Share

Pesan

Ping!

Sebuah pesan masuk ke ponsel khususnya. Gadis itu membuka laci dan mengambil ponsel. Sebuah permintaan datang.

Selamat malam, detektif Cinta. Perkenalkan namaku Maya. Aku seorang gadis yang akan dijodohkan oleh keluargaku. Lelaki ini adalah seorang keturunan Turki. Aku belum tahu bagaimana orangnya. Aku hanya diberitahu dia sering nongkrong di Cafe Jodoh. Aku ingin kau mencari bukti bahwa dia bukan lelaki baik. Karena aku sudah jatuh cinta dengan lelaki lain. Dia sering memakai jaket hijau. Bisakah kau melakukannya?

“Menarik,” gumam Roselia di atas cangkir coklat hangatnya.

Dia meletakkan cangkirnya setelah beberapa seruputan. Dia menggeret kursi dan duduk menghadap laptop. Dia mencari lokasi Cafe Jodoh yang dimaksud.

Letaknya ada di Jalan Mangga Tiga Raya blok IV Jogjakarta. Cukup jauh dari rumah Roselia. Roselia perlu persiapan khusus untuk melakukan pengintaian. Semua biaya akan dibebankan kepada klien.

Sudah tiga tahun Roselia membuka jasa Detektif Cinta. Dia membuat website, dan media sosial khusus pekerjaan rahasianya ini. Semua data pribadi dan juga kliennya dirahasiakan. Hal ini tidak dilakukan demi profesionalitas semata. Roselia merasa risih bila ada keluarga yang mengetahui pekerjaannya, terlebih lagi ayahnya. Ayahnya pasti akan sangat murka.

Roselia memang pamit untuk kuliah di Jogja, namun dia sering bolos kuliah. Terutama bila sedang melakukan pekerjaan rahasianya.

Roselia membalas pesan klien. Dia meminta wig dan baju dan make up khusus untuk menyamarkan wajahnya. Roselia tidak pernah tampil dengan wajah aslinya. Dia sangat berhati-hati dan juga telah memperhitungkan semuanya.

Klien kali ini sangat loyal, dia mengirim sejumlah uang ke dompet virtual milik Roselia. Sehingga Roselia bisa menggunakannya dengan baik. Dompet virtual juga dipilih karena tidak menampilkan nama aslinya. Agar klien percaya, Roselia juga mengirimkan struk perjalanan dan biaya makan selama melakukan pekerjaannya. Jadi dia tidak membuang-buang uang kliennya dengan percuma.

“Oke, kita lihat jadwal kuliah dulu,” gumam Roselia. Tidak ada jadwal perkuliahan besok.

Ponsel utamanya berdering, suaranya melengking menganggu.  Roselia mendesah, teramat malas mengangkatnya.

Ponsel itu berdering terus menerus, sampai tetangga sebelahnya berteriak. “Ros, hapemu bunyi tuh! Berisik!” hardik tetangganya.

Roselia mendesah lagi dan mengangkat telepon dari ayahnya itu. “Halo, ayah,” kata Roselia pura-pura menguap.

“Kenapa lama sekali angkat telepon?” tanya ayahnya.

“Baru bangun tidur,” kata Roselia berbohong.

“Kamu besok ada kuliah tidak? ayah ada urusan di Jogja,” kata ayahnya.

Roselia merengut tidak suka. Dia menarik napas dalam dalam. “Sepertinya ada,Yah. Ayah menginap di Jogja?”

Tentu saja Roselia berbohong. Besok tidak ada jadwal perkuliahan sama sekali.

“Tidak, hanya sebentar. Kuliahmu selesai jam berapa? Ayah mau ketemu,” pinta ayahnya.

Roselia menendangkan kaki, menyalurkan rasa kesalnya. Namun tendangannya mengenai sebuah botol di lantai. Bunyinya terdengar di telepon.

“Suara apa itu Roselia?” tanya ayahnya.

“Ah anu, botol jatuh yah!” kata Roselia berbohong lagi.

“Kamarmu pasti berantakan. Sebagai seorang gadis harusnya kamu rajin bebersih…”

Roselia meletakkan ponsel di meja, dan dia mengambil camilan. Dia mengaktifkan mode pengeras suara dengan volume kecil. Matanya menelisik setiap informasi yang tertera di sana. Dia mengamati sekali lagi, Cafe Jodoh. Dia memikirkan apa yang akan dia kenakan besok. Dia mencari blouse yang trendy dan cantik.

“Besok kuliahmu selesai jam berapa?” tanya ayahnya lagi.

“Siang selesai Yah,” jawab Roselia sekenanya.

“Kalau begitu, sore ayah ke kosmu.”

“Hah? Ngapain?” seru Roselia langsung menoleh ke arah ponsel.

“Kok ngapain, ya jenguk anak. Ini ibukmu nitip banyak makanan. Perbaikan gizi katanya.”

“Nggak usah. Ros makannya sehat terus. Nggak pernah sakit,”tolak Roselia.

Ayahnya menyela. “Kamu ini diperhatikan orang tua kok nggak mau. Ini ibukmu mau ngomong.”

Roselia mendesah berat. Apalagi ini.

“Ros, kamu kuliah yang bener. Jangan melakukan hal-hal aneh di sana. Kuliah kok jauh jauhh to Nduk. Anak perempuan lagi,” kata ibuknya.

“Buk, Ros ini di Jogja sudah tiga tahun. Ros bisa jaga diri,” Rose memberi penekanan saat mengatakan jaga diri. Dia berharap kedua orangtuanya berhenti mengomelinya.

Terdengar suara ayah dan ibunya berdebat di telepon. “Kulian kok aneh-aneh to Ibuk ki piye maksudte?”kata ayahnya.

“Biasane Ros ki disuruh nyari kucing, nyari orang, yang aneh- aneh gitu lo.”

“Nggak mungkin, Ros begitu. Nilainya selalu bagus kok. Ip nya di atas 3 Buk,” bantah ayahnya.

Roselia merasa bersalah. Dia mengirimkan nilai palsu ke ayahnya. Nilainya bahkan tidak mencapai 2.

“Buk, Yah, teleponnya ditutup dulu ya. Ros mau belajar, besok ada kuis.”

“Iya, belajar yang rajin. Biar jadi guru yang pintar dan baik,” doa ayahnya.

Roselia merasa malu.

Pintu kamar Roselia diketuk. Roselia berjinjit menuju pintu. Beberapa printilan barangnya berserakan di lantai.

“Ya?” jawab Roselia membuka pintu sedikit.

Ternyata ibu kos yang mencarinya.

“Anu, mbak Ros, ibuk minta tolong cariin kunci.kamar di depan sana mau ada yang nempatin. Tadi ibu pegang kuncinya, terus pas berjalan ke lorong sini kok nggak ada,” kata ibu kos terdengar panik.

“Iya bu, sebentar ya,” jawab Roselia.

Bagi Ros, dia sudah biasa dimintai tolong seperti ini. Mencari benda atau hewan, tepat seperti dugaan ibuknya.

Ros berjalan mengitari lorong kemudian pindah ke bagian depan kos, sampai ke tempat kos yang akan ditempati.

Kos yang ditempati Roselia adalah kos campur laki-laki, perempuan dan pasutri. Dia memilih kos di sini, lantaran biaya lebih murah, dan meskipun campur, bagian kos laki-laki ada depan, sedangkan bagian perempuan ada di belakang. Yang tengah adalah pasutri.

Roselia berjalan pelan sambil menunduk dan menyenter dengan ponsel. Ibu kosnya di berdiri membuntutinya. Karena merasa tidak nyaman diawasi, Ros meminta ibu kos untuk duduk saja.

“Ibu, sebaiknya duduk saja. Biar saya yang cari,” kata Ros ramah.

“Lha tapi nanti kasihan Mbak Ros, sendirian.”

“Nggak apa Bu. Ibu duduk di sana saja. Nanti kalau ketemu saya kasih tahu,” kata ibu kos.

Ibu kos itu mengelap keringat di dahi dengan punggung  tangannya.

“Buk, sepertinya kuncinya sudah ketemu,” kata Roselia tersenyum.

Ibu kos itu mengernyit kemudian tersenyum lebar. “Sudah ketemu Mbak, Padahal saya bolak balik dari depan sampai belakang, nyari nggak ketemu-ketemu. Memang Mbak Ros ini pintar nyari barang,” puji Roselia.

Roselia hanya tersenyum kecut.

“Di mana Mbak kuncinya? Saya mau bersihkan kamar depan itu lho. Besok ada yang nempati, anaknya ganteng, dokter hewan lagi Mbak. Nanti tak kenalin. Siapa tahu jodoh.”

Roselia tidak tertarik. Tapi dia hanya tersenyum saja.

“Bener Mbak, orangnya ganteng sekali. Mbak Ros juga manis. Cocok kalian.”

“Ah ibu ini, saya masih kuliah bu. Belum minat pacaran,” tolak Roselia halus.

“Ya ndak usah pacaran, langsung nikah aja. Apa itu namanya taaruf Mbak, lagi ngetren kan?”

Roselia tertawa garing. “Makasih Bu, tapi…”

“Ngomong-ngomong,” potong Ibu Kos. “Kuncinya di mana Mbak?” tanya Ibu kos mengamati tangan Roselia yang kosong.

“Di situ,” kata Roselia menunjuk sebuah lokasi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status