Share

Dewa perang jadi Pengawal Pribadi CEO
Dewa perang jadi Pengawal Pribadi CEO
Author: Bukan Keinginanku

Bab 1 Kembalinya Sang Jagoan

“Xavier Morris, kamu ini terlalu durhaka deh?”

“Sudah lima tahun sejak kamu pergi, kamu bahkan tidak menelepon kedua orang tuamu!”

“Aku bisa memahami, kalau kamu sibuk bekerja.”

“Tapi sekarang, orang tuamu ditindas, kamu juga tidak kembali?”

“Kamu tahu, tidak? Orang tuamu akan segera meninggal?”

“Di lubuk hatimu, apa kamu masih ingat kedua orang tuamu? Apakah kamu ini masih manusiawi?”

Xavier tiba-tiba menerima panggilan ini, orang yang ada di telepon itu sangat kasar, memarahinya tanpa ampun, membuat Xavier tidak bisa berkata-kata.

Baru saja dia hendak menjelaskan dan bertanya lebih jauh, dia sudah mendengar nada panggilan sibuk “Tutt, tutt, tutt” dari telepon.

"Humm?"

Xavier tertegun sejenak dan mencoba menelepon kembali, tetapi panggilan itu tidak tersambung.

Hal ini membuat Xavier semakin merasa tidak nyaman.

"Syuut!"

Dia berdiri dari kursinya, badannya memancarkan aura pembunuhan yang sangat kuat.

"Cepat! Periksa! Apa yang sedang terjadi pada orang tuaku!"

Dia meraung dengan suara serak.

Keempat pengawal yang berdiri di sampingnya, mengguncang tubuh mereka dan segera berlari keluar.

“Cepat Periksa! Apa yang terjadi dengan kedua orang tua Panglima!”

Mereka berteriak dan berlari menuju area intelijen.

Sepuluh menit kemudian, mereka kembali ke ruangan tempat Panglima Xavier berada dan berkata dengan penuh hormat, "Lapor, Panglima! Kami sudah menyelidikinya."

"Katakan!"

Xavier tidak berbalik, tetapi menatap peta yang tergantung di dinding.

Salah seorang anggota pengawal itu tampak ragu-ragu, "Anda ... Anda ...."

Setelah mengucapkan dua kali, anggota pengawal itu tidak sanggup mengucapkan apa-apa lagi.

Xavier menyadari sesuatu yang aneh, tiba-tiba berbalik dan mendesaknya, "Apa yang sebenarnya terjadi!"

Para anggota pengawal itu pun berdiri tegak dan berkata dengan gigi terkatup, "Orang tuamu telah dibuli oleh Bandit Kamillo selama tiga tahun. Sepuluh jam yang lalu, mereka diculik oleh Bandit Kamillo untuk memaksa pasangan renta itu menandatangani perjanjian penjualan rumah."

Xavier membeku saat mendengar ini.

“Orang tuaku dibuli selama tiga tahun?”

“Orang tuaku dipaksa menjual rumah?”

Para anggota pengawal juga sangat marah, mereka mengangguk dan berkata, "Ya!"

"Namun, Panglima, Anda tidak perlu khawatir. Kami telah mengirimkan tim aksi. Dalam lima jam, mereka akan tiba di Kota Merkuri dan membunuh bandit itu."

Xavier melambaikan tangannya dan berkata, "Tidak perlu, aku sendiri yang akan kembali ke Kota Merkuri!"

Lima menit kemudian, sebuah helikopter parkir di luar.

Xavier menaiki helikopter tanpa ragu-ragu dan segera memerintahkan, "Ayo, berangkat!"

Helikopter itu naik dan menuju Kota Merkuri.

Meskipun helikopternya sangat cepat, Xavier tidak bisa menahan diri untuk tidak mendesak sang pilot, "Cepat! Bisakah kamu melaju lebih cepat lagi?"

Dia ingin kembali ke Kota Merkuri dan kembali ke sisi kedua orang tuanya secepat mungkin.

Pada saat yang sama, dia merasa sangat, sangat bersalah.

Dia berkata dalam hatinya, ‘Ayah ... Ibu, anakmu ini tidak berbakti. Anakmu pasti akan kembali ke sisi kalian secepatnya. Anakmu ini tidak akan pernah membiarkan siapa pun mengganggumu lagi!"

Kemudian, Xavier tenggelam dalam ingatannya.

Lima tahun lalu, dia dijebak, otot kakinya diputuskan dan dia juga dijebloskan ke penjara di bawah laut. Dia pikir dia akan menghabiskan sisa hidupnya di penjara ini.

Namun tanpa disangka, seorang pria tua misterius tidak hanya menyembuhkan otot kakinya yang putus, tetapi juga mengajarinya ilmu bela diri.

Setelah dia menguasainya, dia pun diasingkan ke Pluno dan memintanya untuk membuat sumpah janji selama lima tahun.

Selama lima tahun, dia akan bertugas di Pluno dan tidak diizinkan meninggalkan tempat atau menghubungi siapa pun.

Dengan tak berdaya, Xavier hanya bisa meminta seseorang untuk mengirimkan pesan pada kedua orang tuanya, bahwa dia sedang menjalankan misi dan tidak bisa menghubungi mereka. Meminta mereka untuk tidak mencemaskan dirinya.

Saat itu, Pluno sedang dilanda perang, jadi dia mendaftarkan diri menjadi tentara. Butuh waktu tiga tahun baginya untuk naik pangkat dari seorang prajurit menjadi seorang panglima besar.

Tiga tahun lalu, pihak musuh mengumpulkan tiga puluh enam batalion pasukan dan jutaan serdadu untuk menyerang Pluno.

Xavier memimpin pasukan untuk bertahan melawan musuh, dia sendirian yang membalikkan keadaan perang, memenggal tiga puluh enam pemimpin batalion dan menakuti jutaan pasukan musuh hingga mereka mundur.

Dalam pertempuran ini, Xavier menjadi terkenal dan menorehkan prestasi besar, dia pun dinobatkan sebagai Panglima Besar Pluno dan dianugerahi Medali Negarawan Terbaik Tiada Tara.

Butuh waktu dua tahun baginya untuk memimpin pasukannya sendiri untuk menaklukkan dan menyatukan tiga puluh enam negara kepulauan di sekitar Pluno dan merebut kembali 30.000 mil wilayah kedaulatan yang sempat hilang karena dijajah musuh!

Hingga sekarang ini, waktu lima tahun pun telah berlalu.

Sebenarnya Xavier ingin pulang secepatnya, tetapi selama ini selalu berhalangan dengan berbagai rutinitas kesibukannya sehari-hari.

Namun tidak disangka, ponselnya yang sudah berdebu tebal karena sudah lama tidak disentuhnya itu, begitu dinyalakan langsung menerima panggilan seperti itu.

Hal ini membuat hatinya tidak tenang.

Membuat Xavier terus menyalahkan dirinya sendiri.

Saat memikirkan hal ini, sang jagoan bertubuh sekeras baja itu malah menitikkan air mata.

Pada saat yang sama.

Di kota Merkuri.

Di sebuah lokasi konstruksi yang mangkrak.

Tangan ibu Xavier, Elena Bryant diikat dan digantung di tiang.

Sekujur tubuhnya berlumuran darah dan tampak jelas kalau dia telah dicambuk.

Seorang pria berkepala botak dan memakai kalung emas, berdiri di samping Elena dan berkata dengan kejam, "Kamu sudah pertimbangkan, ‘kan? Kontrak ini, kamu tanda tangani atau tidak?"

Elena tidak berkata apa-apa.

Hal ini membuat si kepala botak marah.

Dia menendang Elena, mendengkus dan berkata, "Tidak mau ngomong? Baiklah! Kita lihat saja, seberapa keras tulangmu!"

Kemudian, dia berbalik dan berkata pada puluhan anak buah di sampingnya, "Pukul sampai dia mau tanda tangan!"

"Baik!"

Puluhan pemuda itu pun bersama-sama mengeroyok Elena, mereka meninju dan menendang Elena tanpa ampun!

Elena mengerang kesakitan.

Namun, dia tidak memohon belas kasihan.

Membiarkan kepalan tangan sebesar mangkuk itu menghantam tubuhnya.

Lambat laun, kesadaran Elena menjadi hilang.

Dalam keadaan setengah sadar, dia melihat putranya. Elena melihat putranya kembali.

Dia berkata sesekali, "Rumah ini untuk anakku. Tidak mungkin menjualnya!"

Ketika mendengar ucapan ini, pria botak itu pun tertawa dengan arogan.

“Haha … rumah buat anakmu?”

"Elena, berhentilah bermimpi? Anakmu tidak mungkin kembali! Lima tahun telah berlalu, mungkin dia juga sudah mati deh?"

“Kalaupun anakmu kembali, lantas dia bisa apa?”

“Hutang tetap harus dibayar, ini adalah hal yang wajar, hari ini kamu harus bayar hutangmu, atau menandatangani kontrak ini.”

"Kalau tidak, jangan salahkan aku, kalau aku bersikap kasar padamu!"

Ketika Elena mendengar ini, dia sangat terkejut dan segera berkata, "Tidak! Tidak mungkin! Putraku belum mati! Putraku sedang menjalankan misi! Dia akan segera kembali! Dia pasti akan kembali!"

Saat Elena berbicara, air mata pun mengalir di wajahnya.

Dia sangat merindukan putranya.

Kalau saja putranya berada di rumah, apakah mereka masih berani menindas pasangan tua ini?

Pria botak yang memakai kalung emas itu jelas sudah kehilangan kesabarannya.

Dia menatap Elena dan berkata dengan sengit, "Kalau anakmu kembali, memangnya dia bisa apa? Dia hanya sampah tak berguna!"

Kemudian, dia berkata pada selusin anak laki-laki itu lagi, "Bawalah anjing-anjing galak itu kemari."

"Baik!"

Para pemuda itu dengan cepat membawa masuk tiga ekor anjing galak.

Ketiga anjing itu tampak sangat galak, menampakan deretan gigi yang menakutkan dan menggonggong ke arah Elena.

Elena sangat ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetaran.

Melihat adegan ini, pria botak itu menunjukkan senyuman yang kejam, "Elena, aku akan memberimu satu kesempatan terakhir. Jika kamu menandatangani, semuanya akan mudah dibicarakan. Jika tidak, hehe ...."

Elena berjuang untuk meronta mati-matian, tetapi dengan tangan terikat dan tergantung di udara, mana mungkin dia bisa bersembunyi?

Walau demikian, dia tetap tidak setuju untuk menandatangani penjualan rumah tersebut.

Dalam hatinya, rumah itu sudah seperti nyawanya, dia tinggalkan rumah itu untuk putranya, untuk dipakai saat sang putra kembali dan menikah. Bahkan jika dia meninggal pun, dia tetap tidak akan menjual rumah itu.

Pria botak yang memakai kalung emas itu akhirnya kehilangan kesabaran.

Dia menunjuk Elena dan berteriak dengan marah, "Baiklah, kamu tidak mau menandatanganinya, ‘kan? Oke!"

Kemudian, dia menoleh ke arah anak buahnya dan berteriak, “Lepaskan anjing galak itu. Biarkan dia digigit sampai mati!”

“Baik, Kak Kamillo!” jawab para pemuda itu sambil melepaskan tali di tangan mereka dan ketiga anjing galak itu bergegas berlari menuju ke arah Elena.

Elena sangat ketakutan hingga sekujur tubuhnya gemetar, dia memejamkan matanya.

“Xavier, ibu … sekarat, mungkin akan segera menemui ajal, kelak kamu tidak bisa makan masakan ibu lagi.”

“Ibu sangat merindukanmu! Lima tahun telah berlalu, kapan kamu akan kembali!”

Saat ini, deru suara helikopter terdengar dari udara.

"Dung dung dung ...!"

Suara helikopter terdengar keras, baling-balingnya berputar-putar di udara, membuat semua orang membungkukkan badan. Bahkan ketiga anjing galak itu pun tertiup angina dan terbang ke samping dan tidak berani menyalak sedikitpun.

Pada saat ini, pintu helikopter terbuka dan sesosok tubuh yang kuat, melompat turun dari sana.

"Dung!"

Dia mendarat dengan kokoh di tanah, matanya semerah darah dan tubuhnya memancarkan aura pembunuh yang mengerikan.

"Siapa?"

“Siapa yang telah memukuli ibuku?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status