagi ibu kos melihatnya pulang dengan penampilan aneh. Pasti seterusnya dia akan dicurigai.

Roselia mengirimkan beberapa foto target beserta bon- bon yang dia keluarkan hari itu. Biasanya Roselia membuat rekapan setelah kasus selesai. Namun kali ini berbeda.

Ting! Pesan masuk ke ponsel detektif cinta.

Selamat malam, detektif cinta. Aku sudah memeriksa fotomu dan menanyakan diam-diam pada ibuku. Lelaki itu benar, memakai baju biru.

Roselia merasa puas dengan kinerjanya, Tetapi ini belum selesai. Pekerjaan selanjutnya sedikit merepotkan. Dia harus membuntuti lelaki itu, dan mencari tahu seluk beluk lelaki itu.

“Sayang sekali, matanya bagus,” gumam Roselia.

Plak. Dia menampar pelan pipinya. Bagi seorang detektif, pantang untuk tertarik pada target. Apalagi sampai memiliki hubungan khusus.

Keesokan harinya, Roselia juga pergi ke Cafe Jodoh. Kali ini dia berpenampilan dengan rok biru laut selutut dipadu dengan kemeja putih. Rambutnya dia kuncir kuda. Dia membawa laptop dan kamera tersembunyi.

Dia berpenampilan seperti mahasiswa yang sedang nongkrong.

“Pesan apa mbak? Atas nama siapa?” tanya pramuniaga Cafe Jodoh.

“Aku pesan moka latte, atas nama Kusuma,” jawa Roselia.

Dengan gampang, Roselia melihat lelaki itu. Melihat Halim di sana. Dengan kemeja hitam yang digulung sampai lengan. Dia terlihat senang berkumpul dengan teman-temannya.

Tidak sadar, Roselia terus menatap lelaki itu. Bahkan sampai pramuniaga datang ke mejanya menyerahkan pesanannya.

Roselia membuka laptop dan membaca novel di platform online. Dia sedang malas membawa buku, jadi dia lebih sering membaca online. Meskipun banyak yang mengatakn bahwa kualitas novel online itu kurang bagus, Roselia tidak peduli. Menurutnya ada beberapa karya yang layak untk dibaca. 

Bosan membaca, Roselia mengambil foto Halim secara sembunyi-sembunyi. Sayangnya suara kameranya belum dimatikan. Sehingga terdengar. Roselia tentu saja mengumpat.

Lelaki itu melirik ke arah Roselia. Roselia panik, dia kemudian berpra-pura mengambil foto pemandangan. Lelaki itu berjalan ke arah Roselia.

“Apakah kau tadi memotretku?” tanya lelaki itu.

“Tidak, jangan geer. Aku hanya memotret pemandangan,” bantah Roselia.

“Kau tahu kan, tidak sopan, mengambil foto tanpa izin,” kata lelaki itu lagi.

Roselia membereskan laptopnya. Dia mendengus kesal pada lelaki itu. Kemudian beranjak pergi.

“Sepertinya bukan hanya kali ini, tetapi nyaris setiap kali kau ke sini. Kau selalu mengambil fotoku,” kata lelaki itu.

“Kau penulis ya, imajinasimu bagus sekali,” bantah Roselia.

Roselia tak percaya dia ketahuan. Dia berusaha tenang. Namun upayanya gagal. Dia terlalu panik. Kakinya gemetaran. Ini pertama kalinya.

“Katakan, kenapa kau selalu mengambil fotoku, Nona Daisy?” tanya Halim tajam.

Roselia menatap Halim dengan kaget. Dia tak pernah menyebut nama Daisy hari ini. Dia hanya menyebutkan nama yang berbeda setiap kali dia berada di Cafe Jodoh ini.

“Ah, apa namamu juga ganti hari ini?” tanya Halim.

Meskipun suaranya terdengar kejam, tetapi Roselia bisa melihat matanya berkedut geli. Lelaki itu sedang mempermainkannya. Roselia harus menghindari lelaki ini.

“Maaf aku mau ke toilet,” kata Roselia menyingkir dari Halim.

Bukannya pergi, Halim malah mengikuti Roselia ke toilet. Halim menunggu di luar. Dia berkedut – kedut geli. Sudah tiga kali ini dia melihat wanita itu duduk di meja yang sama, diam-diam mengambil fotonya. Ketika dia memeriksa bon, dia terkejut perempuan dengan hidung yang sama itu menggunakan banyak nama. Berganti-ganti penampilan setiap ke datang ke sini, dan yang diambil fotonya hanyalah dia seorang.

Roselia keluar dari toilet, dia sangat terkejut Halim ada di sana.

“Sedang apa kau? Kau penguntit ya?” Roselia meletakkan tasnya di depan dada.

 Halim tertawa. “Bukannya kebalik, kau yang menguntitku,” balas Halim.

Halim bergerak maju, Roselia mundur dan merapat ke dinding. Tasnya di dekap erat di dadanya.

“Apa… apa yang mau kau lakukan?” kata Roselia gemetar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status