Seusai menunaikan kewajiban lima waktu empat rakaat di pukul tujuh malam, aku, Mas Dani dan Dona bersenda gurau di kamar.Bermain bersama Dona sebelum tidur.Dona anak kami yang cantik itu kini makin cerdas saja. Kami makin gemas dan bangga padanya.Tiba-tiba.[ Dering Panggilan ]Sebuah panggilan masuk terdengar dari gawai Mas Dani."Mas, ada telepon masuk ke hp kamu," ucapku.Dia langsung diam dan hengkang mengambil gawai barunya. Sebuah gawai yang sedang trendi dimasa kini.Aku lihat gelagat dan gerak-geriknya.Matanya menyorot ke arah sebuah nama yang tertampil di layar. Pandangannya nampak biasa saja namun seperti penting.Alisku meninggi bersikap acuh saja. Toh itu panggilan untuknya.Aku masih melanjutkan bercanda dengan Dona. Sekaligus mengajarkan Dona mengh
Siang ini Ibu datang ke rumah. Sekedar mampir dan bermain. Apalagi kan rumah kami sekarang sangat berdekatan.Ibu menghampiriku yang sedang duduk-duduk santai berdua dengan Dona."Aduh Cucu Nenek. Lagi ngapain nih?" katanya yang tiba-tiba datang.Aku sudah melihat langkah kakinya dari kejauhan. Namun aku belum menyapanya karena jaraknya masih belum terlalu dekat.Ibu membuka pagar dan mulai menginjak bagian teras rumah.Senyumku mulai keluar menyambutnya."Bu."Aku mencium punggung tangannya. Meskipun kami sering bertemu namun rasa hormat dengan mencium punggung tangan Ibu tak hilang dari akalku."Dona, ada Nenek, Sayang!" kataku manja pada Dona.Dona yang masih ada di pangkuanku perlahan berpindah ke pangkuan ibu.Kulihat ibu tidak habis pulang dari manapun. Dia mungkin sengaja mampir dan bermain ke rumah
Aku masih bingung dan kelabakan dengan sifat Ibu yang sekarang.Ibu seperti bunglon.Saat pertama kesini Ibu sangat terlihat bijak dan baik. Makin ke sini aku makin sanksi dengan Ibu."Kamu kenapa?"Mas Dani menghampiri dan bertanya padaku yang sedang duduk di ranjang sendiri setelah menidurkan Dona.Nampaknya ia melihat lamunanku."Enggak, aku hanya sedikit lemas saja," jawabku singkat."Oh, mau aku pijat?" tawarnya manis.Aku hanya tersenyum yang dipaksakan. Menolak halus tawarannya."Enggak usah, kamu tahu kan aku geli kalau dipijit."Aku menjawab sambil tersenyum lalu mengalihkan pikiran dengan mengambil beberapa helai baju untuk dilipat.Kebetulan ada baju Dona yang belum sempat kulipat tadi.Mas Dani masih berada di kamar."Katanya lemas. Kok malah lipat baju?" ujarnya lembut.Tubuhku sengaja kulemas-lemaskan."Tak apa, ini kan cuma sedikit," jawabku lagi dengan tubuh lemas
Aku tak habis fikir, suami yang selama ini menjadi imam hidupku telah tega melakukan hal memalukan di belakangku.Aku menangis di samping Dona. Meratapi nasibnya yang memiliki Ayah semurahan suamiku.Tidak, aku tidak bisa hidup lama-lama dengan laki-laki dan keluarga macam mereka.Dada ini makin lama makin sesak.Itulah pekerjaan suamiku setiap keluar malam. Menjadi santapan para wanita-wanita kaya kesepian.Bodohnya aku selama ini.Bisa-bisanya aku tertipu olehnya. Pasti Mas Dani sudah sedari dulu menjadi laki-laki jalang seperti itu.Astaghfirullah, kenapa batinku terus menerus berkecamuk membayangkan sikap suamiku yang sudah benar-benar tak pantas untuk ditangisi dan dirindukan lagi.Sifatnya macam hewan saja. Benar-benar di luar nalar.Tubuh ini benar-benar makin lemas, apalagi saat kedua bola mataku meneteskan air mata di samping Dona yang sedang terlelap tidur.Kuusap dengan penuh emosi air mata yang sudah t
Tangis pedih dengan tubuh gemetar masih kurasakan sembari menatapi Dona yang masih tertidur pulas."Aku akan jelaskan sama kamu. Aku hanya ingin merubah nasib kita saja!" katanya.Mulutku mencengkram sambil menggelengkan kepala."Oh, jadi benar, kamu telah menjadi seorang laki-laki ....""Sungguh aku benar-benar tak habis fikir. Otak kamu dimana, Mas Dani!" Emosiku kembali meluap menatapi seluruh tubuhnya yang sekarang mulai tak indah lagi karena noda yang telah ia torehkan.Dan dengan jawabannya tadi membuktikan, kalau dia benar-benar melakukan apa yang aku tuduhkan padanya."Tapi itu semua Aku lakukan demi kita!" ulasnya. Tanpa rasa malu sedikitpun.Kalimatnya mengundang emosi yang benar-benar menggejolak sejak tadi."Astaghfirullah! Apa tidak bisa kamu bekerja semampu kamu, kerja yang halal dan tekun, Mas! Kamu itu, arkh! Aku benar-benar kecewa berat sama kamu!"Wajahnya makin dibuat bingung dan serba salah. Dia telah
Ya Tuhan, kenapa imam yang selama ini kudambakan malah menjadi sesuatu yang tak kuharapkan sama sekali.Aku malah merasa takut olehnya.Apalagi dia telah memperlihatkan sifat asli dirinya yang sebenarnya.Dia mengurungku dan Dona di kamar.Entah ke mana ia pergi sekarang.Ibu dan Bapak, ternyata mereka berdua ikut andil dengan apa yang suamiku lakukan.Orang tua macam apa mereka.Sejak tadi Dona terus menangis setelah ia melihat perlakuan ayahnya padaku yang kasar dan membuatnya takut.Kini Dona perlahan menjadi lebih tenang setelah aku bujuk ia untuk istirahat kembali dan mencoba berbagai cara supaya ia tak merasa ketakutan.Kini Dona sudah tertidur pulas kembali.Dadaku benar-benar sesak memikirkan semuanya.Aku layaknya wanita bodoh yang hanya bisa diperdaya dan dibohongi oleh mereka.Air mata yang sempat kuhapus tadi kini keluar kembali. Tak tahan rasanya meratapi nasib diriku dan juga Dona yang
Tanganku kini sudah menggenggam sebuah amplop yang dengan susah payah kucapai menggunakan lidi yang kurantai.Aku masih heran.Entah kenapa sampai ada amplop putih yang tidak berlogokan apapun terjatuh di belakang lemari.Aku benar-benar berharap isi di amplop itu hanyalah sesuatu yang tidak penting. Sesuatu yang tidak membuat bara api di dalam hati ini menyala.Aku menelan ludah. Berharap isi amplop itu adalah sebuah bukti apakah aku harus tetap bersama mas Dani atau bahkan aku harus segera pergi.Kutarik nafas ini sedalam mungkin. Lalu aku menghempaskannya perlahan.Sebelum membuka isi amplop mataku sempat memutar dan menengok ke arah jam dinding.Jam dinding ternyata sudah menunjukkan pukul setengah tiga dinihari.Aku benar-benar tak menyangka. Mas Dani benar-benar mengurungku selama ini. Bahkan ia telah menyekapku disini.Dia telah mempersulit jalanku untuk keluar dari rumah ini.Kembali pandanganku menuju seb
Aku segera mencari sebuah alat pembuka jaringan seluler. Kuharap menemukan sebuah modem dan kartu. Aku ingat dulu itu ada. Semoga saja dalam kesempitan seperti ini memang akan muncul.Semoga saja ada di dalam kamar, bukan berada di tengah rumah.Kalau benar ada diluar, bagaimana aku mengambilnya?Kuharap ia menyimpannya di laci kamar.Laptop kusimpan terlebih dahulu, takutnya Mas Dani datang dan tahu kalau aku akan mempergunakan Laptop itu.Aku terus mencari alat komunikasi apapun. Siapa tahu suamiku punya gawai lain. Gawai jadulnya dulu.Nihil.Tak ada apapun kutemukan di dalam kamar.Di rumah tak ada wifi tersambung. Tapi modem yang selalu ia gunakan di laptop pasti ada di ruang televisi.Bagaimana cara aku meraihnya.Akh, sial.Aku benar-benar sudah pengap sekali.Kulih