Share

Detektif Cinta Roselia
Detektif Cinta Roselia
Penulis: Vera Astanti

Prolog

Seorang perempuan berjalan menyusuri koridor sekolah. Sepatu pantofelnya beradu dengan lantai keramik menimbulkan suara tuk tuk tuk. Perempuan itu memakai rok span selutut warna hitam, dan kemeja putih lengan panjang. Rambutnya diikat kuncir kuda.

Tangannya menyentuh dinding tembok bercat putih seiring dia berjalan. Beberapa anak segera berhenti dan menunduk saat melihatnya. Dia pun ikut menunduk dan memberikan senyum ramah.

Hari ini adalah materi yang menyenangkan dan paling dia tunggu-tunggu untuk diberikan kepada muridnya.

Sebuah cita-cita.

Tema inilah yang memberikan hidupnya penuh dengan kejutan-kejutan asam manis. Dia tidak akan bisa melupakan peristiwa penting hari itu. Dia jadi bertanya-tanya, apakah materi yang akan dibawakannya hari ini, juga akan membuat hidup murid-muridnya mengalami lompatan kehidupan seperti dia?

Namun satu hal yang pasti. Dia tidak boleh mematikan impian anak-anak, seberapapun konyol impian itu. Karena tidak ada yang pernah tahu garis takdir akan membawa mereka kemana.

Seketika dia ragu, kalau saja ibu gurunya dulu tidak meremehkan impiannya. Apakah dia akan menjadi seperti sekarang?

Dia masuk ke ruang kelas dan meletaskan tas di kursi. Dia duduk sambil memandang anak-anak. Ingatannya melayang jauh dua puluh tahun yang lalu. Ketika dia sedang duduk di bangku anak-anak.

***

FLASHBACK

“Selamat pagi anak-anak,” kata Ibu Guru.

Murid-murid di kelas lima SD Garuda serentak menjawab. “Selamat pagi Bu.”

“Anak-anak hari ini, ibu guru akan bertanya tentang cita-cita kalian. Impian kalian. Kalau Bu guru, dita-citanya memang menjadi guru. Alhamdulillah sudah terkabul.  Sekarang Bu guru akan bertanya tentang impian kalian.”

“Aku ingin menjadi guru, seperti Bu Guru,” kata anak satu duduk di depan sendiri.

Kemudian giliran menjawab adalah anak yang di sebelahnya terus sampai baris terakhir.

Anak berambut panjang agak kerinting itu duduk di belakang sendiri. Tempat duduk diurutkan berdasarkan huruf abjad.

Sebenarnya namanya pun bukan abjad belakang, namun karena anak di kelasnya lebih banyak berhuruf A. Maka dia pun duduk di deretan belakang. Roselia, namanya.

“Aku ingin menjadi pemain sepak bola.”

“Aku ingin menjadi dokter.”

“Aku ingin menjadi pilot.”

“Aku ingin menjadi youtuber.”

“Aku ingin menjadi artis.”

“Aku ingin jadi polisi.”

Bu guru itu selalu bertepuk tangan, dan memuji setiap anak selesai menyebutkan impiannya. Roselia juga ingin dipuji. Roselia ingin impiannya didukung oleh ibu guru seperti anak lainnya. Maka Roselia pun tak sabar menunggu gilirannya menjawab, apa cita-citanya.

“Apa cita-citamu Roselia?” tanya Bu Guru dengan senyum yang lebar.

“Aku ingin jadi detektif,” jawab Roselia riang.

Kali ini Bu guru tidak tersenyum, melainkan dahinya mengernyit bingung. “Apa itu detektif? polisi ya?”

“Bukan Bu Guru. Detektif seperti Conan,” imbuh Roselia.

“Tetapi Conan tidak nyata Roselia. Cita-citamu aneh. Dan tidak realistis,” kata bu guru.

Senyum Roselia hilang. Kenapa menjadi detektif adalah hal aneh? Roselia tidak mengerti.

Suatu hari, Bu Guru mengadakan ulangan dadakan. Soal ini bekerja sama dengan sebuah penerbit LKS. Ada satu soal matematika yang unik. Saking uniknya nyaris semua murid tidak bisa mengerjakan.

Hanya Roselia yang bisa. Namun Bu Guru meragukan keaslian jawaban Roselia. Yang artinya Roselia dituduh mencuri kunci jawaban.

“Aku tidak mencuri Bu,” kata Roselia tegas.

“Tetapi jawabanmu sama dengan kunci LKS ini. Sedangkan hitungan Bu Guru berbeda,” kata Bu Guru di depan kelas.

Roselia marah dan kecewa, seorang guru yang dia hormati kini menuduhnya curang.

Roselia kini berhadapan dengan mata teman-temannya yang juga curiga kepadanya. Roselia tidak lagi dipercaya.

“Roselia, kau tidak boleh berbohong. Seorang detektif tidak berbohong kan?”

Roselia merasa marah. Dia akan membuktikan dirinya tidak bersalah. Dia tidak boleh menangis. Dia akan menatap mata yang memandangnya hina.

Roselia anak yang kuat. Dia harus mencari cara. Dia harus bebas dari tuduhan itu.

Saat istirahat tiba, Roselia keluar rumah. Dia tidak pergi ke kantin bersama teman-teman seperti biasanya. Sebab kini, teman-temannya memandangnya dengan tatapan aneh. Roselia pulang ke rumah. Dia memiliki hobi mengumpulkan lemba soal ujian setiap semester. Dia akan mencari bukti, kalau dia tidak pernah curang.

“Roselia, kenapa kamu pulang? Ada yang ketinggalan?” tanya ibunya.

Roselia tidak menjawab, dia melepas sepatu dengan cepat, sepatu itu terlempar entah ke mana. Dan ibunya berteriak untuk merapikannya. Roselia tidak mendengarkan, dia melesat menuju kamarnya.

“Di mana ya?” gumam Roselia.

Ibunya menghampiri ke kamarnya. “Kamu cari apa? Makanya ibu bilang kan untuk menyiapkan buku saat malam. Jadi tidak ada tertinggal. Tetapi kamu malah menyiapkannya pagi,” gerutu ibunya.

Roselia membongkar rak bukunya. Buku-buku paketnya dari kelas satu sd pun masih ada.

Ibunya membaca judul buku, dan tercengang. “Ini buku kelas satu ngapain kamu simpan? Sudah nanti sepulang sekolah ibu jual ke tukang rongsok. Lumayan bisa beli kerupuk,” kata ibunya.

“Ibu, bukuku nggak boleh ada yang dijual. Ini semua hartaku,” jawab Roselia tegas.

“Harta apaan,” ejek ibunya.

Roselia kembali memilah kertas-kertas yang dia kumpulkan. Dia masih ingat materi matematika itu. Satu soal yang tidak bisa dia kerjakan saat kelas empat. Penjumlahan lima bilangan persegi yang pertama. Soal yang dia ingat karena dia tidak bisa mengerjakannya.

Dia membaca judul di satu lembar kertas berwarna coklat yang sudah menguning. Lembar Soal Ujian Semster Akhir Tahun Ajaran 2002/2003 Kelas IV SD Garuda Kabupaten Kediri.

“Ketemu,” pekik Roselia riang.

Dia melompat memeluk ibunya. Ibunya terkaget, melihat perilaku aneh anak perempuannya.

“Apa yang ketemu?” tanya ibunya. Kemudian dia melirik jam dinding, “jam istirahatmu sudah mau habis, sana kembali ke sekolah. Untung rumah kok dekat sekolah. Coba kalau jauh…”

Roselia memotong omelan ibunya. “Ibu, aku berangkat ya. Cium jauh. Muah.”

Ibunya bergidik geli mendengarnya.

Roselia langsung berlari ke sekolah. Kertas yang dipegangnya melambai-lambai tertiup angin.

Tet!

Roselia sampai di sekolah tepat bel berbunyi. Dia melangkah ringan menuju kelas. Dia akan membuktikan dirinya tidak pernah curang. Dia adalah calon detektif yang hebat. Senyum terkembang di wajahnya.

“Kenapa kamu terlambat Roselia, semua temanmu sudah masuk ke kelas. Dan dari mana kamu? Kok berkeringat seperti itu?” tanya Ibu Guru.

Roselia mendekati meja Bu Guru. Tetapi Ibu Guru malah menutup hidungnya, seolah mencium bau busuk.

“Bu, ini saya punya bukti kalau saya tidak curang. Jadi ibu tidak boleh menuduh sembarangan,” kata Roselia meletakkan kertas tersebut di meja.

“Siapa yang menuduh? Ibu hanya mempertanyakannya saja,” bantah Ibu Guru. Dia bahkan tidak melirik kertas yang diberikan Roselia.

“Sudah kamu, kembali ke tempat dudukmu,” kata Ibu Guru. “Sudah nggak tahan bau keringatmu,” gumam Ibu Guru lirih.

Tetapi Roselia mendengarnya. Dia menatap bingung pada perempuan yang menjadi wali kelasnya itu.

Roselia berjalan gontai kembali ke tempat duduknya. Dia tidak pernah mendapat kesempatan untuk membuktikan bahwa dia tidak mencuri kunci jawaban.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status