Share

Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu
Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu
Author: S.Q. Moon

Bab 1

Author: S.Q. Moon
Daftar nama yang begitu familier kembali muncul di hadapanku, membuatku tersentak bangun.

Rasa sakit karena tenggelam masih terasa menusuk, sementara suara ayah bergema jelas di telingaku.

“Larisa, hari ini kamu harus memilih satu di antara mereka semua sebagai tunanganmu.”

Aku terdiam sejenak. Baru saat itu aku sadar, aku… sudah terlahir kembali.

Mataku jatuh ke daftar itu. Tanpa ragu sedikit pun, aku langsung mencoret nama Dikta.

Ayah terkejut.

“Larisa, kamu nggak salah? Bukankah sejak kecil kamu selalu dekat dengan Dikta? Kenapa justru namanya yang kamu coret?”

“Tunggu sebentar. Biar Ayah suruh orang menyiapkan daftar baru...”

Cepat-cepat aku menggeleng, memotong ucapannya.

“Ayah, aku nggak salah pilih! Orang yang ingin kupilih kali ini… bukan Dikta, tapi Tomi.”

Sekilas bayangan wajah Tomi yang penuh kesakitan setelah kematianku muncul jelas di pikiranku.

Aku masih bisa mendengar teriakannya yang memilukan, seolah hatinya ikut tercabik-cabik.

Melihat keteguhan sikapku, ayah akhirnya terdiam. Dia hanya mengangguk pelan.

“Baiklah. Tapi jangan umumkan dulu. Ayah sendiri yang akan mengumumkannya di pesta pertunangan tiga hari lagi.”

Aku menarik napas lega. Begitu keluar dari ruang kerja ayah, langkahku justru terhenti di aula.

Di sana… aku berpapasan dengan Dikta.

Dan di sampingnya berdiri Shafa Kumala.

Sekilas melihatku, Shafa terkejut lalu cepat-cepat bersembunyi di belakang Dikta, seolah aku adalah iblis pemakan manusia.

Dikta segera menariknya ke depan, mencoba menenangkan.

“Shafa, jangan takut. Ada aku di sini. Nggak seorang pun bisa menyakitimu!”

Lalu dia menatapku dengan mata penuh kebencian.

“Larisa, meski Shafa hanyalah perempuan miskin yang dibiayai Keluarga Sarapova, kamu nggak boleh menindasnya seperti ini!”

Aku tertegun. Adegan di depanku… benar-benar berbeda dengan yang kualami di kehidupan sebelumnya.

Di saat bersamaan, Shafa mengangkat tangannya yang memerah dan bengkak, lalu merangkul lengan Dikta.

“Bang Dikta, jangan salahkan Non Larisa. Aku memang terlahir hina. Mencuci baju Non Larisa dengan tanganku sendiri bukanlah apa-apa...”

Aku terbelalak. Sejak kapan aku pernah menyuruh Shafa mencuci pakaianku?!

Barulah aku sadar… Shafa kembali memainkan trik liciknya untuk mencari simpati.

Belum sempat aku membela diri, Dikta sudah lebih dulu membentak, suaranya penuh amarah,

“Larisa! Dengar baik-baik! Sekalipun kamu memilihku sebagai tunanganmu, aku nggak akan pernah menyukai wanita sekejam dirimu!”

Setelah itu, dia membelai tangan Shafa dengan penuh sayang. Sorot matanya penuh kelembutan.

“Shafa, kamu nggak hina. Kamu jauh lebih baik daripada mereka yang berhati jahat.”

Ucapannya ditutup dengan tatapan sinis yang diarahkan padaku.

Seketika dadaku terasa sesak, seperti ditusuk ribuan jarum halus.

Di kehidupan lalu maupun sekarang... dia tak pernah benar-benar percaya padaku.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 9

    Hari pernikahan itu, doa dan restu tulus mengalir dari keluarga dan sahabat.Di tengah kebahagiaan yang sederhana, aku menerima sebuah surat… dari jauh.Surat itu datang dari Dikta.Isinya singkat. Dia berharap kami bisa hidup bahagia selamanya. Selama bertahun-tahun ini, dia terus merenungi kesalahannya. Dia bahkan memohon maaf padaku. Meski dia tak mengharap pengampunan dariku, tetap saja dia menulis satu kalimat sederhana: [Maafkan aku.]Membaca surat itu, aku tahu semuanya sudah berakhir.Semua kenangan di masa lalu hanyalah bunga sesaat yang cepat layu.Sementara aku… akhirnya menemukan kebahagiaan milikku sendiri.Setelah mengambil alih bisnis Keluarga Sarapova, Tomi mengurusnya dengan teliti. Meski pekerjaannya menyita banyak waktu, dia selalu menyisihkan ruang untukku. Menemani, menjaga, dan mencintaiku.Suatu sore, aku sendirian di rumah. Karena bosan, aku masuk ke ruang kerjanya, berniat mencari sebuah buku untuk mengisi waktu. Tanpa sengaja, sebuah kotak kayu menarik perhati

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 8

    Nafsu bejat para pria itu sudah terbangkitkan. Mana mungkin mereka masih peduli dengan teriakan Shafa?Salah satu dari mereka langsung mendorongnya. Tubuhnya terhempas ke lantai, berguling beberapa meter. Rasa sakit membuat air matanya tumpah.Menyadari tak mungkin melawan, Shafa akhirnya memilih mengalah. Sudut bibirnya terangkat, senyuman licik terukir di wajahnya.“Bagus juga! Meski ada yang datang menyelamatkanmu, setelah melihatmu nggak suci lagi, aku yakin mereka nggak akan menerimamu!”Pria-pria itu mendekat dengan wajah bengis. Aku berteriak minta tolong, tapi tak ada gunanya.“Lepaskan dia!”Suara itu terdengar tepat saat pakaianku hampir terkoyak. Pintu gudang mendadak terbuka.Dikta!Dengan tiga pukulan, dua tendangan, semua pria itu langsung terkapar tak berdaya. Dia melepas jaketnya, menyelimutiku yang berantakan, lalu membopongku hati-hati.Namun, mata Shafa mendadak memerah penuh kegilaan. Dia mencabut sebilah pisau dari balik tubuhnya dan menerjang ke arah kami seperti

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 7

    Hari itu, kudengar Dikta berlutut di depan rumahku begitu lama sampai tubuhnya tak sanggup lagi dan akhirnya dibawa ke rumah sakit.Aku? Tak merasakan gelombang emosi apa pun. Semua yang terjadi… akibat tindakannya sendiri.Sejak itu, Dikta tak pernah muncul lagi.Sementara hubunganku dengan Tomi semakin erat dan stabil. Dulu, seluruh perhatianku hanya tertuju pada Dikta. Namun melalui kebersamaan dengan Tomi, aku sadar satu hal… cinta yang sehat tak bisa hanya datang dari satu pihak. Perasaan itu harus tumbuh dari dua orang yang sama-sama memberi dan berkorban. Baru tercipta hubungan yang indah. Dan cinta sejati… tak akan membiarkan pihak ketiga masuk.Aku sempat berpikir hidupku akan damai dan bahagia seperti ini. Namun… kemunculan seseorang menghancurkan ketenangan itu.Hari itu adalah ulang tahun Tomi. Aku keluar sendiri untuk menyiapkan kejutan. Namun di pintu mal, aku bertemu dengan Shafa.Tubuhnya tampak kurus, wajah cekung seolah menua puluhan tahun, sangat berbeda dengan gadi

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 6

    Sejak saat itu, perasaanku pada Dikta mulai berubah. Dia… begitu perhatian padaku.Ayah sibuk dengan pekerjaannya, sementara ibuku sudah tiada sejak lama, dan Dikta selalu ada di sisiku. Menemani, menghibur, bahkan menjagaku. Aku pernah berpikir, kelak saat dewasa, semuanya akan berjalan wajar. Kita akan hidup bersama... seperti yang selalu kubayangkan.Namun semuanya berubah ketika Shafa datang. Tanpa disadari, Dikta mulai memihak Shafa. Bahkan pernah berkata kalau gadis itu “malang, sama sepertinya”.Awalnya, demi membuat Dikta senang, aku bersikap baik pada Shafa. Namun Shafa… perlahan kelewat batas.Dia sering menuduhku menindasnya, berpura-pura lemah, mencari simpati Dikta. Seberapa pun aku menjelaskan, Dikta tak pernah percaya padaku.Di kehidupan sebelumnya, aku tahu Dikta menyimpan perasaan pada Shafa, tapi aku tetap memilihnya. Kupikir perasaan yang tumbuh sejak kecil akan menjadi fondasi kuat… yang tak bisa digoyahkan siapapun.Ternyata… aku salah. Salah besar. Hanya menginga

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 5

    Tomi jelas tertegun, menatapku dengan mata yang hampir tak percaya.Aku hanya mengangguk, dan perlahan dia melangkah ke atas panggung.Sementara Dikta? Dia hanya terpaku di tempat, bibirnya bergetar pelan.“Nggak… ini nggak mungkin…”Tatapan semua orang langsung tertuju pada Tomi. Dikta seakan lenyap dari perhatian mereka.Tiba-tiba, Dikta meraung marah. Dia berlari menghampiriku, mencengkeram lenganku dengan keras.“Larisa! Kamu sengaja, ‘kan? Kamu sengaja ingin memancing kemarahanku, ‘kan?”Aku menatapnya datar.“Karena cemburu sama Shafa, kamu sengaja memilih Tomi supaya aku kesal, ‘kan?”Aku benar-benar tak mengerti. Bukankah dia yang lebih dulu memilih Shafa? Sekarang aku sudah merelakan mereka, tapi kenapa dia malah tak rela?Tomi yang berdiri di sisiku segera mendorongnya menjauh.“Dikta! Larisa sekarang tunanganku. Menjauhlah darinya!” Suaranya dingin dan lantang.Dikta hanya melirik Tomi dengan pandangan meremehkan, lalu kembali menatapku penuh tanya.“Larisa… aku tahu kamu me

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 4

    “Larisa! Meski aku dipaksa menikahimu, jangan harap aku akan mencintaimu!”Tatapannya penuh kebencian, suaranya dingin menusuk.“Kalau berani pamer di depan Shafa seolah-olah sudah mendapatkanku, lebih baik lupakan! Aku nggak akan pernah menikahimu!”Begitu ucapnya, dia langsung menggenggam tangan Shafa dan melangkah pergi. Tak sedikit pun menoleh ke belakang.Aku hanya menatap punggung mereka yang menjauh dengan senyum dingin.Untuk pertama kalinya, aku benar-benar tak mengerti. Di kehidupan sebelumnya… kenapa aku bisa jatuh cinta pada pria seperti itu?…Pesta pertunangan belum juga dimulai. Aku baru selesai berdandan ketika Shafa tiba-tiba muncul di kamarku.Tatapannya penuh dengki, matanya merah membara penuh kebencian.“Larisa, atas dasar apa?!” Suaranya pecah.“Aku nggak terima! Kenapa kamu terlahir dengan kedudukan terhormat, sementara aku cuma gadis miskin yang dipandang rendah!”“Bahkan Bang Dikta yang kucintai… akhirnya tunduk pada kekuasaan ayahmu dan bertunangan denganmu!”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status