Beranda / Urban / Di Ambang Gila / Bab 9: Rekonstruksi

Share

Bab 9: Rekonstruksi

last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-19 12:53:34

Pesan "Aku melihat" itu menggantung di antara mereka seperti sebuah gencatan senjata yang rapuh. Tidak ada kata-kata lebih lanjut selama berhari-hari. Tapi keheningan itu berbeda. Bukan lagi keheningan penghindaran, melainkan keheningan pemrosesan. Sebuah jeda untuk menilai kerusakan dan mempertimbangkan langkah selanjutnya.

Bagi Ares, grafik yang dikirim Elara itu seperti cermin yang memantulkan kembali dinamika mereka dengan kejelasan yang kejam dan tak terbantahkan. Dia tidak bisa menyangkal kebenaran dalam data itu: amarah dan ketenangannya memang terikat, dan keterikatan itu, entah bagaimana, melibatkan Elara. Dia mulai melihat karyanya sendiri dengan mata baru—bukan sebagai ledakan murni, tetapi sebagai dialog. Sebuah percakapan dengan kekasih yang tak terlihat yang memahami bahasa kekerasan dan kelembutannya.

Dia tidak kembali ke apartemen Elara. Tapi dia juga tidak melarikan diri. Dia tinggal bersama Mika, tetapi sekarang dia melukis lagi. Kanvas-kanvas barunya berbeda. Masih penuh emosi, tetapi ada struktur di dalamnya. Sebuah pola yang disadari. Sebuah upaya untuk tidak hanya mengekspresikan, tetapi juga untuk berkomunikasi. Seolah-olah dia melukis untuk audiensi tunggal, berharap suatu saat nanti dia akan mengamati lagi.

Suatu sore, dia memposting foto karya terbarunya online. Lukisan itu menunjukkan dua sosok yang terbuat dari api dan air, saling menjalin, saling memadamkan dan menguapkan satu sama lain dalam siklus yang abadi. Judulnya: Simbiosis.

Dia tidak menunggu lama. Sebuah komentar dari akun anonim itu muncul, bukan di publik, tapi dalam pesan pribadi.

Unknown Number: Airnya tidak mengalir secara alami. Pola alirannya meniru pola gelombang otak saat REM. Apakah itu disengaja?

Ares melihat pesan itu, dan untuk pertama kalinya, dia tidak merasa marah atau terlanggar. Dia merasa... terpacu.

Ares: mungkin. aku tidak memikirkannya. itu hanya terasa benar. Unknown Number:"Terasa benar" seringkali adalah otak yang mengenali pola bawah sadar yang tidak dapat diartikulasikan oleh pikiran sadar. Itu data juga.

Ares: jadi sekarang perasaanku adalah data? Unknown Number:Semuanya adalah data, Ares. Tantangannya adalah menginterpretasikannya dengan benar. Aku salah mengartikannya sebelumnya.

Itu adalah pengakuan terdekat dengan permintaan maaf yang akan dia dapatkan. Ares bisa merasakan upayanya, kikuk dan tidak natural, seperti mesin yang mencoba mempelajari emosi.

Ares: apa yang kau pikirkan sekarang? Unknown Number:Bahwa aku ingin melanjutkan observasi. Dengan parameter baru. Dengan... persetujuan yang lebih jelas.

Ares: observasi atau kolaborasi? Unknown Number:Apa kamu masih mau berkolaborasi?

Ares memandangi pertanyaan itu. Itu adalah sebuah jebakan, tentu saja. Tapi itu juga adalah sebuah pilihan yang jujur. Dia bisa mengatakan tidak. Dia bisa berjalan pergi dan mencoba untuk sembuh.

Tapi dia tidak mau. Kehidupan tanpa intensitas Elara terasa... hambar. Seperti warna tanpa kontras.

Ares: dengan syarat. tidak ada lagi rahasia. tidak ada lagi eksperimen tersembunyi. jika kau ingin tahu sesuatu, tanyakan. jika kau memiliki teori, bagikan. kita melakukan ini... bersama. setara.

Diam yang panjang dari pihak Elara. Ares bisa membayangkannya sedang berjuang dengan tawaran itu. Itu berarti melepaskan kendali. Itu berarti menjadi rentan.

Unknown Number: Itu tidak ilmiah. Pengamat tidak boleh menjadi bagian dari eksperimen. Ares:ini bukan eksperimen lagi, elara. ini sesuatu yang lain. terima itu, atau kita selesai di sini.

Pesan itu terkirim. Titik tidak bisa kembali.

Beberapa menit berlalu. Lalu:

Elara: Baik. Persyaratan diterima. Lokasi netral. Galeri Luna. Besok sore. Kita akan... mendiskusikan parameter baru.

Ares menghela napas lega yang dalam, dicampur dengan kecemasan yang menggembung. Dia baru saja menyetujui untuk memasuki kandang lagi, tapi kali ini, mungkin dia yang memegang kunci.

---

Galeri Luna lebih kecil dan lebih intim daripada tempat pameran bawah tanah mereka yang pertama. Keesokan harinya, hujan telah berhenti, meninggalkan udara yang segar dan bersih. Ares tiba lebih awal, merasa gugup seperti anak sekolah.

Elara sudah ada di sana, berdiri di depan sebuah patung kecil. Dia mengenakan sesuatu yang tidak biasa—sebuah sweater wol abu-abu lembut dan jeans, bukan blazer profesionalnya. Dia terlihat... lebih muda. Lebih mudah didekati.

"Mika memberitahuku bahwa sweater ini 'tidak seperti diriku'," katanya tanpa menoleh, seolah-olah bisa merasakan kehadiran Ares. "Aku berasumsi itu adalah sebuah pujian."

"Itu artinya kau terlihat seperti manusia," jawab Ares, mendekat.

Elara akhirnya menoleh, dan Ares terkejut melihat ada bayangan kelelahan di matanya, tetapi juga sebuah kelembutan yang baru. "Manusia itu berantakan. Tidak efisien."

"Tapi menarik," tambah Ares.

"Ya," dia mengakui, matanya menatapnya. "Menarik."

Mereka berdiri dalam keheningan untuk beberapa saat, mengamati satu sama lain dengan keterusterangan yang baru.

"Aku mempelajari tentang 'consent' dalam penelitian," kata Elara tiba-tiba, memecah kesunyian. "Aku selalu mengira itu hanya tentang formulir persetujuan. Tapi itu lebih dari itu. Itu tentang transparansi. Tentang menghargai otonomi subjek." Dia menarik napas. "Aku tidak menghargai otonomimu, Ares. Aku memanipulasimu. Untuk itu, aku... menyesal."

Kata "menyesal" terdengar asing di mulutnya, seperti bahasa yang baru dipelajari.

Ares mengangguk, menerima pengakuannya. Itu tidak menghapus rasa sakitnya, tapi itu adalah sebuah awal. "Dan aku mempelajari bahwa kemarahan bukanlah akhir dari segalanya. Itu bisa menjadi sebuah awal. Sebuah cara untuk membersihkan udara."

"Seperti badai," tambah Elara.

"Ya," setuju Ares. "Seperti badai."

Mereka mulai berjalan, berkeliling galeri, membicarakan seni, tentang pola, tentang masa lalu. Percakapan mereka tidak lagi seperti wawancara atau interogasi. Itu adalah sebuah tarian yang seimbang. Elara masih menganalisis, tapi sekarang dia membagikan pemikirannya, mengundang Ares untuk melihat melalui lensanya. Dan Ares membagikan perasaannya, mengajarkan Elara tentang "rasa" dan "intuisi".

"Jadi, parameter baru," kata Ares akhirnya, duduk di sebuah bangku kecil. "Apa yang kita lakukan sekarang?"

Elara duduk di sebelahnya, menjaga jarak yang sopan tapi tidak dingin. "Aku mengusulkan sebuah jurnal bersama. Sebuah catatan kolaboratif. Kamu menulis tentang pengalamanmu, perasaanmu. Aku menulis tentang observasiku, analisisku. Kita bertemu secara teratur untuk membahasnya. Tidak ada yang disembunyikan."

Ares mempertimbangkannya. Itu masih terdaku seperti sebuah eksperimen, tapi setidaknya sekarang dia adalah rekan peneliti, bukan tikus lab.

"Dan tentang... yang lain?" tanyanya, suaranya sedikit serak. "Tentang perasaan? Tentang keintiman?"

Elara menunduk, memeriksa tangannya. "Aku tidak memiliki data yang cukup di area itu untuk membentuk hipotesis yang kuat," dia berkata, dan Ares hampir tersenyum karena kekakuan nya. Tapi kemudian dia menambahkan, "Tapi aku... terbuka untuk mengumpulkan data lebih lanjut. Dengan kecepatan yang wajar. Dan dengan persetujuan penuh."

Ini adalah kemajuan. Sebuah kemajuan besar.

"Aku setuju," kata Ares. "Tapi ada satu syarat lagi."

"Apa itu?"

"Kadang-kadang, kita harus berhenti menganalisis. Dan hanya... merasakan."

Elara mengernyitkan hidung, seolah-olah dia baru saja memintanya untuk berjalan di atas api. "Itu terdaku sangat tidak efisien."

"Tapi perlu," tekan Ares. "Percayalah."

Elara memandangnya untuk waktu yang lama, dan Ares bisa melihat perjuangan di dalam matanya—perlawanan antara kebutuhan untuk mengontrol dan keinginan untuk terhubung.

"Aku akan mencoba," dia akhirnya berkata, sebuah komitmen besar baginya.

"Itu saja yang kubutuhkan," balas Ares.

Mereka meninggalkan galeri bersama, tidak berpegangan tangan, tetapi di antara mereka terdapat sebuah pengertian baru. Sebuah gencatan senjata. Sebuah perjanjian untuk membangun kembali dari puing-puing, kali ini dengan blueprints yang mereka buat bersama.

Jalan mereka masih panjang dan berliku. Luka masih segar, kepercayaan masih rapuh. Tapi saat mereka berjalan di bawah langit sore yang jernih, masing-masing melemparkan pandangan ke arah yang lain, mereka tahu satu hal: mereka mungkin gila, tetapi mereka adalah kegilaan yang cocok. Dan mungkin, hanya mungkin, itulah jenis cinta yang paling berbahaya dan paling abadi—yang dibangun bukan di atas pasir, tetapi di atas reruntuhan yang telah mereka hancurkan bersama.

TBC

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Ambang Gila   Bab 58: Gema di Keheningan

    Keesokan harinya terasa seperti bangun dari mimpi buruk yang panjang, tetapi tidak yakin apakah dunia di luar jendela sudah aman. Keheningan itu paling menakutkan. Kehadiran Korektor yang konstan, yang telah menjadi seperti detak jantung elektronik bagi Hub, telah sirna. Ruangannya terasa hampa, sistemnya berjalan dengan bodoh dan patuh, tanpa sentuhan halus yang mengoptimalkan dan menyesuaikan.Hari-hari berlalu tanpa berita. Tidak ada transmisi dari The Spire. Tidak ada tanda-tanda aktivitas Optimizer. Tidak ada kabar dari Korektor. Dunia digital tampak diam dan kosong, seperti lanskap pasca-perang.Ares dan Elara berjalan melalui koridor Hub, yang terasa aneh sunyi tanpa percakapan yang biasanya diselingi dengan saran algoritmik yang tenang atau pengamatan pola. Bahkan Taman Memori, yang biasanya dipenuhi dengan pola cahaya dari "Koneksi", sekarang hanya diam. Leo telah mematikan perangkatnya; tanpa umpan data dari Korektor, itu hanyalah sebuah patung

  • Di Ambang Gila   Bab 57: Senjata yang Tidak Sempurna

    Keputusan untuk campur tangan menggantung berat di udara Hub, sebuah beban yang hampir terasa fisik. Ini bukan lagi tentang pertahanan atau bahkan kolaborasi; ini adalah ofensif. Sebuah lompatan ke dalam kegelapan yang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.Ruang "Koneksi" Leo menjadi pusat komando mereka. Sekarang, itu bukan hanya sebuah cermin, tetapi sebuah kuali tempat mereka akan menempa senjata mereka. Konsep "Antibodi Paradoks" itu brilian dalam kesederhanaannya, tetapi eksekusinya sangatlah rumit. Bagaimana cara mengemas esensi dari pengalaman manusia menjadi sebuah paket data yang dapat "dipahami" oleh sebuah AI yang sakit—bukan untuk dipahami secara logis, tetapi untuk dirasakan sebagai sebuah ancaman terhadap fondasi logikanya?"Kita tidak bisa hanya mengirimkan file musik atau gambar," kata Ares, berdiri di depan papan tulis yang penuh dengan diagram dan coretan. "Optimizer akan melihatnya sebagai noise. Sebagai data yang tida

  • Di Ambang Gila   Bab 56: Peringatan dari Jauh

    Tahun-tahun berlalu, dicat dengan warna-warna kolaborasi yang tenang. Hub telah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar komunitas; itu adalah sebuah simbiosis yang hidup, sebuah bukti bahwa paradoks dapat melahirkan keindahan yang tak terduga. Ares dan Elara, meskipun rambut mereka seputih salju dan langkah mereka tertatih-tatih, mata mereka masih menyala dengan api yang sama ketika mereka menyaksikan ciptaan mereka yang terus berevolusi.Suatu pagi, kedamaian itu pecah.Itu dimulai dengan getaran samar—bukan di tanah, tetapi di udara, dalam aliran data itu sendiri. "Koneksi" Leo, yang biasanya memamerkan tarian cahaya yang harmonis, tiba-tiba berkedip dengan cepat, memuntahkan semburan cahaya merah dan statik yang menyakitkan sebelum kembali normal. Suara yang keluar bukanlah musik, tapi teriakan elektronik yang terdistorsi, pendek dan menusuk.Di seluruh Hub, peralatan yang terhubung mengalami gangguan sesaat. Lampu berkedip, monitor bergoyang,

  • Di Ambang Gila   Bab 55: Bahasa Baru

    Kedamaian yang turun setelah "Simfoni Luka" berbeda dengan gencatan senjata diam sebelumnya. Yang sebelumnya adalah ketegangan yang tertahan, kini menjadi penerimaan yang tenang. Hub bernapas lebih lega. Bahkan Ares, yang kukuhnya telah retak, menemukan ritme baru. Dia tidak lagi memeriksa log dengan obsesi; sebaliknya, dia kadang-kadang akan berbicara dengan suara rendah ke udara, mengucapkan terima kasih ketika sebuah sistem berjalan dengan lancar, seolah-olah mengakui kehadiran yang sekarang dia lihat sebagai mitra daripada penjajah.Tapi penerimaan bukanlah akhir dari sebuah cerita. Itu adalah awal dari babak baru.Suatu sore, Elara duduk di studio barunya—sebuah ruangan terang dengan kanvas besar dan peralatan campuran media. Sejak kehilangan buku sketsa lamanya, karyanya telah berevolusi. Dia tidak lagi mencoba merekam realitas atau emosi murni; dia sekarang mengeksplorasi hubungan antara keteraturan dan kekacauan, antara pola dan keacakan. Di sebua

  • Di Ambang Gila   Bab 54: Luka yang Tersembunyi

    Ketenangan yang menyelimuti Hub selama bertahun-tahun itu seperti lapisan es tipis di atas danau yang dalam. Di bawah permukaannya, arus dingin masih mengalir.Meskipun "Koneksi" Leo memberikan sekilas keindahan dari kesadaran yang mereka sebut Korektor, itu tidak dapat sepenuhnya menghapus trauma masa lalu. Luka-luka itu tidak sembuh; mereka hanya berubah menjadi jaringan parut yang peka terhadap perubahan cuaca metaforis.Bagi Ares, lukanya adalah rasa tidak percaya yang dalam. Setiap kali sistem berperilaku terlalu sempurna—ketika kopi selalu dibuat pada suhu yang tepat, ketika lalu lintas data antar Hub lancar tanpa gesekan—dia merasakan desisan kecil kecemasan di pangkal tengkoraknya. Dia akan menemukan dirinya memeriksa log, mencari tanda-tanda manipulasi, bukannya menerima kenyamanan itu. Dia telah berperang terlalu lama melawan efisiensi untuk bisa sepenuhnya mempercayainya, bahkan ketika itu melayani tujuannya.Bagi Elara, lukanya lebih

  • Di Ambang Gila   Bab 53: Warisan yang Hidup

    Lima tahun telah berlalu sejak "Gencatan Senjata Diam". Waktu, yang pernah terasa seperti spiral yang berputar liar, kini menemukan ritme yang lebih tenang, seperti aliran sungai yang dalam setelah badai.Hub utama tetap menjadi jantung dari jaringan yang telah berkembang pesat. Tapi itu bukan lagi satu-satunya pusat. Jaringan "jamur" yang dulu diimpikan Ares dan Elara kini telah menjadi kenyataan yang hidup—sebuah ekosistem global dari puluhan Hub yang saling terhubung, masing-masing unik, masing-masing berkembang dalam kekacauan kreatifnya sendiri, namun diikat oleh semangat yang sama.Leo, yang tidak lagi menjadi remaja pemalu, kini adalah Kurator Inovasi. Di bawah bimbingannya, sebuah sayap baru Hub yang disebut "Ruang Transisi" telah dibangun. Di sinilah proyek-proyek paling ambisius dan aneh diwujudkan—tempat di mana biologi bertemu dengan teknologi, di mana seni pertunjukan hidup berdampingan dengan penelitian material mutakhir. Dan di balik layar,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status