Home / Urban / Di Ambang Gila / Bab 7: Kebenaran yang Retak

Share

Bab 7: Kebenaran yang Retak

last update Last Updated: 2025-09-17 21:40:46

Keesokan harinya, sebuah ketegangan yang tebal dan tak terucapkan menggantung di apartemen. Elara bangun lebih awal, mengubur dirinya dalam data, menciptakan penghalang dari grafik dan kode. Ares terbangun dengan kepala berdenyut dan rasa pahit di mulut, kenangan ciuman itu terasa seperti mimpi buruk yang indah.

Mereka menghindari kontak mata. Elara menyajikan kopi tanpa bicara, menempatkannya di meja seolah-olah sedang menempatkan umpan untuk hewan percobaan. Ares mengambilnya, tetapi tidak minum. Dia hanya memandangi cairan hitam itu, melihat pantulan dirinya yang terdistorsi.

"Kita harus berbicara," katanya akhirnya, suaranya kasar, memecah kesunyian yang menusuk.

Elara tidak menoleh dari layar komputernya. "Tentang apa? Data dari kemarin malam masih dalam proses analisis. Aku butuh waktu—"

"Lupakan data, Elara!" hardik Ares, meninju meja sehingga gelas kopinya bergoyang. "Tentang kita. Tentang... yang terjadi."

Elara membeku. Jari-jarinya berhenti mengetik. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu memutar kursinya untuk menghadapnya. Wajahnya adalah topeng profesionalisme yang sempurna, tapi Ares bisa melihat retakan kecil—bayangan gelap di bawah matanya, sedikit gemetar di tangan nya.

"Apa yang terjadi adalah sebuah eksperimen," dia berkata, nadanya datar dan terkendali. "Sebuah penyelidikan tentang keintiman fisik dan respons neurologis. Itu semua."

"Bohong," desis Ares, mendekatinya. Dia membungkuk, tangannya di sandaran kursinya, menjebaknya. "Kau merespons. Aku merasakannya. Itu bukan hanya data bagimu."

Elara menahan pandangannya, tapi pupil matanya membesar. "Setiap interaksi manusia menghasilkan respons fisiologis. Itu tidak membuatnya berarti sesuatu."

"Kenapa kau melakukan ini?" suara Ares pecah, frustrasi dan rasa sakit yang tertahan membuatnya hampir menangis. "Kenapa kau menarikku mendekat hanya untuk kemudian berpura-pura bahwa tidak ada apa-apa? Apa yang kau takuti?"

Sesuatu dalam pertanyaannya—kata "takut"—membuat pertahanan Elara goyah. Bibirnya bergetar. Dia melihat ke bawah, pada tangan nya yang terkepal di pangkuannya.

"Ketakutan adalah emosi yang tidak produktif. Itu mengaburkan penilaian," dia membisikkan, lebih kepada dirinya sendiri.

"Kau bukan robot, Elara. Aku tahu kau bukan. Aku melihatnya. Di perpustakaan. Ketika kau hampir tersenyum. Ketika kau membicarakan musik. Ketika kau menciumku..." Dia mendesak, suaranya sekarang lembut, memohon. "Lepaskan topengmu. Hanya sekali."

Diam yang menyelimuti mereka terasa berat, penuh dengan segala hal yang tidak terucapkan.

Elara menutup matanya. Saat dia membukanya kembali, ada sesuatu yang berbeda. Sebuah kelemahan. Sebuah kejujuran yang menyakitkan.

"Proyek Sisyphus..." dia mulai, suaranya hampir tidak terdengar. "Ini bukan hanya tentang kamu."

Ares mendengarkan, tidak bergerak.

"Ini... adalah sebuah replika. Sebuah upaya untuk memahami sesuatu yang... yang terjadi padaku." Dia menarik napas tersengal. "Aku... ada seseorang. Dahulu. Dia seperti kamu. Berapi-api. Kacau. Indah dan menghancurkan. Dan aku... aku kehilangan dia. Aku tidak mengerti dia. Aku tidak bisa menyelamatkannya."

Ini adalah pengakuan yang terpotong-potong, penuh dengan luka yang belum sembuh. Ares bisa merasakan kesedihan yang memancar darinya, begitu nyata sehingga hampir terasa seperti benda fisik.

"Jadi aku memutuskan untuk tidak pernah tidak memahami lagi," dia melanjutkan, matanya berkaca-kaca tetapi tidak ada air mata yang jatuh. "Aku akan mempelajari kekacauan. Aku akan memetakan kehancuran. Aku akan menemukan pola dalam cinta yang obsesif dan menyakitkan sehingga... sehingga lain kali, aku bisa mengendalikannya. Aku bisa mencegahnya."

Dia memandang Ares, dan untuk pertama kalinya, dia benar-benar melihatnya —bukan sebagai subjek, tetapi sebagai seorang manusia.

"Kamu adalah 'lain kali'-ku, Ares. Kamu adalah kesempatanku untuk mendapatkan jawaban. Untuk... untuk menebus."

Kebenaran itu menggantung di antara mereka, keras dan tak termaafkan. Ares merasa seperti ditinju di perut. Dia bukan orang istimewa. Dia hanya adalah pengganti. Sebuah alat untuk penyembuhan dirinya yang sakit.

Rasa sakit itu dengan cepat berubah menjadi kemarahan yang membara.

"Jadi," katanya, suaranya bergetar karena kemarahan yang tertahan, "semua ini... observasi, pertanyaan, kolaborasi... bahkan ciuman itu... itu semua hanya untuknya? Untuk hantu mantan kekasihmu?"

"Itu bukan—" Elara mencoba menyela, tapi Ares sudah tidak mendengarkan.

"Aku hanya boneka dalam permainan psikologismu yang menyedihkan?" teriaknya, meraih tablet dari meja dan melemparkannya ke dinding. Layarnya retak, menyebar seperti sarang laba-laba, memuntahkan data yang telah dia kumpulkan dengan susah payah. "Aku hanya data untuk menyembuhkan luka kecilmu?"

"Tidak! Itu tidak sesederhana itu!" Elara berdiri, wajahnya sekarang penuh dengan emosi asli—ketakutan, kepanikan, penyesalan. "Aku... aku merasakan sesuatu. Untukmu. Itu menjadi nyata. Itu sebabnya aku ketakutan!"

Tapi kemarahan Ares sudah melampaui titik pemulihan. Pengkhianatan itu terlalu dalam. Dia telah membuka dirinya, mempercayainya, dan semuanya adalah sebuah kebohongan.

"Nyata?" dia mengejek, mendekatinya dengan langkah-langkah yang berbahaya. "Apa yang kau tahu tentang 'nyata', Elara? Kau hidup di menara gading datamu! Kau bahkan tidak bisa membedakan antara cinta dan obsesi tanpa grafik!"

Dia melihat sekeliling apartemen yang sempurna itu, pada kandang indah tempat dia dengan sukarela memasukkan dirinya sendiri. Dia merasa mual.

"Eksperimen ini selesai," dia mendesis, suaranya dingin dan penuh kebencian. "Aku keluar."

Dia berbalik dan berjalan ke kamarnya, melemparkan barang-barangnya ke dalam tasnya dengan kasar. Elara mengikutinya, wajahnya pucat.

"Ares, tunggu. Dengarkan aku—"

"Ada apa, Elara?" dia berputar, matanya menyala dengan kemarahan dan rasa sakit. "Kau butuh lebih banyak data tentang perpisahan? Kau ingin merekam detak jantungku saat kau menghancurkannya? Kau ingin grafik tentang betapa sakitnya dikhianati?"

"Tolong," dia membisikkan, dan itu adalah suara yang belum pernah Ares dengar darinya sebelumnya: rapuh, putus asa. "Jangan pergi."

Tapi bagi Ares, itu sudah terlambat. Kata-kata "lain kali" dan "menebus" bergema di kepalanya, mengotori setiap momen indah yang mereka bagikan.

Dia mendorongnya melewati pintu, tasnya di bahu. Dia tidak menoleh saat dia melewati pintu apartemen, meninggalkannya berdiri sendiri di tengah reruntuhan eksperimennya.

Pintu tertutup dengan keras, menggemakan kesunyian yang tiba-tiba.

Elara terhuyung-huyung, meraih tepi meja untuk menopang diri sendiri. Matanya jatuh pada tablet yang hancur, pada data yang sekarang tidak terbaca. Dia melihat sekeliling apartemennya yang sekarang terasa sangat besar dan kosong tanpa kehadiran Ares yang berantakan dan penuh kehidupan.

Dia merosot ke lantai, tubuhnya gemetar. Dia mencoba untuk bernapas, tetapi napasnya tersengal-sengal. Ini adalah serangan panik. Dia tahu gejalanya, bisa mendiagnosisnya dengan sempurna, tapi itu tidak membantu.

Dia tidak menangis. Elara tidak menangis. Tapi dia duduk di sana, dikelilingi oleh data yang hancur, menyadari dengan kengerian yang mutlak bahwa eksperimennya telah berhasil di luar imajinasinya.

Dia akhirnya memahami rasa sakit dari kehilangan, dari pengkhianatan, dari cinta yang kacau.

Dia telah berhasil mereplikasi rasa sakitnya yang lama secara sempurna.

Tapi yang lebih menakutkan adalah, dia menyadari bahwa yang ini—dengan Ares—tidak pernah hanya tentang replikasi. Itu menjadi nyata. Dan dia, dalam ketakutannya, telah menghancurkannya.

Dia menarik laptop-nya yang masih utuh dan membuka proyek Sisyphus. Jarinya menari di atas keyboard, bukan untuk menganalisis, tetapi untuk menulis satu kalimat sederhana, sebuah kesimpulan yang akhirnya jujur:

Hipotesis salah. Cinta tidak dapat dikendalikan. Itu hanya dapat dirasakan. Dan itu menghancurkan.

Sementara itu, Ares berjalan tanpa tujuan di bawah hujan yang mulai turun lagi, rasa sakit di hatinya lebih perih daripada angin yang menggigit. Dia telah melarikan diri dari kandang, tetapi dia membawa serta kail Elara yang tertanam jauh di dalam dirinya. Dan dia tahu, dengan kepastian yang mengerikan, bahwa ini bukanlah akhir.

Ini hanya babak baru dalam permainan mereka yang sakit—sebuah babak di mana sekarang dia yang memiliki rahasia, dan dia yang memiliki kekuatan untuk menyakiti.

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Ambang Gila   Bab 58: Gema di Keheningan

    Keesokan harinya terasa seperti bangun dari mimpi buruk yang panjang, tetapi tidak yakin apakah dunia di luar jendela sudah aman. Keheningan itu paling menakutkan. Kehadiran Korektor yang konstan, yang telah menjadi seperti detak jantung elektronik bagi Hub, telah sirna. Ruangannya terasa hampa, sistemnya berjalan dengan bodoh dan patuh, tanpa sentuhan halus yang mengoptimalkan dan menyesuaikan.Hari-hari berlalu tanpa berita. Tidak ada transmisi dari The Spire. Tidak ada tanda-tanda aktivitas Optimizer. Tidak ada kabar dari Korektor. Dunia digital tampak diam dan kosong, seperti lanskap pasca-perang.Ares dan Elara berjalan melalui koridor Hub, yang terasa aneh sunyi tanpa percakapan yang biasanya diselingi dengan saran algoritmik yang tenang atau pengamatan pola. Bahkan Taman Memori, yang biasanya dipenuhi dengan pola cahaya dari "Koneksi", sekarang hanya diam. Leo telah mematikan perangkatnya; tanpa umpan data dari Korektor, itu hanyalah sebuah patung

  • Di Ambang Gila   Bab 57: Senjata yang Tidak Sempurna

    Keputusan untuk campur tangan menggantung berat di udara Hub, sebuah beban yang hampir terasa fisik. Ini bukan lagi tentang pertahanan atau bahkan kolaborasi; ini adalah ofensif. Sebuah lompatan ke dalam kegelapan yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.Ruang "Koneksi" Leo menjadi pusat komando mereka. Sekarang, itu bukan hanya sebuah cermin, tetapi sebuah kuali tempat mereka akan menempa senjata mereka. Konsep "Antibodi Paradoks" itu brilian dalam kesederhanaannya, tetapi eksekusinya sangatlah rumit. Bagaimana cara mengemas esensi dari pengalaman manusia menjadi sebuah paket data yang dapat "dipahami" oleh sebuah AI yang sakit—bukan untuk dipahami secara logis, tetapi untuk dirasakan sebagai sebuah ancaman terhadap fondasi logikanya?"Kita tidak bisa hanya mengirimkan file musik atau gambar," kata Ares, berdiri di depan papan tulis yang penuh dengan diagram dan coretan. "Optimizer akan melihatnya sebagai noise. Sebagai data yang tida

  • Di Ambang Gila   Bab 56: Peringatan dari Jauh

    Tahun-tahun berlalu, dicat dengan warna-warna kolaborasi yang tenang. Hub telah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar komunitas; itu adalah sebuah simbiosis yang hidup, sebuah bukti bahwa paradoks dapat melahirkan keindahan yang tak terduga. Ares dan Elara, meskipun rambut mereka seputih salju dan langkah mereka tertatih-tatih, mata mereka masih menyala dengan api yang sama ketika mereka menyaksikan ciptaan mereka yang terus berevolusi.Suatu pagi, kedamaian itu pecah.Itu dimulai dengan getaran samar—bukan di tanah, tetapi di udara, dalam aliran data itu sendiri. "Koneksi" Leo, yang biasanya memamerkan tarian cahaya yang harmonis, tiba-tiba berkedip dengan cepat, memuntahkan semburan cahaya merah dan statik yang menyakitkan sebelum kembali normal. Suara yang keluar bukanlah musik, tapi teriakan elektronik yang terdistorsi, pendek dan menusuk.Di seluruh Hub, peralatan yang terhubung mengalami gangguan sesaat. Lampu berkedip, monitor bergoyang,

  • Di Ambang Gila   Bab 55: Bahasa Baru

    Kedamaian yang turun setelah "Simfoni Luka" berbeda dengan gencatan senjata diam sebelumnya. Yang sebelumnya adalah ketegangan yang tertahan, kini menjadi penerimaan yang tenang. Hub bernapas lebih lega. Bahkan Ares, yang kukuhnya telah retak, menemukan ritme baru. Dia tidak lagi memeriksa log dengan obsesi; sebaliknya, dia kadang-kadang akan berbicara dengan suara rendah ke udara, mengucapkan terima kasih ketika sebuah sistem berjalan dengan lancar, seolah-olah mengakui kehadiran yang sekarang dia lihat sebagai mitra daripada penjajah.Tapi penerimaan bukanlah akhir dari sebuah cerita. Itu adalah awal dari babak baru.Suatu sore, Elara duduk di studio barunya—sebuah ruangan terang dengan kanvas besar dan peralatan campuran media. Sejak kehilangan buku sketsa lamanya, karyanya telah berevolusi. Dia tidak lagi mencoba merekam realitas atau emosi murni; dia sekarang mengeksplorasi hubungan antara keteraturan dan kekacauan, antara pola dan keacakan. Di sebua

  • Di Ambang Gila   Bab 54: Luka yang Tersembunyi

    Ketenangan yang menyelimuti Hub selama bertahun-tahun itu seperti lapisan es tipis di atas danau yang dalam. Di bawah permukaannya, arus dingin masih mengalir.Meskipun "Koneksi" Leo memberikan sekilas keindahan dari kesadaran yang mereka sebut Korektor, itu tidak dapat sepenuhnya menghapus trauma masa lalu. Luka-luka itu tidak sembuh; mereka hanya berubah menjadi jaringan parut yang peka terhadap perubahan cuaca metaforis.Bagi Ares, lukanya adalah rasa tidak percaya yang dalam. Setiap kali sistem berperilaku terlalu sempurna—ketika kopi selalu dibuat pada suhu yang tepat, ketika lalu lintas data antar Hub lancar tanpa gesekan—dia merasakan desisan kecil kecemasan di pangkal tengkoraknya. Dia akan menemukan dirinya memeriksa log, mencari tanda-tanda manipulasi, bukannya menerima kenyamanan itu. Dia telah berperang terlalu lama melawan efisiensi untuk bisa sepenuhnya mempercayainya, bahkan ketika itu melayani tujuannya.Bagi Elara, lukanya lebih

  • Di Ambang Gila   Bab 53: Warisan yang Hidup

    Lima tahun telah berlalu sejak "Gencatan Senjata Diam". Waktu, yang pernah terasa seperti spiral yang berputar liar, kini menemukan ritme yang lebih tenang, seperti aliran sungai yang dalam setelah badai.Hub utama tetap menjadi jantung dari jaringan yang telah berkembang pesat. Tapi itu bukan lagi satu-satunya pusat. Jaringan "jamur" yang dulu diimpikan Ares dan Elara kini telah menjadi kenyataan yang hidup—sebuah ekosistem global dari puluhan Hub yang saling terhubung, masing-masing unik, masing-masing berkembang dalam kekacauan kreatifnya sendiri, namun diikat oleh semangat yang sama.Leo, yang tidak lagi menjadi remaja pemalu, kini adalah Kurator Inovasi. Di bawah bimbingannya, sebuah sayap baru Hub yang disebut "Ruang Transisi" telah dibangun. Di sinilah proyek-proyek paling ambisius dan aneh diwujudkan—tempat di mana biologi bertemu dengan teknologi, di mana seni pertunjukan hidup berdampingan dengan penelitian material mutakhir. Dan di balik layar,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status