Sebuah kotak ponsel keluaran terbaru sudah ada di depan Liany, om Rudy menyodorkannya ketika mereka tengah makan siang bersama di rumah. Liany memandang kotak itu dengan takjub, ponsel yang mahal dan hanya bisa dilihatnya dalam iklan-iklan saja.“Buat saya, Om?” tanya Liany memastikan, kotak itu belum disentuhnya sama sekali.“Iya, buat kamu, siapa lagi? Bahkan bi Inah sudah punya ponsel sendiri ‘kan?” Om Rudy mengelap mulutnya setelah menyelesaikan makan siangnya.“Kenapa? Kamu gak suka?” Om Rudy keheranan karena Liany hanya terdiam saja memandangi kotak ponsel itu.“Suka, Om … saya suka tapi ini ponsel yang mahal, i-ini terlalu mewah buat saya,” jawab Liany gugup. Antara senang dan sungkan dirinya memandang benda yang belum berani disentuhnya.“Bukalah, Om juga sudah beli lengkap dengan kartu SIM-nya tinggal kamu pakai.” Om Rudy mendorong kotak itu lebih dekat ke arah Liany. Perlahan Liany membuka kotak ponsel itu dan terlihat benda pipih berwarna biru, dinyalakannya dan benar-benar
Liany menatap tajam ke arah pengemudi mobil yang sudah menabraknya. Beruntung saat jatuh dia masih bisa melindungi perutnya dari benturan.“Kamu bisa menyetir tidak sih? Kamu sudah membahayakan kami!” hardik Liany dengan mata berkaca-kaca, dielusnya perlahan perutnya yang sudah menginjak usia tujuh bulan.“Kita ke dokter yaa Mba untuk memeriksakan kondisi Mba, sungguh saya tidak sengaja dan saya mengakui kecerobohan saya,” Satria menangkupkan kedua telapak tangannya di dadanya. Kadang dia bersikap jahat pada wanita tetapi dia masih punya nurani untuk wanita yang tengah mengandung.“Kamu … shhh…” Liany masih hendak mengomel tetapi tiba-tiba perutnya terasa sakit dan mengeras.“Non Lia … Non Lia kenapa?” tanya bi Inah dengan cemas, Liany berpegang sangat erat pada lengannya.“Perut Lia sakit, Bi,” Liany berusaha mengatur napasnya, Satria semakin cemas menatap wanita yang memucat wajahnya.“Kita ke dokter yaa?” Satria segera memunguti belanjaan kedua perempuan itu dan memasukkannya ke b
Liany sudah merasa baikan dan tidak merasa keluhan lagi atas tabrakan itu. Hari-hari dijalaninya seperti biasa dan menjadi kebiasaan baru baginya untuk memasakkan anggota keluarga om Rudy. Tante Katrin, Myla dan Om Rudy sangat senang dengan kehadiran Liany yang memberi warna baru di dalam keluarga mereka. Namun, kesibukan tante Katrin dan putrinya membuat Om Rudy hanya lebih sering bersama Liany saja di rumah. Hampir segala sesuatu kebutuhan Om Rudy disiapkan atau diingatkan oleh Liany. Seperti minuman suplemennya, vitamin dan sesekali memberi bekal makan siang jika Om Rudy sedang sibuk-sibuknya dengan rapat yang beruntun.Akhir pekan Myla memilih pergi bersama teman-teman kantornya, ada janji wisata bersama mereka. Sementara tante Katrin pergi ke salon untuk perawatan rutin.“Om, Lia minta izin untuk ke pusat perbelanjaan, susu Lia sudah habis dan Lia juga mau belanja untuk makan malam.” Kali ini Lia tidak berani lagi untuk pergi tanpa izin dari om Rudy.“Kamu sama Bi Inah?” Om Rudy
Satria memegang pipinya yang panas dan kemerahan, di hadapannya Liany sedang berusaha menahan tangis meskipun matanya tak dapat lagi menahan embun di ujung bulu matanya yang tertumpah. Bahu Liany naik turun, rasanya dia masih ingin mencabik-cabik laki-laki yang telah lancang menuduhnya yang bukan-bukan.“Semoga kau ingat tamparanku sebelum kau berkata kasar pada perempuan yang tak kau kenal!” hardik Liany lagi, dengan kasar dilapnya matanya yang basah lalu mengambil napas panjang. Dia pun masuk ke toilet seperti niatnya semula, ingin ditahan tangisnya itu tetapi apalah daya hatinya sudah terlanjur sakit dan kini dia terisak dalam bilik kecil itu.Satria yang berada di dekat pintu toilet mendengar samar isak Liany. Tatapan seorang pengunjung wanita melihat membuat Satria tersadar dan meninggalkan toilet itu segera. Ada sesal yang sedang menelusup di hati Satria yang membuatnya gelisah. Satria sengaja melewati Om Rudy untuk melihat wajahnya lebih jelas lagi.
Liany meringis kesakitan sambil mencengkram bahu om Rudy kuat-kuat, baru kali ini rasanya kakinya tidak bisa digerakkan. Om Rudy berusaha untuk menenangkan Liany, dan memutar memori jika Katrin dulu juga pernah mengalami kejang otot seperti ini.“Kamu tenang dulu, pelan-pelan luruskan kakimu,” ucap lembut om Rudy menarik kaki Liany pelan-pelan.“Sakiit … Om, aawwhhh…!” Liany berusaha untuk meluruskan kakinya seperti arahan om Rudy tetapi nyeri yang dirasakannya begitu hebat.“Pelan-pelan saja, gerakkan kakimu pelan-pelan,” ujar om Rudy sambil tetap membantu Liany meluruskan kakinya. Wajah Liany masih terlihat meringis, om Rudy berusaha membantu perempuan itu agar otot betisnya bisa kembali semula. Dipegangnya pergelangan kaki Liany dan mendorong telapak kakinya ke atas sehingga Liany bisa merasa baikan. Diulangi beberapa kali gerakan itu sehingga dia benar-benar merasakan sakitnya berkurang.“B
Syukurnya jarak dari mobil taksi Liany mogok tak jauh dari rumah sakit tujuannya. Hanya dalam hitungan menit mereka sudah sampai, Satria mendaftarkan administrasi Liany dan melihat brankar perempuan itu didorong ke arah ruang bersalin.“Anda suaminya? Ayo temani istri Anda untuk bersalin!” perintah seorang dokter yang sudah berumur. Satria tidak dapat menjelaskan situasinya dan tatapan dokter itu seakan hendak menyuntik mati Satria jika tidak menurutinya.Liany yang sudah berganti dengan baju pasien terkejut melihat Satria yang ikut masuk ke ruangan.“Pegang tangan istri kamu, beri dia semangat, dia akan bertaruh nyawa sebentar lagi!” dokter perempuan itu memeriksa pembukaan Liany yang ternyata sudah lengkap.“Tunggu aba-aba saya ya, Bu,” perintah dokter itu.Sejenak Liany yang sudah berpeluh di dahi dan lehernya itu menatap sejenak pada Satria, lelaki itu mengulurkan tangannya agar bisa dipegang Liany. Satria se
Satria baru saja memarkirkan mobilnya di luar gedung Dunant, ada rapat ringan dengan departemen pemasaran mereka. Di saat yang sama mobil Myla pun baru saja berhenti dan gadis itu sedang mempersiapkan dirinya, merapikan rambut, menambahkan bedak dan memoles bibirnya. Satria tanpa sengaja melihat kegiatan Myla, sepintas lalu Satria memberi penilaian cukup cantik pada gadis di sebelah mobilnya. Hari ini Myla ada janji dengan Daisy, owner Dunant yang masih ada pertalian keluarga dari pihak om Rudy.Satria dan Myla turun dari mobil bersamaan dan melangkah memasuki lobi kantor, dengan sikap gentle Satria membukakan pintu untuk Myla. Gadis itu menoleh, sesaat dia terpana dengan sosok tampan yang sedang tersenyum ramah kepadanya, lengan kokohnya menahan pintu agar Myla bisa masuk dengan mudah. Kulit wajah yang bersih, hidung yang mancung dengan alis yang tebal, tubuh tinggi dengan dada bidang yang cukup tercetak karena kemeja slim fit yang digunakan Satria.“Terima kasih,” ujar Myla dengan s
Om Rudy membuka matanya, yang pertama dilihatnya adalah sebentuk bantal guling yang didekapnya erat. Mimpinya barusan terasa nyata dan membuatnya merasa bersalah, tak mungkin dirinya akan memperlakukan Liany layaknya seorang istri. Ranjangnya terasa dingin, tante Katrin sudah pergi dari beberapa jam yang lalu. Samar terdengar tangisan Rangga dari kamar Liany. Om Rudy keluar dari kamarnya untuk melihat bayi Liany.“Rangga kenapa, Lia?” Om Rudy muncul dari balik pintu kamar Lia yang terbuka setengahnya, tampak Liany sedang menggendong Rangga yang menangis sambil duduk di tempat tidurnya.“Gak tahu, Om. Padahal popoknya kering dan habis menyusu juga. Bi Inah lagi keluar sebentar jadi Lia gak tahu harus apa.” Liany tampak cemas, Om Rudy mendekat dan mengambil Rangga dalam gendongan Liany.“Kamu sudah makan malam?” tanya om Rudy lagi, gerakannya lembut menimang-nimang Rangga.“Belum, Om.” Liany perlahan turun dari tempat tidurnya, om Rudy segera mengulurkan tangannya untuk membantu Liany t