Share

Bab 2

Author: S.Q. Moon
Tiba-tiba, seorang pria asing mengacungkan pisau dan menerjang ke arahku.

Aku berteriak panik, tubuhku refleks mundur beberapa langkah.

Dikta bereaksi cepat. Berkat insting dan pelatihannya bertahun-tahun, dia segera melesat ke depan, berdiri melindungiku. Dengan sekali tendang, pisau itu terlempar dari tangan si penyerang. Dalam sekejap, dia berhasil menjatuhkannya.

Namun tepat di saat itu, terdengar jeritan nyaring.

“Ahhh!”

Shafa terjatuh ke lantai, tubuhnya menggeliat menahan sakit. Darah mengalir dari kakinya. Ternyata ada pria asing lain yang sudah berhasil menggoreskan pisau padanya!

Dikta sempat ragu sesaat, lalu buru-buru meninggalkanku untuk menolong Shafa.

Aku terpaku. Hati ini seolah membeku pelan.

Melihatku tanpa penjagaan, pria pertama kembali menyerangku. Pisau di tangannya meluncur lurus ke arah dadaku!

Tepat sebelum ujung pisau menyentuh dadaku, sebuah bayangan tiba-tiba melesat, menendang pria itu hingga terhempas.

Aku membuka mata perlahan. Barulah aku sadar… Tomi berdiri tepat di hadapanku.

Dua orang penyerang yang gagal langsung panik, lalu kabur terbirit-birit.

Tomi menoleh, menatap Dikta dengan sorot mata tajam penuh kemarahan.

“Dikta! Apa kamu sudah lupa tugasmu?” Suaranya menggelegar.

“Kalau sampai Non Larisa terluka, kamu sanggup tanggung akibatnya?”

Sekilas, kegelisahan tampak di wajah Dikta. Namun, sikap acuhnya segera kembali.

“Pada akhirnya dia nggak kenapa-kenapa, ‘kan? Lagipula, Shafa juga terluka gara-gara Larisa. Aku nggak mungkin diam saja!”

Wajah Tomi semakin suram. Dia melangkah maju, tinjunya melayang menghantam wajah Dikta.

“Jadi kamu lebih peduli keselamatan wanita itu, daripada Non Larisa? Sudah lupa untuk apa Tuan mengadopsi kita dulu?”

Nada suaranya penuh amarah, bercampur kekecewaan.

“Tuan memperlakukan kita seperti anak kandung sendiri! Tapi sekarang, hanya karena seorang wanita, kamu melupakan semua kebaikan itu?”

Rasa bersalah jelas melintas di mata Dikta. Namun saat berhadapan dengan tinju Tomi dan kata-kata tajamnya, dia kehilangan kendali. Keduanya pun terlibat baku hantam sengit.

Aku panik, segera mencoba melerai mereka.

Namun suara rengekan Shafa memecah keributan.

“Bang Dikta… kakiku sakit...”

Mendengar itu, Dikta langsung berhenti, lalu buru-buru menggendong Shafa dan membawanya pergi.

Aku hanya bisa terdiam.

Tomi menoleh padaku. Tatapannya dingin, tapi di dasar matanya aku bisa melihat bara amarah yang tertahan.

“Kenapa menahanku? Dia sudah memperlakukanmu seperti ini, tapi kamu masih saja nggak tega kalau dia terluka!”

Matanya perlahan memerah, seakan menahan air mata.

“Aku nggak...”

“Cukup! Nggak perlu dijelaskan!” potongnya getir.

“Kalau kamu sudah memilihnya… maka tanggung sendiri akibatnya!”

“Aku nggak pilih dia!” ucapku cepat, nyaris panik.

Sekilas, keterkejutan melintas di mata Tomi, tapi dengan cepat memudar.

“Semua orang tahu sejak kecil kamu menyukainya. Kalau bukan dia, lalu siapa lagi?”

“Sudahlah. Terserah padamu. Kamu bebas memilih siapa pun.”

Setelah mengucapkan itu, dia pergi dengan perasaan kecewa.

Punggungnya menjauh, tapi meninggalkan rasa perih di hatiku.

Andai saja dia tahu, calon tunangan yang kupilih sebenarnya adalah dirinya…

Aku jadi tak sabar menantikan reaksinya!

Keesokan harinya, ayah mengirimkan berbagai gaun pertunangan untuk kupilih.

Saat mataku jatuh pada sebuah gaun indah, Dikta masuk sambil menuntun Shafa yang masih pincang.

Begitu melihat gaun itu, mata Shafa langsung berbinar. Dia berseru tanpa bisa menahan diri.

“Gaun ini cantik sekali!”

Namun tak lama kemudian, cahaya di matanya meredup.

“Sayangnya.... aku dari keluarga miskin. Seumur hidup, aku nggak akan pernah bisa pakai gaun secantik ini.”

Ucapan itu membuat Dikta tersentuh. Dia buru-buru menepuk bahunya, menenangkan dengan lembut.

“Shafa, jangan merendahkan dirimu. Apa pun yang kamu mau, aku akan berikan untukmu!”

Aku tetap diam, tak ingin ikut campur.

Namun jelas, Shafa tak berniat berhenti. Bibirnya kembali terbuka, melancarkan serangan halus berikutnya…
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 9

    Hari pernikahan itu, doa dan restu tulus mengalir dari keluarga dan sahabat.Di tengah kebahagiaan yang sederhana, aku menerima sebuah surat… dari jauh.Surat itu datang dari Dikta.Isinya singkat. Dia berharap kami bisa hidup bahagia selamanya. Selama bertahun-tahun ini, dia terus merenungi kesalahannya. Dia bahkan memohon maaf padaku. Meski dia tak mengharap pengampunan dariku, tetap saja dia menulis satu kalimat sederhana: [Maafkan aku.]Membaca surat itu, aku tahu semuanya sudah berakhir.Semua kenangan di masa lalu hanyalah bunga sesaat yang cepat layu.Sementara aku… akhirnya menemukan kebahagiaan milikku sendiri.Setelah mengambil alih bisnis Keluarga Sarapova, Tomi mengurusnya dengan teliti. Meski pekerjaannya menyita banyak waktu, dia selalu menyisihkan ruang untukku. Menemani, menjaga, dan mencintaiku.Suatu sore, aku sendirian di rumah. Karena bosan, aku masuk ke ruang kerjanya, berniat mencari sebuah buku untuk mengisi waktu. Tanpa sengaja, sebuah kotak kayu menarik perhati

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 8

    Nafsu bejat para pria itu sudah terbangkitkan. Mana mungkin mereka masih peduli dengan teriakan Shafa?Salah satu dari mereka langsung mendorongnya. Tubuhnya terhempas ke lantai, berguling beberapa meter. Rasa sakit membuat air matanya tumpah.Menyadari tak mungkin melawan, Shafa akhirnya memilih mengalah. Sudut bibirnya terangkat, senyuman licik terukir di wajahnya.“Bagus juga! Meski ada yang datang menyelamatkanmu, setelah melihatmu nggak suci lagi, aku yakin mereka nggak akan menerimamu!”Pria-pria itu mendekat dengan wajah bengis. Aku berteriak minta tolong, tapi tak ada gunanya.“Lepaskan dia!”Suara itu terdengar tepat saat pakaianku hampir terkoyak. Pintu gudang mendadak terbuka.Dikta!Dengan tiga pukulan, dua tendangan, semua pria itu langsung terkapar tak berdaya. Dia melepas jaketnya, menyelimutiku yang berantakan, lalu membopongku hati-hati.Namun, mata Shafa mendadak memerah penuh kegilaan. Dia mencabut sebilah pisau dari balik tubuhnya dan menerjang ke arah kami seperti

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 7

    Hari itu, kudengar Dikta berlutut di depan rumahku begitu lama sampai tubuhnya tak sanggup lagi dan akhirnya dibawa ke rumah sakit.Aku? Tak merasakan gelombang emosi apa pun. Semua yang terjadi… akibat tindakannya sendiri.Sejak itu, Dikta tak pernah muncul lagi.Sementara hubunganku dengan Tomi semakin erat dan stabil. Dulu, seluruh perhatianku hanya tertuju pada Dikta. Namun melalui kebersamaan dengan Tomi, aku sadar satu hal… cinta yang sehat tak bisa hanya datang dari satu pihak. Perasaan itu harus tumbuh dari dua orang yang sama-sama memberi dan berkorban. Baru tercipta hubungan yang indah. Dan cinta sejati… tak akan membiarkan pihak ketiga masuk.Aku sempat berpikir hidupku akan damai dan bahagia seperti ini. Namun… kemunculan seseorang menghancurkan ketenangan itu.Hari itu adalah ulang tahun Tomi. Aku keluar sendiri untuk menyiapkan kejutan. Namun di pintu mal, aku bertemu dengan Shafa.Tubuhnya tampak kurus, wajah cekung seolah menua puluhan tahun, sangat berbeda dengan gadi

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 6

    Sejak saat itu, perasaanku pada Dikta mulai berubah. Dia… begitu perhatian padaku.Ayah sibuk dengan pekerjaannya, sementara ibuku sudah tiada sejak lama, dan Dikta selalu ada di sisiku. Menemani, menghibur, bahkan menjagaku. Aku pernah berpikir, kelak saat dewasa, semuanya akan berjalan wajar. Kita akan hidup bersama... seperti yang selalu kubayangkan.Namun semuanya berubah ketika Shafa datang. Tanpa disadari, Dikta mulai memihak Shafa. Bahkan pernah berkata kalau gadis itu “malang, sama sepertinya”.Awalnya, demi membuat Dikta senang, aku bersikap baik pada Shafa. Namun Shafa… perlahan kelewat batas.Dia sering menuduhku menindasnya, berpura-pura lemah, mencari simpati Dikta. Seberapa pun aku menjelaskan, Dikta tak pernah percaya padaku.Di kehidupan sebelumnya, aku tahu Dikta menyimpan perasaan pada Shafa, tapi aku tetap memilihnya. Kupikir perasaan yang tumbuh sejak kecil akan menjadi fondasi kuat… yang tak bisa digoyahkan siapapun.Ternyata… aku salah. Salah besar. Hanya menginga

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 5

    Tomi jelas tertegun, menatapku dengan mata yang hampir tak percaya.Aku hanya mengangguk, dan perlahan dia melangkah ke atas panggung.Sementara Dikta? Dia hanya terpaku di tempat, bibirnya bergetar pelan.“Nggak… ini nggak mungkin…”Tatapan semua orang langsung tertuju pada Tomi. Dikta seakan lenyap dari perhatian mereka.Tiba-tiba, Dikta meraung marah. Dia berlari menghampiriku, mencengkeram lenganku dengan keras.“Larisa! Kamu sengaja, ‘kan? Kamu sengaja ingin memancing kemarahanku, ‘kan?”Aku menatapnya datar.“Karena cemburu sama Shafa, kamu sengaja memilih Tomi supaya aku kesal, ‘kan?”Aku benar-benar tak mengerti. Bukankah dia yang lebih dulu memilih Shafa? Sekarang aku sudah merelakan mereka, tapi kenapa dia malah tak rela?Tomi yang berdiri di sisiku segera mendorongnya menjauh.“Dikta! Larisa sekarang tunanganku. Menjauhlah darinya!” Suaranya dingin dan lantang.Dikta hanya melirik Tomi dengan pandangan meremehkan, lalu kembali menatapku penuh tanya.“Larisa… aku tahu kamu me

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 4

    “Larisa! Meski aku dipaksa menikahimu, jangan harap aku akan mencintaimu!”Tatapannya penuh kebencian, suaranya dingin menusuk.“Kalau berani pamer di depan Shafa seolah-olah sudah mendapatkanku, lebih baik lupakan! Aku nggak akan pernah menikahimu!”Begitu ucapnya, dia langsung menggenggam tangan Shafa dan melangkah pergi. Tak sedikit pun menoleh ke belakang.Aku hanya menatap punggung mereka yang menjauh dengan senyum dingin.Untuk pertama kalinya, aku benar-benar tak mengerti. Di kehidupan sebelumnya… kenapa aku bisa jatuh cinta pada pria seperti itu?…Pesta pertunangan belum juga dimulai. Aku baru selesai berdandan ketika Shafa tiba-tiba muncul di kamarku.Tatapannya penuh dengki, matanya merah membara penuh kebencian.“Larisa, atas dasar apa?!” Suaranya pecah.“Aku nggak terima! Kenapa kamu terlahir dengan kedudukan terhormat, sementara aku cuma gadis miskin yang dipandang rendah!”“Bahkan Bang Dikta yang kucintai… akhirnya tunduk pada kekuasaan ayahmu dan bertunangan denganmu!”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status