Di dapur kecil, Niuniu sibuk mencuci sayuran liar yang mereka kumpulkan dari hutan sehari sebelumnya.
Di sudut lain, Zhao Xueyan sedang mengasah pisau dengan perlahan, mencoba memulihkan kebiasaan sehari-hari setelah luka cambuknya mulai sembuh. “Niuniu, biar aku yang memotong sayuran itu,” kata Zhao Xueyan dengan nada tegas. Niuniu menoleh, menggelengkan kepala. “Nona Zhao, Anda tidak perlu repot. Luka Anda masih baru sembuh. Biar saya saja yang—” Ucapan Niuniu terhenti saat Zhao Xueyan menatapnya datar. “Aku sudah cukup duduk diam. Jangan khawatir, aku tahu apa yang kulakukan,” ujar Zhao Xueyan memotong perkataan Niuniu. Niuniu terdiam sejenak, lalu menyerahkan seikat sayuran ke tangan majikannya. “Baiklah, tapi kalau tangan Anda terasa sakit, langsung berhenti.” Zhao Xueyan tersenyum samar dan mulai memotong sayuran itu dengan hati-hati. Zhao Xueyan tengah memotong sayuran, tanpa sengaja pisau yang tajam itu menggores jari telunjuknya. Darah segar mengalir dari lukanya dan menetes tepat ke gelang giok hijau pucat yang melingkar di pergelangan tangannya. Tiba-tiba, cahaya hijau terang memancar dari gelang itu, membuat ruangan kecil itu bersinar dengan intensitas luar biasa. Zhao Xueyan merasa tubuhnya tertarik oleh kekuatan tak terlihat, dan sebelum sempat berkata apa-apa, dia menghilang. “Nona Zhao! Anda ke mana?!” seru Niuniu panik, tetapi Zhao Xueyan sudah lenyap dari pandangannya. Saat Zhao Xueyan membuka matanya, dia mendapati dirinya berada di sebuah tempat yang sangat berbeda. Tanah yang subur membentang luas dengan tanaman aneh yang bercahaya lembut. Di kejauhan, ada aliran sungai yang berkilauan seperti kristal, dan udara di sekitarnya terasa sangat murni. “Di mana aku?” gumam Zhao Xueyan, matanya mengamati keindahan di sekitarnya. Tidak jauh darinya, sebuah bangunan besar berdiri megah. Mansion mewah dengan arsitektur elegan seperti perpaduan desain kuno dan modern. Di depannya, sebuah papan batu berdiri dengan tulisan bercahaya. “Selamat datang, pewaris gelang giok. Ini adalah dimensi yang diwariskan oleh leluhur keluarga Zhao.” Suara lembut bergema di udara, mengejutkan Zhao Xueyan. Gadis itu mencari sumber suara, tetapi dia tak melihat siapapun. “Dimensi? Gelang ini punya ruang seperti ini?” tanya Zhao Xueyan dengan takjub, melangkah mendekati papan batu itu. “Benar. Tempat ini adalah ruang pribadi untuk melindungi pewaris keluarga Zhao. Semua yang Anda butuhkan untuk hidup ada di sini,” jawab suara itu lagi. Zhao Xueyan menghela napas panjang, mencoba mencerna semua ini. “Jadi … apa saja yang ada di sini?” “Di dalam dimensi ini, terdapat ladang tanaman langka seperti akar Tian Lu, bunga Qi Bai, dan tanaman Lingxue. Ada juga air spiritual tingkat tinggi di sungai yang dapat menyembuhkan luka dan memperpanjang usia. Selain itu, mansion ini berisi peralatan medis modern, supermarket lengkap dengan bahan makanan, senjata spiritual, dan … kekayaan keluarga Zhao dalam bentuk koin emas.” Penjaga ruang dimensi menjelaskan dengan panjang lebar, membuat Zhao Xueyan terkejut. Mata Zhao Xueyan membesar. “Supermarket? Peralatan medis? Dan koin emas? Ini … seperti kombinasi dunia modern dan kuno.” Dengan penuh rasa ingin tahu, Zhao Xueyan melangkah masuk ke mansion itu. Dia disambut oleh ruangan yang luar biasa mewah, dengan perabotan kayu berukir indah dan dinding yang dihiasi lukisan kuno. Tapi yang membuatnya terpana adalah ruang medis di salah satu sudut mansion. Peralatan kedokteran modern seperti mesin MRI, mikroskop, dan berbagai instrumen bedah tersusun rapi. Di rak-rak kaca, tersimpan obat-obatan yang lengkap, seperti di laboratorium terbaik di zaman modern. “Aku bisa menggunakan semua ini,” kata Zhao Xueyan pelan, senyuman mulai muncul di wajahnya. “Dengan semua ini, aku tidak hanya bisa bertahan hidup, tetapi juga mengubah nasibku.” Di sudut lain mansion, dia menemukan sebuah ruang penyimpanan penuh dengan koin emas dan batu permata. Jumlahnya tak terhitung, bersinar terang di bawah cahaya lampu kristal. Zhao Xueyan tersenyum puas, merasa menemukan harapan baru. Tiba-tiba, suara itu kembali berbicara. “Semua ini milikmu, Zhao Xueyan. Gunakan dengan bijak. Gelang giok ini akan membantumu menghadapi tantangan apa pun di dunia luar.” Zhao Xueyan mengangguk pelan. “Aku akan memanfaatkannya sebaik mungkin. Ini adalah kesempatan kedua yang tak ternilai harganya.” Zhao Xueyan bertekad untuk memanfaatkan sebaik mungkin harta yang ada disini.Fajar belum sepenuhnya menyingsing, langit masih menggantungkan semburat biru gelap dan oranye pucat. Angin pagi berhembus lembut namun membawa hawa tegang dari persiapan perang. Derap kaki pasukan elit kekaisaran Tianyang terdengar mantap di pelataran luar gerbang utama. Armor-armor berkilau, panji-panji berkibar, dan beast tunggangan menggeram lirih, seakan ikut merasakan aroma pertempuran yang sudah di ambang waktu.Di tengah pasukan itu, Kaisar Tian Ming berdiri gagah dengan zirah emasnya. Namun matanya hanya tertuju pada satu sosok yaitu Zhao Xueyan, istrinya, yang berdiri di dekat gerbang dengan wajah menahan."Xueyan .…" ucapnya pelan sambil menggenggam tangan istrinya yang dingin."Aku baik-baik saja," jawab Zhao Xueyan singkat, namun jelas nada suaranya bergetar. "Aku hanya, tak menyangka hari perpisahan kita datang secepat ini."Kaisar Tian Ming tersenyum lembut. "Bukan perpisahan. Hanya jeda, aku akan kembali. Kau akan melihatku berdiri di sini lagi, dengan kemenangan."Zh
Langit senja di Benua Yunzhu berwarna kemerahan, seakan menyambut datangnya badai. Suara gemuruh dari kaki-kaki monster buas mengguncang tanah. Pasukan elit Kekaisaran Zhengtang muncul di balik awan debu, menunggangi beast monster masing-masing seperti macan bermata tiga, burung baja bersisik, hingga kuda api yang menghembuskan napas panas dari lubang hidungnya.Di barisan terdepan, berdiri tegak seorang pria berjubah ungu gelap, dengan helm perang di kepalanya, Kaisar Zheng Yu. Sorot matanya tajam menatap ke depan. Di hadapan mereka terbentang gerbang kokoh timur Benua Yunzhu, dijaga dua gunung tinggi yang menjulang seperti sepasang penjaga raksasa.Seorang jenderal muda mendekat, menunduk hormat. "Yang Mulia, kita telah mencapai titik perkemahan yang strategis. Lembah di antara dua gunung ini cukup tersembunyi, dan dekat dengan perbatasan Kekaisaran Tianyang."Kaisar Zheng Yu menoleh sekilas, lalu memandang ke lembah yang dimaksud. Angin berembus kencang, membawa aroma tanah basah d
Di Paviliun Barat yang sejuk dan megah, Ibu Suri Gao duduk anggun di bawah naungan tirai sutra tipis. Di hadapannya, cawan teh melati menguarkan aroma halus. Matanya tajam menatap ke luar, seolah menunggu sesuatu. Tak lama kemudian, langkah kaki cepat terdengar mendekat. Seorang prajurit berseragam gelap membungkuk dalam di depan pintu. "Masuk," ucap Ibu Suri tanpa menoleh. Prajurit itu melangkah masuk dan kembali membungkuk dengan hormat. "Hamba menghadap, Yang Mulia." Ibu Suri meletakkan cangkir tehnya dan menoleh dengan dingin. “Bagaimana hasil penyelidikanmu?” Dengan suara rendah dan hati-hati, prajurit itu menjawab, “Yang Mulia Kaisar Tian Ming sedang mempersiapkan pasukan dalam diam. Karena Yang Mulia Kaisar akan berperang.” Alis Ibu Suri langsung berkerut. “Persiapan perang?” tanyanya tajam. “Benar, Yang Mulia,” sahut sang prajurit. “Kami mendapat laporan bahwa Kekaisaran Zhengtang akan menyerang Kekaisaran Tianyang.” Ibu Suri Gao berdiri dari duduknya dengan cepat. Tata
Mentari pagi menyinari halaman istana dengan lembut, menyusup lewat jendela-jendela besar yang menghadap ke taman bunga. Suasana di ruang makan keluarga kekaisaran tampak hangat. Aroma teh melati dan hidangan sarapan khas kekaisaran memenuhi udara. Di meja utama, Kaisar Tian Ming duduk berdampingan dengan Permaisuri Zhao Xueyan, sementara Jenderal Zhao Yun dan istrinya, Nyonya Bing Qing, duduk di sisi lainnya. Ibu Suri Gao berada di ujung meja, menyendok bubur tanpa bersuara.Kaisar Tian Ming menatap ke arah ayah mertuanya. “Ayah mertua,” panggilnya pelan namun tegas.Jenderal Zhao Yun mengangkat kepalanya, menatap sang kaisar penuh wibawa. “Ada yang ingin dibicarakan, Yang Mulia?”Kaisar Tian Ming mengangguk. “Ayo kita bicara di ruang kerja,” ujar Tian Ming seraya bangkit.Jenderal Zhao Yun mengangguk tenang, lalu menyeka mulut dengan sapu tangan sebelum ikut berdiri. “Baiklah.”Keduanya berjalan meninggalkan ruang makan dengan langkah mantap. Ibu Suri Gao yang melihat itu mengernyit
Langkah ringan terdengar mendekat, disusul oleh suara pintu yang terbuka perlahan.Kaisar Tian Ming yang baru saja memerintahkan dua tangan kanannya untuk mempersiapkan pasukan, segera menoleh tajam. Namun, begitu melihat siapa yang berdiri di ambang pintu, sorot matanya langsung berubah dari bengis menjadi hangat.“Sayang?” Suaranya melunak. “Ada apa kau datang ke sini malam-malam begini?”Zhao Xueyan berdiri dengan gaun tidur merah marun yang lembut, rambut panjangnya digelung ringan, beberapa helai terurai di bahu. Wajahnya serius, matanya menatap langsung ke arah sang suami.“Apa yang terjadi, Tian Ming?” tanyanya pelan, tapi tegas.Tian Ming berdiri dan melangkah mendekat. “Tak ada apa-apa. Hanya urusan kekaisaran. Tak perlu kau khawatirkan, sayang.”Zhao Xueyan mendengus kecil, lalu bersedekap. “Aku tidak suka dibohongi. Jika kau berani menyembunyikan sesuatu dariku.” Ia berhenti sejenak, matanya menyipit. “Silakan tidur di luar mulai malam ini.”Wajah Tian Ming seketika membeku
Pintu Paviliun Naga terbuka dengan suara berderit pelan. Cahaya dari dalam memancar, menyoroti sosok Kaisar Tian Ming yang berdiri tegap dengan wajah sangat dingin. Jubah malamnya berkibar ringan tertiup angin malam. Pandangannya tajam menusuk langsung ke arah Wu Liang yang berdiri di depan pintu bersama seorang penjaga.Wu Liang, yang biasanya tenang, kini terlihat kaku. Ia meneguk ludahnya dengan gugup, matanya sedikit melirik ke dalam paviliun sebelum cepat-cepat menunduk.“Maafkan hamba, Yang Mulia .…” gumam Wu Liangi. “Sepertinya hamba benar-benar mengganggu saat yang ... tidak tepat,” cicitnya merasa takut. Kaisar Tian Ming menyipitkan mata, suaranya dingin dan penuh tekanan.“Jika ini bukan sesuatu yang sangat penting, Wu Liang … aku tidak akan ragu menghukummu karena telah mengganggu malam keduaku bersama permaisuriku.”Wu Liang membungkuk dalam-dalam. “Ampuni hamba, Yang Mulia … ini … ini gulungan dari Kekaisaran Zhengtang. Disegel langsung oleh mata-mata elit kita yang bera