Pemuda tampan yang selalu mengenakan pakaian serba hitam itu segera membalikkan tubuhnya. Tanpa banyak bertanya lagi, dia langsung saja melesat menggunakan ilmu meringankan tubuhnya.
Di tengah perjalanan, Caraka Candra merasa sedikit terkejut. Sebab sekarang ini, tubuhnya tidak lagi terasa ngilu dan sakit seperti hari kemarin. Sekarang, tiba-tiba dia merasa lebih segar bugar daripada biasanya.Bahkan menurut anggapannya pribadi, ilmu meringankan tubuhnya seperti meningkat. Meskipun peningkatannya tidak terlalu banyak, tapi hal itu saja jelas bukan kejadian biasa.Caraka baru mengalami kejadian seperti ini. Dan dia benar-benar merasa aneh kepada dirinya sendiri.Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa pula dia merasa tenaganya makin meningkat?Pemuda itu sebenarnya ingin terus memikirkan hal tersebut. Sayangnya, hal itu tidak bisa dia lakukan secara terus menerus. Selain daripada itu, secara tiba-tiba sepasang telinganya juga mendengar adanya dentuman keras yang berasal dari arah belakangnya.Awalnya, Caraka tidak ingin menengok ke belakang. Bagaimanapun juga, dia masih ingat dengan ucapan kakek tua tadi yang menyuruhnya untuk tidak menengok ke belakang. Apapun yang bakal terjadi nantinya.Tapi kembali lagi, sifat dasar seorang manusia adalah selalu merasa penasaran. Siapa pun manusia itu.Dan Caraka Candra adalah seorang manusia. Manusia biasa yang sama seperti pada umumnya.Akhirnya, pemuda itu memilih untuk menengok ke belakang.Begitu menengok, betapa terkejutnya dia ketika menyaksikan apa yang terjadi di depan sana. Karena hal tersebut, gerakan tubuh pemuda itu secara tiba-tiba berhenti total. Untunglah Caraka berhenti tepat pada batang pohon berukuran cukup besar, sehingga dirinya tidak sampai jatuh ke tanah."Apakah ini mimpi?" gumamnya perlahan.Dibilang mimpi, jelas kejadian yang dia saksikan sekarang bukanlah mimpi. Tapi kalau dibilang bukan mimpi, Caraka merasa bahwa ini benar-benar seperti mimpi. Mimpi yang sangat buruk.Gubuk tua itu … gubuk tua yang tadi masih berdiri dengan kokoh, sekarang ternyata telah hancur lebur dan menyatu bersama tanah.Kenapa hal itu bisa terjadi?Caraka tidak tahu. Hakikatnya, dia memang tidak tahu apa-apa. Namun yang pasti, saat ini di tempat tersebut masih terlihat ada asap putih yang membumbung tinggi ke atas. Kepulan debu menutupi pandangan mata.Pemuda itu masih berdiam diri. Dia belum bergerak sama sekali. Caraka memasang wajah bingung. Dia tidak habis mengerti, sebenarnya, kenapa hal itu bisa terjadi?Tetapi, baru saja pertanyaan tersebut muncul dalam benaknya, tiba-tiba telinga Caraka mendengar adanya suara pertarungan. Suara itu sangat jelas. Dan menurutnya, suara tersebut berasal dari tempat berdirinya gubuk milik si kakek tua.Karena merasa panik, tiba-tiba saja dia melesat kembali ke tempat itu.Dia lupa akan pesan yang sebelumnya dikatakan oleh si kakek tua.Wushh!!!Caraka menggunakan ilmu meringankan tubuhnya hingga ke titik tertinggi. Sehingga hanya dalam waktu singkat saja, dia sudah tiba di tempat tujuannya.Begitu tiba di sana, pemuda itu dibuat terkejut kembali. Bahkan keterkejutan yang sekarang, rasanya lebih besar beberapa kali lipat daripada sebelumnya.Di tempat itu, Caraka melihat bahwa si kakek tua sedang bertarung sengit melawan tujuh orang pendekar dunia persilatan. Meskipun dirinya tidak mengenal siapa saja mereka, namun pada hakikatnya, dia tahu bahwa tujuh orang tersebut pastinya adalah tokoh-tokoh terkenal yang mempunyai kemampuan sangat tinggi.Hal itu bisa dikatakan karena Caraka melihat betapa hebat dan ganasnya setiap serangan yang dilayangkan oleh tujuh pendekar tersebut.Gerakan mereka sangat lincah dan cekatan. Setiap gerakan yang dilakukan juga tidak ada yang sia-sia. Selain daripada itu, terlihat juga bahwa mereka sudah berhasil menguasai masing-masing ilmunya dengan sangat matang.Wushh!!! Wushh!!! Wushh!!!Bayangan orang terus berkelebat ke sana kemari.Mereka juga terus mengirimkan serangannya tanpa berhenti. Tujuh macam jurus berbeda berkelebat dengan bebas. Tujuh senjata pusaka juga sudah mengancam tubuh si kakek tua sejak tadi.Posisi kakek tua itu, makin lama malah makin terdesak hebat. Tubuhnya yang sudah tua renta telah dipenuhi oleh berbagai macam luka-luka akibat senjata tajam.Darah segar merembes keluar dari mulut luka. Tujuh tokoh persilatan yang menyerangnya makin gencar. Mereka juga makin ganas ketika mengetahui kalau dirinya sudah tidak berdaya.Tinggal menunggu waktu yang ditentukan, maka kakek tua itu pasti mati!Wutt!!! Crashh!!!Cahaya keperakan berkelebat. Darah segar pun menyembur ke tengah udara. Si kakek tua menjerit tertahan, dia langsung melompat mundur ke belakang.Wajahnya meringis menahan sakit. Dia telah terluka!Perutnya mengucurkan darah segar cukup banyak. Luka itu diakibatkan oleh sebatang golok yang baru saja terlibat di tengah udara.Sementara di posisi lain, melihat serangan rekannya berhasil, enam tokoh persilatan lainnya tidak bisa tinggal diam saja. Mereka pun sontak melayangkan serangan beruntun yang dilancarkan secara bersamaan.Wutt!!! Wutt!!!Kilatan cahaya tajam dan hawa kematian terasa sangat pekat. Si kakek tua tercekat. Dia tahu, saat ini nyawanya pasti tidak akan bisa terselamatkan.Crashh!!! Crashh!!!"Ahh …" lagi-lagi kakek tua itu menjerit ketika beberapa senjata lawan kembali berhasil mengenai tubuhnya dengan sangat telak.Darah yang keluar semakin banyak. Si kakek tua benar-benar tidak sanggup lagi. Jangankan untuk melanjutkan pertarungan, untuk mengangkat tubuhnya saja, dia sudah tidak bisa lagi.Sekarang dirinya sedang berada dalam keadaan telentang. Darah segar sudah membasahi seluruh tubuh. Debu-debu yang sejak tadi mengepul, kini malah menempel di tubuh si kakek tua. Seolah-olah debu itu ingin melengkapi penderitaannya.Tujuh tokoh persilatan berdiri mengelilingi si kakek tua. Di antara mereka belum ada yang bicara. Semuanya masih diam. Namun meskipun bibir mereka belum bicara, mata mereka justru seolah-olah sudah bicara.Si kakek tua hanya bisa menggelengkan kepalanya beberapa kali. Entah apa maksudnya. Karena yang mengerti akan hal tersebut, tentunya hanya tujuh orang tokoh itu saja.Sementara itu, sejak tadi Caraka Candra hanya diam sambil terus melihat kejadian yang berlangsung di depan matanya tersebut. Sudah cukup lama dia bersabar dan menahan diri agar tidak ikut dalam pertempuran. Dan hal itu benar-benar telah menyiksanya.Untunglah, Caraka bisa juga menahan diri agar tidak terlibat di dalamnya.Tapi selang beberapa waktu kemudian, berbarengan saat tujuh tokoh melancarkan serangan beruntun dan mengenai tubuh si kakek tua dengan telak, saat itu pula Caraka Candra merasa darah dalam tubuhnya bergolak dengan hebat.Sehingga tanpa sadar, dirinya telah mengeluarkan geraman tertahan. Walaupun geraman itu sangat perlahan, tapi bagi tujuh orang tokoh persilatan seperti mereka, hal itu saja sudah lebih daripada cukup untuk mendeteksi keadaan sekitar."Ada orang lain di sini. Cari dan tangkap dia!" perintah salah seorang di antara mereka."Baik. Biar aku saja yang pergi," jawab pria tua bertubuh pendek kurus. Tangan kanannya menggenggam sebatang tongkat bercabang. Dalam dunia persilatan, pria tua itu biasa dijuluki si Tongkat Dua Jalan.Wushh!!!Si Tongkat Dua Jalan menjejakkan kakinya ke tanah. Setelah itu, tubuhnya langsung meluncur dengan cepat ke depan sana. Hanya sesaat saja, dia sudah lenyap dari pandangan mata.Saat itu, Caraka Candra sedang memusatkan perhatiannya ke depan sana. Dan pemuda serba hitam itu sangat terkejut ketika melihat si kakek tua telah kalah di tangan tujuh orang yang menginginkan kematiannya. Tapi, dia jauh lebih terkejut ketika menyadari ada sebuah bayangan yang sedang melesat ke arahnya. Caraka ingin menghindar, tapi sayangnya dia terlambat! Bayangan yang dimaksud sudah tiba di depan matanya! Wutt!!! Sebatang tongkat tahu-tahu melayang dan mengincar batok kepalanya. Serangan itu datangnya sangat cepat. Siapa pun tidak ada yang sanggup membayangkannya. Seluruh tubuh Caraka bergetar. Nyawanya di ujung tanduk. Untunglah pada saat-saat yang menentukan itu, dia masih dapat mengingat keadaan dirinya. Dalam kekagetan, tubuhnya tiba-tiba melayang mundur sejauh enam langkah. Ancaman dari tongkat sirna saat itu juga. Dia pun selamat dari maut! "Siapa kau?" tanya si Tongkat Dua Jalan yang kini telah berdiri tepat di hadapannya. "Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah orang y
Apakah kakek tua itu adalah seorang tokoh pendekar yang selama ini bersembunyi dan mengasingkan diri dari dunia luar? Ataukah ia adalah seorang Dewa yang turun dari langit sana? Tiada yang tahu akan jawaban dari semua pertanyaan tersebut. Yang pasti, ia adalah kakek tua yang bernasib malang. Bagaimana tidak? Ia menjadi korban keganasan tujuh orang manusia lainnya. Siapa pun yang melihat peristiwa tersebut, pasti akan merasa marah. Akan pula merasa kasihan karena melihat betapa kejamnya mereka menghajar orang tua itu. Ternyata apa yang dikatakan oleh orang-orang tua jaman dulu memang benar adanya. Orang tua jaman dahulu sering mengatakan bahwa manusia adalah makhluk hidup paling kejam yang terdapat di muka bumi ini. Sepertinya ungkapan tersebut tidak salah. Bahkan sepenuhnya benar. Di dunia ini, adakah binatang yang rela membunuh keluarga sendiri hanya demi sebuah ambisi? Di muka bumi, sudah tentu banyak manusia yang pernah melihat seorang maling menjebol jendela atau pintu rum
Tubuh Caraka Candra sudah tidak berdaya lagi. Ia tidak bisa bergerak sama sekali. Seakan-akan seluruh tubuhnya telah mati. Rasa sakit yang berasal dari tengkuknya semakin menjadi. Rasa sakit itu tidak hanya menyerang tubuh bagian luar, bahkan bagian dalamnya juga tidak terkecuali. Caraka Candra merasakan organ dalam tubuhnya panas. Panas seperti dibakar. Keringat panas dan dingin telah merembes keluar membasahi seluruh tubuhnya. "Kau pikir dirimu bisa bersembunyi dari kami?" Sebuah suara yang berat dan serak parau tiba-tiba terdengar dari arah belakangnya. Pemuda serba hitam tersebut mencoba melirik dengan ekor mata, tapi sayangnya usaha itu sia-sia. Setelah mendengar suara barusan, ia menyadari bahwa tengkuknya ternyata telah diremas oleh seseorang. Seseorang yang mempunyai kemampuan tinggi tentunya. "Apakah ... apakah kau adalah si Tongkat Dua Jalan?" tanyanya sedikit gugup. "Hemm, bagus. Ternyata kau masih ingat," suara yang sama seperti sebelumnya terdengar lagi. Bersama
Langkah yang secara tiba-tiba tersebut tentu saja juga membuat si Tongkat Dua Jalan kaget. Ia tidak mengira kalau pemuda serba hitam yang menjadi lawannya akan mengamb tindakan seperti itu. Akibatnya, serangan beruntun yang ia lancarkan menggunakan tongkat andalannya sendiri, menjadi mengenai udara kosong. Tetapi sebagai pendekar aliran sesat yang sudah mempunyai nama besar, tentu saja ia segera bertindak dengan sigap. Gaya serangannya berubah total. Yang tadinya berputar dan lebih mengincar tubuh bagian atas, sekarang justru menotok ke bawah. Ia mengincar seluruh tubuh Caraka Candra. Walaupun gaya serangannya berubah, tapi inti dari jurusnya tetap sama. Tetap cepat dan mematikan. Caraka berpikir bahwa langkah yang dia ambil ini merupakan jalan yang terbaik. Namun yang terjadi selanjutnya justru malah sebaliknya, posisinya makin tidak menguntungkan! Ia semakin berada di bawah angin. Setiap saat, ujung tongkat lawan bisa saja mengenai tubuhnya dengan telak. Wutt!!! Kaki pemuda
"Hemm, manusia mana yang sudah berani melakukan hal itu?" Rekannya yang lain ikut bertanya. Ia pun berjalan ke depan seraya diikuti oleh rekan-rekannya yang lain. Tujuh Singa Hutan sudah berdiri sejajar kembali. Mereka semua memandang ke tempat sekelilingnya. Orang-orang itu mencari sedang siapa tahu pelaku yang sudah berani ikut campur.Sayangnya, walaupun sudah cukup lama mencari, tapi hasilnya tetap nihil. Mereka tetap tidak berhasil menemukan pelakunya. Karena sudah tidak kuat menahan rasa marah, akhirnya si Tongkat Dua Jalan kembali mengambil tindakan. Ia menyerang Caraka Candra lagi dengan gerakan dan tenaga yang sama. Namun kejadian seperti sebelumnya kembali terjadi. Sebuah batu kerikil seukuran ibu jari telah menghantam tongkatnya dengan sangat keras. Saking kerasnya, sampai-sampai tongkat pusaka itu hampir terlepas dari genggaman tangannya. "Keparat! Manusia atau setan yang telah berani menggangguku?" Si Tongkat Dua Jalan merasa lebih marah lagi. Sebagai tokoh yang su
Saat itu tengah malam. Hujan turun membasahi bumi dengan lebatnya. Ledakan guntur dan sambaran kilat, terus mewarnai malam tanpa mengenal kata berhenti.Angin malam di tengah hujan berhembus kencang. Menambah rasa dingin yang makin lama makin menjadi. Tanah becek. Genangan air tampak di sana sini. Keadaan sepi sunyi. Kecuali pepohonan, rasanya tidak ada makhluk hidup lain yang terlihat oleh pandangan mata. Pada saat-saat seperti ini, seolah-olah di muka bumi sudah tidak ada lagi kehidupan. Jangankan manusia, bahkan seekor binatang liar pun tidak terlihat batang hidungnya. Lewat setengah jam, hujan mulai mereda. Tapi sambaran kilat masih terus menyambar-nyambar. Keadaan masih mencekam. Sepi. Sunyi. Tiba-tiba, dari balik kegelapan terlihat ada manusia yang berjalan seorang diri. Semakin lama, bentuk tubuhnya makin terlihat jelas. Ternyata dia seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun. Pemuda itu mengenakan pakaian hitam. Wajahnya sangat tampan. Kedua matanya jeli dengan alis
Betapa terkejutnya si Naga Hitam Dari Selatan itu ketika dia menyaksikan adanya puluhan orang berpakaian merah. Semerah darah. Orang-orang tersebut berdiri dengan tegak. Wajahnya sangat sangar melambangkan kebengisan. Sorot matanya memancar dengan tajam. Seperti layaknya mata pedang. Ketua Adiyaksa mencoba menenangkan dirinya. Dia mulai melihat ke tempat sekeliling Perguruan Naga Langit. Dan orang tua itu lebih terkejut saat dia menyadari bahwa para penjaga perguruan ternyata sudah tewas. Malah ada pula beberapa puluh murid yang juga sudah meregang nyawanya. Waktu terus berjalan. Entah sejak kapan, tahu-tahu di halaman itu sudah semakin banyak orang-orang yang mengenakan pakaian serba merah darah. Mereka semua mempunyai penampilan yang serupa benar. Terutama sekali dari warna pakaian dan senjata mereka. Warna pakaian merah. Senjata juga berupa golok bersarung merah. Siapa mereka? Kenapa orang-orang itu membantai Perguruan Naga Langit? Ketua Adiyaksa mencoba untuk tetap tenang. M
Suara dentingan nyaring ketika berbagai senjata beradu, terus terdengar memecahkan keheningan malam. Teriakan anggota Perkumpulan Iblis Merah dan murid Perguruan Naga Langit, menyatu dalam satu suara. Teriakan, lolongan panjang seperti sergala, bentakan dan geraman terus terdengar mengiringi nyaringnya benda keras beradu. Pertempuran di malam bulan purnama itu sangat sengit. Kedua belah pihak tidak ada yang mau kalah. Masing-masing terus berjuang untuk mempertahankan pihaknya sendiri. Beberapa waktu telah berlalu. Pertempuran yang sangat menegangkan itu telah berakhir. Pihak Perguruan Naga Putih kalah telak. Puluhan murid mereka tidak ada yang selamat. Walaupun sampai kini masih ada yang bernafas, namun dapat dipastikan bahwa mereka tidak sanggup menjalani hidup lagi. Para murid itu akan mati! Pasti! Sebab kondisinya sungguh mengenaskan. Darah menggenangi seluruh tubuhnya. Berbagai macam luka akibat sayatan dan tusukan, terlukis dengan sangat jelas. Bau anyir darah menyebar luas