Beranda / Romansa / Di Balik Hujan / 19. Duh, aku bisa terlambat lagi, nih!

Share

19. Duh, aku bisa terlambat lagi, nih!

Penulis: A_W
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-24 21:15:55

Malam pun tiba. Seperti biasa, aku dan kedua puterinya Kak Melly sedang bermain di ruang tengah. Kegiatan ini hampir setiap hari ku lakukan sejak masih duduk di bangku sekolah menengah atas dulu sembari menunggu Kak Melly pulang. Namun terkadang, aku meminta Cindy dan Rani untuk bermain berdua, karena aku sedang mengerjakan tugas sekolah dan kembali bermain dengan mereka ketika sudah selesai. Beruntung, para Dosen itu belum memberiku tugas. Jadi, aku bisa terus bermain bersama dengan mereka berdua.

Beberapa saat kemudian, mobil milik Kak Melly tiba di depan rumah dan tumben-tumbenan, mobil milik Bang Rudy juga tiba di depan rumah, bersamaan dengan Kak Melly. Aku bergegas keluar rumah dan membukakan pagar, kemudian menutupnya lagi dan berlari menghampiri mereka.

   “Hai, Kak, hehe …,” ucapku menyapa Kak Melly sambil tertawa kecil.

   “Apa? Kamu berantem di kampus, dan dibawa ke ruang Dosen, iya?” tanya Kak Melly pa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Di Balik Hujan   19. Duh, aku bisa terlambat lagi, nih!

    Malam pun tiba. Seperti biasa, aku dan kedua puterinya Kak Melly sedang bermain di ruang tengah. Kegiatan ini hampir setiap hari ku lakukan sejak masih duduk di bangku sekolah menengah atas dulu sembari menunggu Kak Melly pulang. Namun terkadang, aku meminta Cindy dan Rani untuk bermain berdua, karena aku sedang mengerjakan tugas sekolah dan kembali bermain dengan mereka ketika sudah selesai. Beruntung, para Dosen itu belum memberiku tugas. Jadi, aku bisa terus bermain bersama dengan mereka berdua.Beberapa saat kemudian, mobil milik Kak Melly tiba di depan rumah dan tumben-tumbenan, mobil milik Bang Rudy juga tiba di depan rumah, bersamaan dengan Kak Melly. Aku bergegas keluar rumah dan membukakan pagar, kemudian menutupnya lagi dan berlari menghampiri mereka. “Hai, Kak, hehe …,” ucapku menyapa Kak Melly sambil tertawa kecil. “Apa? Kamu berantem di kampus, dan dibawa ke ruang Dosen, iya?” tanya Kak Melly pa

  • Di Balik Hujan   18. Gila kamu, Lex!

    “Bu, aku pergi main dulu, ya!” “Iya, jangan berkelahi lagi kamu! Pusing ibu kalau setiap hari harus mendengar ocehan dari orangtua teman-teman kamu,” “Oke, Bu ….” Pukul sembilan pagi tepatnya di hari minggu, si Alex kecil keluar dari rumahnya dan pergi bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat itu, umurnya masih sekitar lima tahun. Ibunya setiap hari bekerja dari pagi hingga larut malam, dan hanya akan ada di rumah saat hari libur tiba, seperti Minggu dan hari-hari libur lainnya. Itu pun, ibunya tetap memiliki pekerjaan kantor yang belum selesai. Sedangkan ayahnya adalah seorang Tentara yang sedang bertugas di luar Negeri. Akibatnya, dia tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari kedua orangtuanya dan itu membuatnya menjadi sedikit nakal. “Hai, teman-teman,” ucap Alex sambil tersenyum dan melambaikan tangan sekelompok anak-an

  • Di Balik Hujan   17. Aku sebenarnya takut pada wanita

    “Tadi, aku menunggu kalian di kelas untuk memberikan ini,” kata Wanita itu sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tas. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sesuatu yang dibalut dengan sapu tangan berwarna coklat garis-garis hitam. Aku tidak tahu apa itu, tapi sepertinya itu sangat berharga sampai si Wanita itu rela meluangkan waktunya menunggu aku dan Alya, demi untuk memberi barang itu padaku. Lalu, dia pun memberikan barang itu padaku dan, “Eh, ini ‘kan kacamataku? Yah, sudah patah,” kataku dengan raut wajah sedih, setelah tahu kalau barang yang dibalut dengan sapu tangan itu adalah kacamataku.Kacamata kesayanganku pemberian Kak Melly yang sudah menemaniku sejak sekolah menengah atas dulu. Padahal, kacamata itu sudah ku anggap seperti adik sendiri. Sampai-sampai, aku membuatkan tempat khusus di dekat meja belajarku hanya untuk meletakkan kacamata itu. Akan tetapi, sekarang kacamata itu sudah

  • Di Balik Hujan   16. Bikin malu saja!

    “Eh, apa-apaan ini, Pak, Bu? Apa ini, kok main iya-iya’an?” tanya Zahir kebingungan. “Tahu tuh! Sudah lah, masalahnya sudah selesai, ‘kan? Yah sudah, saya ingin kembali ke kelas,” sahutku sambil memutar balikan arah tubuhku dan berjalan menuju pintu keluar. “Eh-eh, tunggu dulu … masalah kalian belum selesai. Sini dulu ah,” ucap Pak Dosen sambil perlahan menarik lenganku. “Isshh!”Baru saja beberapa langkah aku berjalan, Pak Dosen itu sudah menarik tanganku dan perlahan mendorongku menghadap Pak Rektor. Dengan terpaksa, aku pun balik ke posisi semula dan yang lebih parahnya lagi, Pak Dosen itu menarik sebuah kursi dan mendudukkanku menghadap Pak Rektor itu. Lalu, menarik sebuah kursi lagi dan meletakkannya tepat di sebelahku, serta Zahir dipaksa untuk duduk disana. “Lho, apa-apaan ini, Pak!” ucapku pada Pak Dose

  • Di Balik Hujan   15. Jangan-jangan mereka berjodoh

    Setelah Pak Dosen berbicara seperti itu, aku, Zahir dan Alya diminta untuk menunggu diluar sejenak. Lalu, beliau pun masuk ke dalam ruangan Dosen. “Eh, kalian kenapa bisa berantem, sih? Bagaimana ceritanya coba?” tanya Alya memecah ketegangan itu. “Tuh, kakakmu yang mulai duluan! Aku sudah terlambat masuk kelas, eh dia malah menahanku bersama dengan ketiga teman-temannya yang lain. Dia juga menyuruhku untuk tidak masuk kelas, dan mengajakku pergi ke kantin. Dasar aneh!” bentakku sambil sedikit menoleh kearah Zahir. “Eh, jaga ucapan kamu, ya!” “Apa? Memang benar, kok!” “Eh, sudah-sudah! Kok malah jadi ribut lagi sih! Harusnya tuh kalian berpikir, apa yang harus kalian jawab ketika para Dosen itu bertanya kepada kalian nanti. Ini menyangkut kuliah kalian, lho! Kalian bisa di keluarkan dari kampus ini, karena sudah membuat keributan disini,

  • Di Balik Hujan   14. Zahir? Massika?

    Hosh … hosh … hosh …Aku tiba di kelas dengan nafas yang terengah-engah. Aku berdiri di depan kelas, tepat di sebelah Pak Dosen yang tengah menjelaskan materi pelajaran. Sontak, semua mata tertuju padaku dan Pak Dosen yang tadinya tengah menjelaskan materi, langsung terdiam menatap bingung kearahku. “Sel … selamat, selamat pagi, Pak! Maaf, saya terlambat,” ucapku sambil mencoba mengatur nafas. “Kamu dari mana saja? Kamu tidak tahu, sudah pukul berapa sekarang? Sebentar lagi mata kuliah saya selesai. Lebih baik, kamu tidak perlu masuk sekalian. Nama kamu juga sudah saya tulis tidak hadir di daftar absensi,” sahut Pak Dosen menatap sinis kearahku. “Pak, tolong, dong … rumah saya jauh dari kampus ini, saya berangkat dari rumah dengan berjalan kaki. Toh juga baru kali ini saya terlambat, Pak. Janji, deh, kedepannya saya tidak akan terlambat lagi,” kataku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status