Share

Bab 4

Author: S.Q. Moon
“Larisa! Meski aku dipaksa menikahimu, jangan harap aku akan mencintaimu!”

Tatapannya penuh kebencian, suaranya dingin menusuk.

“Kalau berani pamer di depan Shafa seolah-olah sudah mendapatkanku, lebih baik lupakan! Aku nggak akan pernah menikahimu!”

Begitu ucapnya, dia langsung menggenggam tangan Shafa dan melangkah pergi. Tak sedikit pun menoleh ke belakang.

Aku hanya menatap punggung mereka yang menjauh dengan senyum dingin.

Untuk pertama kalinya, aku benar-benar tak mengerti. Di kehidupan sebelumnya… kenapa aku bisa jatuh cinta pada pria seperti itu?

Pesta pertunangan belum juga dimulai. Aku baru selesai berdandan ketika Shafa tiba-tiba muncul di kamarku.

Tatapannya penuh dengki, matanya merah membara penuh kebencian.

“Larisa, atas dasar apa?!” Suaranya pecah.

“Aku nggak terima! Kenapa kamu terlahir dengan kedudukan terhormat, sementara aku cuma gadis miskin yang dipandang rendah!”

“Bahkan Bang Dikta yang kucintai… akhirnya tunduk pada kekuasaan ayahmu dan bertunangan denganmu!”

Aku mendengus dingin, menatapnya dengan sinis.

“Shafa, selama ini keluargaku pernah memperlakukanmu buruk?” tanyaku dingin.

“Melihat kondisi keluargamu yang miskin, ayahku membiayai sekolahmu. Setelah orang tuamu meninggal, kamu tinggal di rumah ini. Kamu dibesarkan seperti keluarga sendiri.”

Aku menatapnya lebih tajam.

“Tapi balasanmu? Bukan rasa terima kasih, melainkan fitnah, iri dan pengkhianatan.”

Aku mendekat, suaraku semakin menekan.

“Dan soal Dikta... kalau dia benar-benar mencintaimu, seharusnya dia berani meninggalkan segalanya demi bersamamu. Tapi nyatanya? Dia memilih status dan kekuasaan keluargaku!”

Wajah Shafa mendadak pucat. Dia terhuyung mundur, bibirnya bergetar.

“Bukan... bukan begitu... Bang Dikta bilang, setelah Keluarga Sarapova jatuh ke tangannya, dia akan menceraikanmu… lalu menikahiku!”

Aku tertawa sinis.

“Kalian pikir ayahku, yang sudah makan asam garam dunia, bisa dipermainkan begitu saja? Jalan hidupku sudah lama dipersiapkan olehnya!”

Tatapan Shafa berubah drastis. Kini penuh kebencian, menusuk seperti belati.

“Kalau begitu… jangan salahkan aku bertindak kejam!”

Tanpa ragu, dia mengeluarkan sebilah pisau kecil dari sakunya. Bukan untukku, melainkan menusuk lengannya sendiri.

“Aaaa….” Jeritannya melengking, membuat beberapa penjaga bergegas masuk.

Mereka melihat Shafa meneteskan darah sambil menatapku penuh dendam.

“Non Larisa… kenapa kamu tega memperlakukanku seperti ini?” Suaranya lemah, tapi penuh tuduhan.

Dikta pun murka. Dengan mata merah, dia melayangkan tamparan keras ke wajahku.

Plak!

Detik berikutnya, beberapa penjaga langsung menekannya ke lantai.

“Kamu sudah gila, Dikta? Kalau Tuan tahu, nyawamu bisa tamat!”

Shafa segera dilarikan ke rumah sakit. Dikta, setelah ditenangkan beberapa orang, hanya bisa terdiam dengan wajah kusut.

Tak lama kemudian, pesta pertunangan dimulai. Aula megah dipenuhi sanak saudara dan sahabat keluarga. Musik lembut mengalun, lampu kristal bergemerlapan.

Ayah menggandeng tanganku naik ke panggung. Dengan suara lantang dan penuh wibawa, dia menyapa para tamu undangan.

“Hari ini, aku mengumpulkan kalian semua sebagai saksi kebahagiaan putriku. Malam ini, dia akan bertunangan dengan salah satu pria yang hadir di sini!”

Suasana hening. Semua menanti dengan penuh rasa penasaran.

“Dan pria itu adalah...”

“Tunggu Sebentar!”

Ayah baru hendak melanjutkan, tapi Dikta tiba-tiba berdiri dan menyela dengan suara lantang.

Sekejap, semua mata tertuju padanya. Ayah menatapnya dengan amarah membara.

Namun Dikta tetap tenang, tak gentar sedikit pun.

“Tuan, aku nggak pernah mencintai Larisa. Hari ini, meski harus menyinggung Tuan, aku nggak akan bertunangan dengannya!”

Kata-kata itu keluar bagaikan bom. Suasana langsung gempar.

“Apa-apaan ini?”

“Putri Keluarga Sarapova ditolak… di depan umum?”

Ayah hanya tertawa dingin, suaranya membuat seluruh ruangan bergetar.

“Hahaha… Dikta, dari awal, yang akan bertunangan dengan putriku bukan kamu…”

Seketika suasana menegang, semua menahan napas.

“… tapi Tomi!”

Semua orang terdiam.

Tak seorang pun menyangka kalau calon tunanganku yang sebenarnya adalah Tomi!
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 9

    Hari pernikahan itu, doa dan restu tulus mengalir dari keluarga dan sahabat.Di tengah kebahagiaan yang sederhana, aku menerima sebuah surat… dari jauh.Surat itu datang dari Dikta.Isinya singkat. Dia berharap kami bisa hidup bahagia selamanya. Selama bertahun-tahun ini, dia terus merenungi kesalahannya. Dia bahkan memohon maaf padaku. Meski dia tak mengharap pengampunan dariku, tetap saja dia menulis satu kalimat sederhana: [Maafkan aku.]Membaca surat itu, aku tahu semuanya sudah berakhir.Semua kenangan di masa lalu hanyalah bunga sesaat yang cepat layu.Sementara aku… akhirnya menemukan kebahagiaan milikku sendiri.Setelah mengambil alih bisnis Keluarga Sarapova, Tomi mengurusnya dengan teliti. Meski pekerjaannya menyita banyak waktu, dia selalu menyisihkan ruang untukku. Menemani, menjaga, dan mencintaiku.Suatu sore, aku sendirian di rumah. Karena bosan, aku masuk ke ruang kerjanya, berniat mencari sebuah buku untuk mengisi waktu. Tanpa sengaja, sebuah kotak kayu menarik perhati

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 8

    Nafsu bejat para pria itu sudah terbangkitkan. Mana mungkin mereka masih peduli dengan teriakan Shafa?Salah satu dari mereka langsung mendorongnya. Tubuhnya terhempas ke lantai, berguling beberapa meter. Rasa sakit membuat air matanya tumpah.Menyadari tak mungkin melawan, Shafa akhirnya memilih mengalah. Sudut bibirnya terangkat, senyuman licik terukir di wajahnya.“Bagus juga! Meski ada yang datang menyelamatkanmu, setelah melihatmu nggak suci lagi, aku yakin mereka nggak akan menerimamu!”Pria-pria itu mendekat dengan wajah bengis. Aku berteriak minta tolong, tapi tak ada gunanya.“Lepaskan dia!”Suara itu terdengar tepat saat pakaianku hampir terkoyak. Pintu gudang mendadak terbuka.Dikta!Dengan tiga pukulan, dua tendangan, semua pria itu langsung terkapar tak berdaya. Dia melepas jaketnya, menyelimutiku yang berantakan, lalu membopongku hati-hati.Namun, mata Shafa mendadak memerah penuh kegilaan. Dia mencabut sebilah pisau dari balik tubuhnya dan menerjang ke arah kami seperti

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 7

    Hari itu, kudengar Dikta berlutut di depan rumahku begitu lama sampai tubuhnya tak sanggup lagi dan akhirnya dibawa ke rumah sakit.Aku? Tak merasakan gelombang emosi apa pun. Semua yang terjadi… akibat tindakannya sendiri.Sejak itu, Dikta tak pernah muncul lagi.Sementara hubunganku dengan Tomi semakin erat dan stabil. Dulu, seluruh perhatianku hanya tertuju pada Dikta. Namun melalui kebersamaan dengan Tomi, aku sadar satu hal… cinta yang sehat tak bisa hanya datang dari satu pihak. Perasaan itu harus tumbuh dari dua orang yang sama-sama memberi dan berkorban. Baru tercipta hubungan yang indah. Dan cinta sejati… tak akan membiarkan pihak ketiga masuk.Aku sempat berpikir hidupku akan damai dan bahagia seperti ini. Namun… kemunculan seseorang menghancurkan ketenangan itu.Hari itu adalah ulang tahun Tomi. Aku keluar sendiri untuk menyiapkan kejutan. Namun di pintu mal, aku bertemu dengan Shafa.Tubuhnya tampak kurus, wajah cekung seolah menua puluhan tahun, sangat berbeda dengan gadi

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 6

    Sejak saat itu, perasaanku pada Dikta mulai berubah. Dia… begitu perhatian padaku.Ayah sibuk dengan pekerjaannya, sementara ibuku sudah tiada sejak lama, dan Dikta selalu ada di sisiku. Menemani, menghibur, bahkan menjagaku. Aku pernah berpikir, kelak saat dewasa, semuanya akan berjalan wajar. Kita akan hidup bersama... seperti yang selalu kubayangkan.Namun semuanya berubah ketika Shafa datang. Tanpa disadari, Dikta mulai memihak Shafa. Bahkan pernah berkata kalau gadis itu “malang, sama sepertinya”.Awalnya, demi membuat Dikta senang, aku bersikap baik pada Shafa. Namun Shafa… perlahan kelewat batas.Dia sering menuduhku menindasnya, berpura-pura lemah, mencari simpati Dikta. Seberapa pun aku menjelaskan, Dikta tak pernah percaya padaku.Di kehidupan sebelumnya, aku tahu Dikta menyimpan perasaan pada Shafa, tapi aku tetap memilihnya. Kupikir perasaan yang tumbuh sejak kecil akan menjadi fondasi kuat… yang tak bisa digoyahkan siapapun.Ternyata… aku salah. Salah besar. Hanya menginga

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 5

    Tomi jelas tertegun, menatapku dengan mata yang hampir tak percaya.Aku hanya mengangguk, dan perlahan dia melangkah ke atas panggung.Sementara Dikta? Dia hanya terpaku di tempat, bibirnya bergetar pelan.“Nggak… ini nggak mungkin…”Tatapan semua orang langsung tertuju pada Tomi. Dikta seakan lenyap dari perhatian mereka.Tiba-tiba, Dikta meraung marah. Dia berlari menghampiriku, mencengkeram lenganku dengan keras.“Larisa! Kamu sengaja, ‘kan? Kamu sengaja ingin memancing kemarahanku, ‘kan?”Aku menatapnya datar.“Karena cemburu sama Shafa, kamu sengaja memilih Tomi supaya aku kesal, ‘kan?”Aku benar-benar tak mengerti. Bukankah dia yang lebih dulu memilih Shafa? Sekarang aku sudah merelakan mereka, tapi kenapa dia malah tak rela?Tomi yang berdiri di sisiku segera mendorongnya menjauh.“Dikta! Larisa sekarang tunanganku. Menjauhlah darinya!” Suaranya dingin dan lantang.Dikta hanya melirik Tomi dengan pandangan meremehkan, lalu kembali menatapku penuh tanya.“Larisa… aku tahu kamu me

  • Di Balik Gunung, Ada Bulan yang Menunggu   Bab 4

    “Larisa! Meski aku dipaksa menikahimu, jangan harap aku akan mencintaimu!”Tatapannya penuh kebencian, suaranya dingin menusuk.“Kalau berani pamer di depan Shafa seolah-olah sudah mendapatkanku, lebih baik lupakan! Aku nggak akan pernah menikahimu!”Begitu ucapnya, dia langsung menggenggam tangan Shafa dan melangkah pergi. Tak sedikit pun menoleh ke belakang.Aku hanya menatap punggung mereka yang menjauh dengan senyum dingin.Untuk pertama kalinya, aku benar-benar tak mengerti. Di kehidupan sebelumnya… kenapa aku bisa jatuh cinta pada pria seperti itu?…Pesta pertunangan belum juga dimulai. Aku baru selesai berdandan ketika Shafa tiba-tiba muncul di kamarku.Tatapannya penuh dengki, matanya merah membara penuh kebencian.“Larisa, atas dasar apa?!” Suaranya pecah.“Aku nggak terima! Kenapa kamu terlahir dengan kedudukan terhormat, sementara aku cuma gadis miskin yang dipandang rendah!”“Bahkan Bang Dikta yang kucintai… akhirnya tunduk pada kekuasaan ayahmu dan bertunangan denganmu!”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status