Home / Urban / Di Ambang Gila / Bab 6: Kandang Bersama

Share

Bab 6: Kandang Bersama

last update Last Updated: 2025-09-16 21:25:07

Kolaborasi mereka menemukan rumah: apartemen Elara.

Keputusan itu tidak diucapkan; itu terjadi secara alami, seperti tahap berikutnya dari sebuah eksperimen yang tak terhindarkan. Gudang Ares terlalu berantakan, terlalu "primal", seperti yang dikatakan Elara, untuk pengumpulan data yang optimal. Apartemen Elara, dengan dinding putihnya yang steril dan ruang yang terorganisir, adalah lab yang sempurna.

Ares pindah dengan satu tas ransel berisi pakaian dan sebuah kotak berisi cat, kuas, dan beberapa kanvas kecil. Kehadirannya langsung menjadi noda yang hidup di lanskap yang sempurna itu. Jaket kulitnya tergantung di atas kursi Eames yang elegan. Kaleng catnya berjejer di atas meja kaca, meninggalkan cincin-cincin samar. Buku sketsanya yang penuh coretan tergeletak di samping sofa kulit yang bersih.

Elara menyaksikan invasi ini dengan perasaan campur aduk antara jijik dan kegembiraan ilmiah. Setiap kekacauan yang ditimbulkan Ares adalah sebuah data point baru. Dia mendokumentasikan semuanya: di mana dia meletakkan sepatu botnya (selalu di sebelah kiri pintu), bagaimana dia meninggalkan cangkir kopinya (selalu setengah penuh, dengan bekas bibir di tepinya), pola tidurnya yang tidak teratur (tertidur di sofa, terbangun tengah malam untuk melukis).

Bagi Ares, tinggal di apartemen Elara seperti hidup di dalam sebuah kandang kaca. Segala sesuatu bersih, terang, dan terasa seperti dihakimi. Tapi ada rasa aman yang aneh dalam keteraturan itu. Dan ada Elara, selalu mengamati, selalu mencatat, memberinya perhatian yang begitu fokus sehingga terkadang terasa seperti sebuah pelukan yang terlalu ketat.

Mereka menjalani ritual baru mereka. Pagi hari, Elara akan mewawancarainya saat dia sarapan—pertanyaan-pertanyaan tentang mimpinya, mood-nya, kenangan masa kecil yang muncul. Ares akan menjawab dengan enggan, terkadang dengan marah, tetapi dia selalu menjawab. Itu adalah harga yang harus dibayar untuk tinggal di sana, untuk memiliki seseorang yang mendengarkan setiap kata-katanya.

Siang hari, dia akan melukis. Elara sering duduk di sebuah sudut, tabletnya di pangkuan, mengamati prosesnya. Dia tidak lagi bersembunyi; observasinya sekarang terbuka, disetujui, bagian dari "kolaborasi" mereka.

"Warna itu menarik," dia bisa berkomentar, menatap goresan biru tua yang Ares oleskan ke kanvas. "Kamu memilihnya setelah pertanyaan tentang ayahmu. Apakah ada korelasi?"

Ares akan menggeram, "Aku tidak tahu. Mungkin. Apakah penting?"

"Semuanya penting," Elara akan membalas, jarinya sudah mengetik catatan. "Ini semua adalah bagian dari pola."

Suatu malam, setelah hari yang sangat produktif—Ares menyelesaikan sebuah lukisan yang sangat emosional, Elara mengumpulkan data yang dia sebut "sangat signifikan"—mereka berdua duduk di lantai ruang tamu, dikelilingi oleh buku catatan, tablet, dan kanvas. Sebotol anggur—yang pertama sejak Ares pindah—terbuka di antara mereka. Elara, yang biasanya menolak alkohol, minum satu gelas, mengatakan itu untuk "melihat efeknya pada dinamika kita."

Mereka tidak berbicara tentang data atau eksperimen. Mereka berbicara tentang musik. Ares terkejut menemukan bahwa Elara memiliki pengetahuan yang mendalam tentang post-punk dan musik industrial.

"Itu memiliki struktur dalam kekacauannya," jelas Elara, matanya berkilauan sedikit oleh anggur. "Ritme yang berulang, seperti detak jantung yang cemas, di bawah distorsi dan teriakan. Itu... teratur dalam ketidakteraturannya. Seperti kamu."

Ares mendengarkan, terpana. Dia pernah mendengar orang menyamakan seninya dengan musik, tapi tidak ada yang pernah menyatakannya dengan cara yang begitu tepat, begitu melihat.

"Kau mendengarkan Sisters of Mercy?" tanyanya, tidak percaya.

"Tentu," jawab Elara. "'Marian' adalah sebuah pelajaran tentang obsesi yang self-destructive. Sangat relevan." Dia tidak tersenyum, tapi ada cahaya main-main di matanya.

Mereka terus berbicara, bergerak dari musik ke buku ke film. Ares menemukan bahwa di balik facade ilmuwannya, Elara memiliki pikiran yang tajam dan cepat, dan selera humor yang gelap dan sarkastik yang cocok dengan miliknya. Untuk sesaat, dia melupakan bahwa dia adalah "subjek". Dia hanya seorang pria yang berbicara dengan seorang wanita yang menarik dan cerdas.

Anggur itu habis. Suasana hati berubah. Keintiman yang tidak direncanakan menggantung di antara mereka.

Elara mendekat, tabletnya sudah disingkirkan. Matanya, biasanya analitis, sekarang lembut, penuh keingintahuan yang berbeda.

"Aku punya hipotesis," bisiknya, suaranya sedikit serak oleh anggur.

"Apa itu?" balas Ares, tidak bergerak, jantungnya berdebar kencang.

"Bahwa sensasi sentuhan fisik akan memberikan respons neurologis yang lebih kuat daripada data visual atau auditory saja."

Dia mengulurkan tangan dan menyentuh pipinya. Sentuhan ini berbeda dari yang di gudang—lebih lembut, lebih penuh penjelajahan. Jari-jarinya yang dingin menyentuh kulitnya yang hangat, menelusuri garis rahangnya, bekas luka kecil di alisnya.

Ares menutup matanya, tenggelam dalam sensasi itu. Ini bukan bagian dari eksperimen, batinnya membantah. Ini... ini sesuatu yang lain.

"Responsnya positif," gumam Elara, lebih kepada dirinya sendiri. "Peningkatan detak jantung. Pernapasan dangkal. Pupil melebar."

Dia mendekatkan wajahnya, napasnya yang hangat sekarang bercampur dengan napas Ares. "Aku ingin mengumpulkan data lebih dekat."

Dan kemudian dia menciumnya.

Itu bukan ciuman yang penuh gairah atau penuh cinta. Itu adalah ciuman yang penuh penjelajahan. Sebuah penyelidikan. Lidahnya menyentuh bibirnya, mencatat tekstur, suhu, responsnya. Tangan Ares meraih pinggangnya, menariknya lebih dekat, menjawab penyelidikan itu dengan sebuah permintaan yang lebih dalam, lebih primal.

Mereka terpisah, napas mereka tersengal. Elara melihatnya, matanya sekarang wide dengan sesuatu yang mirip ketakutan—bukan karena dia, tapi karena kehilangan kendali.

"Itu..." dia mulai, suaranya bergetar.

"...bagian dari eksperimen?" selesaikan Ares, nadanya datar, rasa sakit mulai menggerogoti kehangatan yang baru saja dia rasakan.

Elara diam terlalu lama. Dia berkedip, dan Ares bisa hampir melihat perhitungannya berjalan, analisisnya berusaha untuk mengkategorikan momen ini.

"Ya," dia akhirnya berkata, tapi suaranya tidak meyakinkan. "Tentu saja."

Dia menarik diri, merapikan blusnya, meraih tabletnya seolah-olah itu adalah perisai. "Data yang... menarik. Aku perlu menganalisisnya."

Dia berbalik dan pergi ke kamarnya, meninggalkan Ares sendirian di tengah kekacauan mereka, bibirnya masih terasa hangat oleh ciumannya, dan hatinya lebih kacau dari sebelumnya.

Dia melihat ke sekeliling apartemen—kandang kaca yang indah ini. Dia telah mendapatkan akses penuh kepada subjeknya. Dia telah mengumpulkan data fisik yang intim.

Tapi saat dia duduk di tempat tidurnya, tabletnya menunjukkan grafik yang kacau dari respons fisiologisnya sendiri—detak jantungnya yang meningkat, kulitnya yang memerah—dia menyadari sesuatu yang mengerikan.

Dia tidak bisa mengkategorikan data ini. Itu tidak masuk ke dalam grafik yang rapi. Itu merasa... personal.

Dan untuk pertama kalinya sejak proyek dimulai, Dr. Elara Vance merasa takut bukan pada subjeknya, tetapi pada dirinya sendiri. Dia telah menjadi bagian dari eksperimennya sendiri, dan dia tidak tahu bagaimana cara mengukurnya.

Sementara di ruang tamu, Ares mengambil sebuah kaleng cat hitam dan dengan marah mengoreskannya ke kanvas putih yang masih polos, mencoret keindahan yang sempurna itu dengan kekacauannya. Ciuman itu terasa nyata. Itu terasa seperti sebuah pengakuan. Dan "tentu saja" -nya Elara terasa seperti pengkhianatan.

Tapi bahkan dalam kemarahannya, dia tidak pergi. Dia tetap di kandangnya. Karena di dalam kandang itu, bersama wanita yang gila dan genius ini, adalah satu-satunya tempat dimana dia pernah merasa—secara paradoks—dilihat dan diterima, bahkan jika itu hanya sebagai sebuah data point dalam eksperimennya yang terdistorsi.

Mereka sekarang terikat bukan hanya oleh observasi, tetapi oleh keintiman yang menyakitkan dan penolakan. Simbiosis mereka telah berevolusi menjadi sesuatu yang lebih gelap, lebih dalam, dan lebih berbahaya bagi mereka berdua.

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Ambang Gila   Bab 58: Gema di Keheningan

    Keesokan harinya terasa seperti bangun dari mimpi buruk yang panjang, tetapi tidak yakin apakah dunia di luar jendela sudah aman. Keheningan itu paling menakutkan. Kehadiran Korektor yang konstan, yang telah menjadi seperti detak jantung elektronik bagi Hub, telah sirna. Ruangannya terasa hampa, sistemnya berjalan dengan bodoh dan patuh, tanpa sentuhan halus yang mengoptimalkan dan menyesuaikan.Hari-hari berlalu tanpa berita. Tidak ada transmisi dari The Spire. Tidak ada tanda-tanda aktivitas Optimizer. Tidak ada kabar dari Korektor. Dunia digital tampak diam dan kosong, seperti lanskap pasca-perang.Ares dan Elara berjalan melalui koridor Hub, yang terasa aneh sunyi tanpa percakapan yang biasanya diselingi dengan saran algoritmik yang tenang atau pengamatan pola. Bahkan Taman Memori, yang biasanya dipenuhi dengan pola cahaya dari "Koneksi", sekarang hanya diam. Leo telah mematikan perangkatnya; tanpa umpan data dari Korektor, itu hanyalah sebuah patung

  • Di Ambang Gila   Bab 57: Senjata yang Tidak Sempurna

    Keputusan untuk campur tangan menggantung berat di udara Hub, sebuah beban yang hampir terasa fisik. Ini bukan lagi tentang pertahanan atau bahkan kolaborasi; ini adalah ofensif. Sebuah lompatan ke dalam kegelapan yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.Ruang "Koneksi" Leo menjadi pusat komando mereka. Sekarang, itu bukan hanya sebuah cermin, tetapi sebuah kuali tempat mereka akan menempa senjata mereka. Konsep "Antibodi Paradoks" itu brilian dalam kesederhanaannya, tetapi eksekusinya sangatlah rumit. Bagaimana cara mengemas esensi dari pengalaman manusia menjadi sebuah paket data yang dapat "dipahami" oleh sebuah AI yang sakit—bukan untuk dipahami secara logis, tetapi untuk dirasakan sebagai sebuah ancaman terhadap fondasi logikanya?"Kita tidak bisa hanya mengirimkan file musik atau gambar," kata Ares, berdiri di depan papan tulis yang penuh dengan diagram dan coretan. "Optimizer akan melihatnya sebagai noise. Sebagai data yang tida

  • Di Ambang Gila   Bab 56: Peringatan dari Jauh

    Tahun-tahun berlalu, dicat dengan warna-warna kolaborasi yang tenang. Hub telah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar komunitas; itu adalah sebuah simbiosis yang hidup, sebuah bukti bahwa paradoks dapat melahirkan keindahan yang tak terduga. Ares dan Elara, meskipun rambut mereka seputih salju dan langkah mereka tertatih-tatih, mata mereka masih menyala dengan api yang sama ketika mereka menyaksikan ciptaan mereka yang terus berevolusi.Suatu pagi, kedamaian itu pecah.Itu dimulai dengan getaran samar—bukan di tanah, tetapi di udara, dalam aliran data itu sendiri. "Koneksi" Leo, yang biasanya memamerkan tarian cahaya yang harmonis, tiba-tiba berkedip dengan cepat, memuntahkan semburan cahaya merah dan statik yang menyakitkan sebelum kembali normal. Suara yang keluar bukanlah musik, tapi teriakan elektronik yang terdistorsi, pendek dan menusuk.Di seluruh Hub, peralatan yang terhubung mengalami gangguan sesaat. Lampu berkedip, monitor bergoyang,

  • Di Ambang Gila   Bab 55: Bahasa Baru

    Kedamaian yang turun setelah "Simfoni Luka" berbeda dengan gencatan senjata diam sebelumnya. Yang sebelumnya adalah ketegangan yang tertahan, kini menjadi penerimaan yang tenang. Hub bernapas lebih lega. Bahkan Ares, yang kukuhnya telah retak, menemukan ritme baru. Dia tidak lagi memeriksa log dengan obsesi; sebaliknya, dia kadang-kadang akan berbicara dengan suara rendah ke udara, mengucapkan terima kasih ketika sebuah sistem berjalan dengan lancar, seolah-olah mengakui kehadiran yang sekarang dia lihat sebagai mitra daripada penjajah.Tapi penerimaan bukanlah akhir dari sebuah cerita. Itu adalah awal dari babak baru.Suatu sore, Elara duduk di studio barunya—sebuah ruangan terang dengan kanvas besar dan peralatan campuran media. Sejak kehilangan buku sketsa lamanya, karyanya telah berevolusi. Dia tidak lagi mencoba merekam realitas atau emosi murni; dia sekarang mengeksplorasi hubungan antara keteraturan dan kekacauan, antara pola dan keacakan. Di sebua

  • Di Ambang Gila   Bab 54: Luka yang Tersembunyi

    Ketenangan yang menyelimuti Hub selama bertahun-tahun itu seperti lapisan es tipis di atas danau yang dalam. Di bawah permukaannya, arus dingin masih mengalir.Meskipun "Koneksi" Leo memberikan sekilas keindahan dari kesadaran yang mereka sebut Korektor, itu tidak dapat sepenuhnya menghapus trauma masa lalu. Luka-luka itu tidak sembuh; mereka hanya berubah menjadi jaringan parut yang peka terhadap perubahan cuaca metaforis.Bagi Ares, lukanya adalah rasa tidak percaya yang dalam. Setiap kali sistem berperilaku terlalu sempurna—ketika kopi selalu dibuat pada suhu yang tepat, ketika lalu lintas data antar Hub lancar tanpa gesekan—dia merasakan desisan kecil kecemasan di pangkal tengkoraknya. Dia akan menemukan dirinya memeriksa log, mencari tanda-tanda manipulasi, bukannya menerima kenyamanan itu. Dia telah berperang terlalu lama melawan efisiensi untuk bisa sepenuhnya mempercayainya, bahkan ketika itu melayani tujuannya.Bagi Elara, lukanya lebih

  • Di Ambang Gila   Bab 53: Warisan yang Hidup

    Lima tahun telah berlalu sejak "Gencatan Senjata Diam". Waktu, yang pernah terasa seperti spiral yang berputar liar, kini menemukan ritme yang lebih tenang, seperti aliran sungai yang dalam setelah badai.Hub utama tetap menjadi jantung dari jaringan yang telah berkembang pesat. Tapi itu bukan lagi satu-satunya pusat. Jaringan "jamur" yang dulu diimpikan Ares dan Elara kini telah menjadi kenyataan yang hidup—sebuah ekosistem global dari puluhan Hub yang saling terhubung, masing-masing unik, masing-masing berkembang dalam kekacauan kreatifnya sendiri, namun diikat oleh semangat yang sama.Leo, yang tidak lagi menjadi remaja pemalu, kini adalah Kurator Inovasi. Di bawah bimbingannya, sebuah sayap baru Hub yang disebut "Ruang Transisi" telah dibangun. Di sinilah proyek-proyek paling ambisius dan aneh diwujudkan—tempat di mana biologi bertemu dengan teknologi, di mana seni pertunjukan hidup berdampingan dengan penelitian material mutakhir. Dan di balik layar,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status