Share

Yang hilang dari Om Rudy

“Hai Lia! Bagaimana dengan hasil USG kandunganmu tadi siang?” Myla menyapa Lia saat mereka akan makan malam. Om Rudy menyusul kemudian dan menyisakan satu kursi yang kosong.

“Kata dokter bayi Lia kecil jadi dia harus menambah asupan gizinya, Papa udah beliin Lia susu hamil, buah-buahan dan tambahan suplemen vitamin.” Om Rudy menjawab pertanyaan putrinya.

“Mulai dari sekarang kalau makan apa aja bilang sama Bi Inah yaa supaya dimasakin, jangan sungkan kamu di sini, dulu aku juga suka langsung nyelonong ke dapur ibu kamu untuk makan.” Myla tersenyum jahil, itu adalah kenangan terakhir yang paling menyenangkan bersama mendiang ibunya Liany.

“Myla, mama belum pulang yaa?” Om Rudy melirik sekilas kursi yang biasa dipakai tante Katrin.

“Belum, Pa. Paling cepat Mama pulang besok deh, biasanya kan juga seperti itu. Oh ya, Pa, Myla juga mau keluar kota besok tapi Myla usahakan pulang pergi aja. Klien kita yang dari Jepang minta ketemuannya di salah satu resort koleganya, jadi Myla bisa iyakan saja.”

“Hhhmmmhh… kalian wanita-wanita Papa seneng banget tinggalin Papa yaa? Begini niih Lia, kesibukan tante dan adik sepupu kamu ini, hampir aja mereka lupa kalau suami dan papanya masih ada,” sindir Om Rudy yang hendak menyendokkan nasinya. Liany tersenyum kecil lalu menyendokkan nasi ke piring Om Rudy.

“Salah sendiri Papa angkat aku jadi kepala cabang kantor Papa, aku aja sampai lupa cari pacar, Pa,” Myla pura-pura mengeluh dan memberengut. Om Rudy memandangi Myla lalu tertawa dengan keras. Tawa renyah om Rudy terdengar hangat di telinga Liany. Liany menyodorkan ayam goreng tepung kesukaan Myla ke gadis itu yang seketika semringah melihat menu itu.

“Waaah … Lia! Jangan bilang kamu buat ini dengan resep tante Lily (ibu kandung Liany) yang enak banget itu?” seru Myla dengan mata berbinar, di gigitnya sekali dan mengunyahnya perlahan.

“Yaa ampun rasanya masih sama!”puji Myla dengan senang hati.

“Aku masih sering membuatnya, mendiang mas Adam juga suka. Tadi aku lihat masih ada ayam di kulkas, aku ingat kamu suka banget ayam goreng tepung buatan ibu, jadi aku buatkan ini untuk kamu.”

Melihat putrinya menyantap dengan lahap om Rudy juga ingin mencobanya.

“Sini, Lia, Om juha mau coba masakan kamu,” pinta om Rudi sambil menyodorkan piringnya. Liany memberinya potongan yang paling besar.

“Hhhmmm … rasanya memang benar enak, kamu pintar masak yaa? Kamu boleh memasak apa saja yang kamu suka tapi ingat, kamu tidak boleh kelelahan, mengerti?” pesan om Rudy yang terlihat menikmati ayam goreng itu. Liany kini merasa sedikit lega, tempatnya bernaung sungguh memberikannya kehidupan yang layak, aman dan tentram.

“Non Lia gak usah cuci piring yaa, biar Bi Inah aja, Non Lia lagi hamil butuh tadi kan udah bantuin masak. Sekarang istirahat yaa, Non?” pinta bi Inah ketika Lia hendak menyalakan kran air.

“Baiklah, Bi, di rumah mertua dulu saya gak boleh istirahat sebelum semuanya beres, jadi saya sudah terbiasa membersihkan semuanya dulu baru istirahat.” Lia akhirnya menjauhi bak cucian piring itu dan membiarkan bi Inah maju menggantikannya.

“Itu dulu Non, sekarang Non Lia tinggal di rumah ini, tuan Rudy, nyonya dan non Myla orang baik-baik semua, apalagi Non Lia masih kerabatnya mereka. Jadi Non Lia itu majikan Bibi juga, sudah kewajiban Bibi untuk perhatikan Non Lia juga.”

“Terima kasih banyak yaa, Bi. Kalau begitu saya mau bikin susu dulu.” Lia mengeluarkan kotak susu hamilnya dan membuatnya dengan suhu agak panas karena dia masih merasa sedikit mual jika meminumnya dengan suhu hangat saja. Tiba-tiba dia teringat dengan selimut yang di jemurnya dan lupa dimasukkannya, mumpung dia ingat bergegas Liany menuju halaman samping tempatnya menjemur selimut lalu membawanya masuk ke kamar. Karena aktifitasnya di kamar dia jadi lupa dengan susu yang sudah dibuatnya.

Ketukan di pintu membuatnya menghentikan tarikan sprei yang agak susah dipasangnya. Perlahan dia turun dari tempat tidur dan membuka pintu. Om Rudy berdiri dengan segelas susu di tangannya.

“Mungkin kau lupa jadi Om bawakan susu ini,” Om Rudy menyodorkan susu yang dibawanya dengan tatakan piring kecil lengkap dengan penutup gelas.

“Kau sedang apa?” Om Rudy memiringkan sedikit kepalanya dan melihat seprei yang belum sepenuhnya terpasang.

“Engh .. itu, saya sedang mengganti spreinya, Om. Oh iya, terima kasih sudah dibawakan susu ini, saya lupa tadi.” Liany tersenyum canggung, Om Rudy melangkahkan kakinya melewati Liany yang masih memegang gelas susu.

“Minum susunya sekarang, biar Om yang bantu kamu pasang seprei ini.”

“Ti-tidak usah, Om biar saya saja yang pasang,” kejar Liany yang merasa tidak enak jika om Rudy berada di kamarnya.

“Tidak apa, Om juga biasa bereskan ranjang Om sendiri kalau tantemu sedang keluar kota dan bi Inah banyak pekerjaan.” Dengan cekatan Om Rudy menarik sisi sprei yang tadi dikerjakan Liany, diselipkannya di bawah kasur lalu dia merapikan sudut-sudut yang lainnya.

“Habiskan susunya yaa dan beristirahatlah, kalau ada apa-apa, Om jam segini hingga larut malam ada di ruang kerja Om.” Om Rudy melemparkan senyum kecilnya pada Liany. Liany pun mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Liany meraba tempat tidurnya yang sudah rapi lalu duduk sambil meminum susunya yang mulai dingin. Rasanya sedikit mual ketika susu itu sudah melewati tenggorokannya. Diusapnya bibirnya perlahan, dia tak pernah menyangka jika seluruh anggota keluarga ini sangat memperhatikan dan menjaga dirinya.

Dari balik tirai jendela ruang kerjanya Om Rudy berdiri sambil memandangi jendela kamar Liany yang masih terang. Beberapa kali siluet bayangan wanita hamil itu mondar-mandir dan menjadi tontonan tersendiri bagi Om Rudy. Pria itu kembali mengingat masa dimana istrinya tengah mengandung Myla, saat itu tante Katrin muda yang mandiri berubah menjadi wanita manja yang selalu ingin diperhatikan olehnya. Om Rudy tidak keberatan dan menyukai sikap manja tante Katrin muda, dia merasa dibutuhkan dan benar-benar berperan sebagai laki-laki. Setelah beberapa bulan kelahiran Myla, bisnis keduanya berkembang sangat pesat. Tante Katrin tidak lagi bermanja-manja padanya, tidak memiliki waktu lagi untuk menghabiskan waktu berdua. Om Rudy selama ini selalu menepis kecurigaannya jika tante Katrin menyimpan suatu rahasia.

Lampu kamar Liany sudah mati, kamar di seberang taman depan ruang kerjanya sudah gelap. Seketika lamunannya tentang masa lalu ikut terputus, Om Rudy sebagai komisaris perusahaan juga tak kalah sibuknya tetapi dia selalu berusaha melebihkan waktu untuk keluarganya. Beberapa jurnal laporan sudah dibacanya termasuk laporan dari kantor cabang yang dipegang Myla putrinya. Pria itu pun sudah merasa lelah dan kembali ke kamarnya. Ranjangnya dirasakan begitu dingin, sepi tanpa kehadiran tante Katrin. Om Rudy pun akhirnya terlelap dan bermimpi dia tidur memeluk Liany di ranjang besar miliknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status