Share

Bab 6. Tetap Menjadi Favorite

Hazel tak bisa tidur nyenyak. Dia sudah memaksa diri untuk menutup mata, tapi hasilnya nihil. Dia tidak bisa benar-benar tidur. Otaknya sekarang penuh dengan Sergio—pria sialan yang berhasil memorak-porandakan hidupnya. Sejak di mana dia kembali bertemu dengan Sergio hidupnya tidak lagi setenang dulu.

Beberapa tahun lalu, tepat di saat Hazel belum bisa bela diri, dia berlibur ke Belanda sendiri. Dia lari dari kejaran pengawal keluarganya. Sejak dulu dia tidak suka dikawal oleh pengawal keluarganya. Dia ingin hidup bebas dan normal seperti orang lain.

Akan tetapi, saat itu nasib sial datang ke hidup Hazel. Dia diganggu oleh sekumpulan pria imigran di Belanda. Pria-pria itu nyaris memerkosa Hazel. Untungnya Sergio datang tepat waktu menyelamatkan Hazel.

Ya, pada saat Sergio menyelamatkan Hazel sosok Sergio bagaikan pangeran di mata Hazel. Hazel hanya mengingat wajah pria yang menyelamatkannya. Dia tidak tahu sama sekali nama Sergio.

Sampai suatu waktu beberapa tahun kemudian, Hazel dipertemukan lagi dengan Sergio di Madrid. Kala itu Sergio ditugaskan membunuh calon kakak ipar Hazel yang merupakan putri mahkota Kerajaan Spanyol. Calon kakak ipar yang sekarang sudah resmi menjadi kakak iparnya.

Singkat cerita, pekerjaan Sergio dan tentang pria itu telah Hazel ketahui di kala Hazel turut membantu menyelamatkan kakak iparnya. Hazel terkejut akan fakta di mana Sergio adalah pembunuh bayaran.  

Sergio tidak serta merta melepaskan kakak ipar Hazel dengan syarat Hazel menukar diri dengan kakak iparnya. Tanpa ragu, permintaan Hazel dipenuhi oleh Sergio. Hanya saja, syarat itu tak berjalan dengan baik—karena keluarga Hazel sudah lebih dulu turun tangan. 

Sosok Sergio dulu adalah sosok yang diidam-idamkan oleh Hazel. Berperawakan tampan, gagah, dan penolong. Saat itu dalam pikiranya, yang menyelamatkannya seorang pangeran. Namun, semua angan dalam benak Hazel telah sirna. Tidak ada lagi kekagumannya pada Sergio. Yang tersisa sekarang adalah perasaan marah, benci dan … ah! Ada rasa yang sulit untuk dimengerti

Hazel membuka mata di kala dia tak bisa tidur. Dia turun dari ranjang sambil mengikat asal rambutnya. Dia memutuskan untuk berjalan-jalan keliling penthouse. Mungkin rasa kantuk akan muncul jika dirinya berjalan-jalan sebentar.

Tatapan Hazel mengendar melihat lukisan indah terpajang di penthouse milik Sergio ini. Dalam hitungan detik, kepingan memori Hazel mengingat perkataan pria itu yang bilang padanya penthouse ini pemberian dari client.

Hazel langsung mengembuskan napas kasar. Jika Sergio sudah menyebut-nyebut kata ‘Client’, maka artinya ada orang yang dia bunuh. Sungguh! Pria seperti Sergio yang seharusnya lenyap dari dunia ini.

Tanpa sengaja, mata Hazel menatap ruang di ujung yang sedikit terbuka. Rasa penasaran menyergap dalam diri Hazel. Wanita itu ingin pergi dari sana, tapi kata hatinya memintanya untuk masuk ke dalam ruangan itu.

Hazel melangkah masuk ke dalam ruangan itu, dan seketika betapa terkejut Hazel melihat banyak sekali foto orang menempel ke dinding dan sudah dicoret merah. Tak hanya itu saja, ada foto yang bahkan ditancap oleh pisau.

Hazel menelan salivanya. Dia baru sadar bahwa dirinya memang benar-benar berada di sangkar iblis. Dia yakin seribu persen—foto-foto yang ada di dinding pastinya adalah foto korban yang akan dibunuh oleh pria iblis itu.

“Rasa penasaranmu, bisa membunuhmu, Butterfly.” Suara berat terdengar, dan sontak membuat Hazel terbelalak terkejut.

Shit! Kau mengejutkanku!” seru Hazel menatap dingin Sergio yang datang.

Jantung Hazel nyaris berhenti berdetak ada suara yang mengejutkannya. Dia sedang serius melihat foto-foto yang ada di ruangan, tentu saja fokusnya hanya tertuju pada foto itu. Terlebih foto yang ada di depan Hazel, bukanlah foto biasa. Foto penuh dengan coretan merah—bahkan ada foto yang ditancap oleh pisau. Bulu kuduk Hazel langsung merinding berada di ruangan ini.

“Rasa penasaranmu sangat berbahaya. Aku sarankan untuk kurangi rasa penasaramu.” Sergio mendekat, refleks, Hazel melangkah mundur. Tapi sialnya tubuh Hazel terbentur ke meja—itu yang membuat Sergio sekarang menghimpit tubuhnya.

“Menyingkir dariku!” seru Hazel penuh emosi.

Sergio tersenyum melihat kemarahan di wajah Hazel. “Kenapa kau harus marah, hm? Kau masuk ke dalam ruang kerjaku tanpa permisi. Harusnya aku yang marah.” Lalu pria itu menggendong tubuh Hazel—menududukkan ke atas meja.

Hazel memekik terkejut tubuhnya digendong Sergio dengan mudah, terduduk di atas meja. “K-kau jangan macam-macam denganku! Aku ke sini karena aku tidak bisa tidur! Pintu pun tidak tertutup. Jadi aku pikir ini bukan ruang rahasia!”

Hazel tidak bohong sama sekali. Dia pikir ruangan ini adalah ruangan biasa. Pun pintu terbuka setengah. Hal tersebut yang membuat Hazel berani untuk masuk ke dalam ruangan ini.

Sergio membuka sedikit lebar kedua paha Hazel, dan menarik dagu wanita itu. “Meski pintu ini terbuka, harusnya kau tidak berani masuk ke dalam kamar orang lain, Nona Afford.”

Raut wajah Hazel berubah mendengar ucapan Sergio. Sepasang iris mata hazelnya berkilat tajam menatap Sergio. “Foto-foto orang yang kau coret adalah targetmu, kan?” tanyanya menuntut jawaban. Lidah Hazel sudah tak tahan untuk bertanya.

Sergio tersenyum samar. “Kau terlalu ingin tahu tentangku. Butterfly, lebih baik kau jangan ikut campur urusanku.”

“Kenapa?” Hazel mendongakkan kepalanya, menatap Sergio. “Kau takut mengakui bahwa foto-foto itu adalah foto target yang akan kau bunuh?” Lanjutnya lagi menekankan.

Sergio membelai pipi Isabel, menatap wanita itu begitu menyala-nyala memberikan tatapan tajam padanya. Tapi dia sama sekali tak peduli akan itu. Meski mendapatkan tatapan tajam—tetap tidak akan mengubah apa pun.

Sergio mendekatkan bibirnya ke telinga Hazel. “Bisa dikatakan iya, bisa dikatakan tidak. Relaks, aku tidak langsung membunuh. Setiap kali aku ingin membunuh, pasti aku akan mencari tahu latar belakang keluarga mereka.”

Mata Hazel berkilat tajam. “Tindakanmu ini bisa membuatku melaporkanmu pada FBI!”

Sergio terkekeh mendengar ancaman Hazel yang akan melaporkannya ke FBI. Ini sangat lucu di telinganya. “Oke, fine. Laporkan jika kau bisa.”

Tangan Hazel mengepal kuat. “Jangan macam-macam denganku! Kau tidak mengenalku, Jerk!”

Sergio mendekatkan bibirnya ke telinga Hazel sambil berbisik, “Aku sangat mengenalmu. Ah, sebelum kau melaporkan ke FBI, aku ingin memberi tahu. Bukan hanya foto orang asing yang ada di ruangan ini. Tapi, fotomu juga ada di sini. Jika kau membuka laci nomor dua, di sana penuh dengan fotomu, Butterfly.”

Raut wajah Hazel berubah terkejut mendengar ucapan Sergio. “K-kau—” Lidahnya terasa kelu, sampai tak mampu melanjutkan kata akibat keterkejutan ini.

Sergio tersenyum tipis melihat wajah panik Hazel. Dia membelai pipi wanita itu sambil berbisik serak, “Relaks, Butterfly. Fotomu ada karena demi mengatasi rinduku. Aku tidak mungkin melenyapkanmu dari dunia ini. Kau tetap menjadi favorite-ku.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status