Om Rudy membuka matanya, yang pertama dilihatnya adalah sebentuk bantal guling yang didekapnya erat. Mimpinya barusan terasa nyata dan membuatnya merasa bersalah, tak mungkin dirinya akan memperlakukan Liany layaknya seorang istri. Ranjangnya terasa dingin, tante Katrin sudah pergi dari beberapa jam yang lalu. Samar terdengar tangisan Rangga dari kamar Liany. Om Rudy keluar dari kamarnya untuk melihat bayi Liany.“Rangga kenapa, Lia?” Om Rudy muncul dari balik pintu kamar Lia yang terbuka setengahnya, tampak Liany sedang menggendong Rangga yang menangis sambil duduk di tempat tidurnya.“Gak tahu, Om. Padahal popoknya kering dan habis menyusu juga. Bi Inah lagi keluar sebentar jadi Lia gak tahu harus apa.” Liany tampak cemas, Om Rudy mendekat dan mengambil Rangga dalam gendongan Liany.“Kamu sudah makan malam?” tanya om Rudy lagi, gerakannya lembut menimang-nimang Rangga.“Belum, Om.” Liany perlahan turun dari tempat tidurnya, om Rudy segera mengulurkan tangannya untuk membantu Liany t
Aroma minyak telon dan bedak bayi memenuhi kamar Liany, dibantu oleh bi Inah mama muda itu diajarkan cara memandikan bayi. Liany melakukannya dengan senang hati, ditatapnya dalam-dalam makhluk kecil itu yang sedang menikmati air susu ibunya.“Selamat pagi ponakan Aunty yang ganteeeeng …,” seru Myla menyembulkan kepalanya dari balik pintu. Diiringi senyumnya yang merekah serta tas besar di tangannya gadis itu melangkah riang mendekati Liany dan bayinya.“Hey Aunty Myla, selamat pagi juga, waaah sudah cantik aja niih Aunty,” sahut Liany dengan ceria. Myla mengambil Rangga perlahan dari tangan Liany, baru saja Rangga selesai menyusu.“Halo Ganteng, Aunty bawakan kamu hadiah, ini jadi teman pertama kamu yaaa,” ujar Myla dengan gemas, diciumnya kening Rangga.“Waah … bagus sekali Teddy Bear ini, Myl, pasti harganya mahal.” Liany mengelus bulu boneka yang terasa lembut itu.“Aah harganya biasa aja kok,” kilah Myla yang menimang-nimang Rangga sambil menikmati aroma wangi dari pelembut pakaia
Satria membuka pintu mobil untuk Myla dan mengantarkannya sampai di depan pintu gerbang. Dia hanya pura-pura tidak tahu alamat Myla padahal sebelumnya dia pernah mengambil ponsel Liany yang tertinggal di rumah ini. Satria tidak ingin berlama-lama karena dia tidak ingin tante Katrin melihatnya meskipun Myla memohon kepadanya untuk mampir sebentar. Bahkan kemeja Satria yang dipakai Myla tak sempat dikembalikannya.Myla menatap belakang mobil Satria yang melaju membelah malam, bibirnya melengkungkan senyum yang tak hentinya. Hati Myla berbunga dengan sikap Satria yang gentle layaknya seorang pria sejati yang membelanya. Gadis itu masuk ke rumah ketika mobil Satria benar-benar sudah hilang dari pandangannya.“Kamu dari mana, Myla?” tegur om Rudy yang baru saja keluar teras, dia mendengar pintu gerbang yang dibuka.“Pesta ulang tahun teman, Pa, tapi ada kejadian jadi Myla pulang lebih awal,” jawab Myla lesu.“Ini baju kamu?” tanya om Rudy lagi yang melihat penampilan pakaian Myla yang aneh
Reno masuk menemui Satria di kamarnya, dia heran Rieke cepat sekali meninggalkan pesta. Tidak biasanya Satria melepas para perempuan penghibur itu dengan waktu singkat karena Satria akan bermain sepuas hati bahkan sering membuat perempuan-perempuan itu kapok melayani Satria yang dingin dan tak berperasaan.“Tumben kupu-kupu pulang cepat?” Reno menyodorkan sekaleng minuman kepada Satria.“Apa dia bukan tipe kamu?” tanya lelaki itu lagi setelah Satria menyambut minuman itu dan menyesapnya. Satria hanya berdecak pelan dan menyunggingkan senyumnya yang miring.“Tiba-tiba saja aku gak selera dengan dia,” jawab Satria lalu menyulut sebatang rokok. Dirinya mulai jenuh dengan petualangan cinta semalam ini.“Gak biasanya kamu begini, bahkan terkadang kamu malah mengencani tiga perempuan dalam semalam.” Reno mengamati Satria yang tampak sama sekali tidak bergairah, dia sama sekali tidak terpengaruh dengan suara hingar bingar musik di ruang depan.“Kamu lagi ada masalah?” selidik Reno pada teman
Satria sudah sangat fasih menggendong Rangga, orang-orang yang melihat mereka pastinya tidak akan menduga jika mereka sama sekali tidak memiliki pertalian darah meskipun wajah mereka mirip. Kedekatan mereka sudah terjalin pada keduanya, Rangga sudah sangat mengenali Satria yang selalu menemaninya di waktu senggang Satria. Mata Rangga akan berbinar-binar dan tangan kecilnya akan menggapai-gapai ke arah Satria jika mereka bertemu.Sebuah taman kecil yang asri tak jauh dari perumahan itu tempat ketiganya bertemu. Liany akan membawa Rangga di saat Liany akan berbelanja kebutuhan dapur atau rumah juga kebutuhan Rangga. Sebenarnya Liany agak sungkan untuk bertemu dengan laki-laki yang bukan siapa-siapa Liany. Mereka hanya dekat sebagai teman saja, tetapi perempuan itu melihat ada kasih sayang besar di mata Satria untuk Rangga. Walaupun, di rumah om Rudy laki-laki itu juga memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama besarnya.“Halooo Anak Tampan, sini… sini… Om gendong!” seru Satria ket
“Kenapa mendadak begitu mau pindah Lia?” tanya Tante Katrin dengan dahi berkerut. Sekilas ekor mata Liany melirik om Rudy kemudian dia menunduk lagi berbicara kepada Tante Katrin.“Sebenarnya rencana ini sudah lama, Tante, Lia hanya menunggu Rangga sudah bisa MP-ASI supaya Lia bisa bekerja. Maaf, Tante kalau saya tidak ngomong sebelumnya, tadinya setelah dapat rumah atau kamar sewa baru Liany mau ngomong sama Tante.”“Aduuuh Lia, kenapa harus pindah sih? Kami gak pernah keberatan loh kamu tinggal di sini, malah senang karena ada kamu dan Rangga.” Tante Katrin mendekati Liany dan mengusap-usap bahunya lembut.“Sudah waktunya Lia mandiri, Tante. Biar Liany berjuang untuk membesarkan Rangga dengan tenaga dan keringat Lia sendiri,” jawab Liany yang masih menunduk. Terdengar helaan napas panjang dari om Rudy yang tak jauh dari mereka.“Biar Papa nanti yang carikan Lia rumah ya, Ma, paling tidak kita bisa carikan rumah tinggal yang layak untuk Rangga.” Usul om Rudy membuat Liany dan Bi Inah
Myla agak bangun siang, kepalanya pusing karena minuman semalam, padahal dia tak minum sebanyak itu dan masih bisa menyetir mobil pulang ke rumah. Ditambah akhir pekan jadi Myla tak perlu ke kantor. Gadis itu hendak membuka jendela kamarnya tetapi urung dilakukannya, dari balik tirai dia melihat Om Rudy yang sedang menggenggam tangan Liany mesra, sementara sepupunya itu hanya mengangguk beberapa kali. Dari gesturnya Liany ingin melepaskan genggaman tangan Om Rudy tetapi papanya menahan tangan Liany. Myla tak pernah melihat ekspresi papanya seperti itu, raut wajah yang sedih dan sulit digambarkannya lagi.“Papa kenapa ya sama Lia? Kok mereka berdua kayak lagi ada masalah gitu?” Myla meninggalkan kamarnya ketika Om Rudy berbalik meninggalkan Liany. Dicarinya sosok Om Rudy yang dikiranya masuk ke ruang tengah. Akhirnya dia menemukan papanya di dalam ruang kerjanya.“Pagi, Pa, Mama bilang semalam kalau Papa lagi sakit ya?” Myla menyapa papanya yang terlihat seperti sedang termenung di de
Liany baru saja selesai cuci piring dan mengelap tangannya yang basah, teh yang ditunggunya menghangat sudah siap di meja dengan sepotong brownies yang dibuatnya tadi. Rangga masih tertidur pulas dan hanya dia sendiri di dapur. Setelah beraktifitas seharian dia bisa melepaskan sejenak lelahnya dengan meminum teh dan menikmati sensasi coklat di kue brownies itu. Tatapannya tertuju pada layar ponselnya untuk mencari lowongan pekerjaan atau bisnis yang tepat untuknya.“Liany, Om mau bicara,” ujar Om Rudy yang tiba-tiba saja sudah duduk di hadapannya.“Silakan, Om. Apa Om mau secangkir teh juga?” tawar Liany. Om Rudy hanya menggeleng untuk menolak tawaran perempuan itu.“Lia, aku tidak bermaksud untuk melecehkanmu, sungguh. Itu diluar kesadaranku, aku sudah jujur padamu jika aku benar-benar jatuh cinta padamu.” Om Rudy memandang lurus ke arah Liany.“Om, tolong kita tidak perlu bahas ini lagi. Posisiku sudah jelas, status Om pun sangat jelas, aku ini keponakan Tante Katrin, Om sudah berke