LOGINUap panas tipis sedikit menutupi tubuh Binar dan Bhaga di dalam bilik shower. Mereka saling meraba dan saling mencumbu.Tangan Bhaga yang nakal itu bergerak di antara paha Binar, sementara tangan lainnya melingkari pinggangnya agar tak jatuh.Kenikmatan dari permainan jari Bhaga membuat tubuh Binar melemas, puncaknya datang membuat lutut Binar gemetar.“Ahhh!”Saat Bhaga mencabut jarinya, Binar hampir ambruk kalau Bhaga tak memeluknya erat.Entah sudah berapa kali Bhaga membuat Binar sampai. Kepalanya sudah pening hingga tak mampu menghitung.“Biar aku yang membersihkanmu,” ucap Bhaga sambil tangannya menyabuni hingga busa tipis di seluruh tubuh Binar dengan gerakan yang menggoda. Matanya terus menatap mata Binar dan tersenyum miring penuh kepuasan saat desisan nikmat keluar dari bibir Binar saat tangannya berhenti dan menyapa titik-titik sensitif wanitanya agak lama. “Enak?” “He em. Lagi, Bhaga,” desah Binar. Kini bukan lagi hanya tangan. Kepala Bhaga menunduk dan meraup bibir B
“Mmmh… mmhhh…”Selene mendesah saat berciuman dengan Bhaga. Hatinya meledak-ledak gembira. Dia tak menyangka rencananya berhasil!Tangan Selene dengan liar menjelajahi tubuh Bhaga, menelusup ke dalam jasnya, meraba lekuk atletis pria itu. Ting!Lift sampai ke lantai atas di hotel. Selene segera menarik Bhaga yang masih dengan haus meraup wajah dan bibirnya.“Ah!”Selene tersandung hak tingginya sendiri, hingga dia terjatuh. Bhaga terkesiap, kedua matanya terbuka lebar.“Binar?!”Seolah tersadar, badannya menegang. Di mana Binar? Sesaat yang lalu, Bhaga pikir dia sedang bercumbu dengan Binar, meraba lekuk tubuhnya…Tapi hanya ada Selene yang mengaduh saat terduduk di lantai berkarpet.Napas Bhaga mulai tak beraturan, gairahnya belum tuntas. Dia tau tak akan bisa menahan lebih lama lagi, maka dia segera berlari meninggalkan Selene yang berteriak memanggil namanya.“Bhaga! Mau ke mana?!”**Klakson mobil terus dibunyikan oleh Bhaga saat pagar rumahnya tak juga terbuka, pakaiannya sudah
Selene menuding wajah Binar. Jantung Binar berdegup kencang, merasa terhina sekaligus tersinggung.“Maaf … kalau tidak ada urusan, silakan pergi. Saya sibuk …” Binar berusaha berkata tegas, melantangkan sedikit suaranya yang gemetar.Selene mendengus kecil. Lalu mengeluarkan secarik amplop hitam bersegel merah dan emas yang tampak elegan.“Aku mau mengantarkan ini. Untuk Bhaga.”Binar mau tak mau menerima amplop itu saat Selene menyodorkannya. Benar saja, nama Bhaga tertera di sana, lengkap dengan sederet nama perusahaan yang tak Binar pahami.“Acara amal, besok malam,” sambung Selene, senyumnya berubah ramah lagi. “Kira-kira, kamu akan datang nggak, ya? Bhaga pernah mengajakmu ke pesta? Haha, pasti nggak pernah, ya? Kalau dulu, pasti dia datang sama Celia …”Selene melanjutkan celotehnya. “Tapi, ya, kadang ada kok, beberapa pejabat yang bawa simpanannya.”Binar membeku. Kata simpanan seperti pisau yang menusuk jantungnya.Tak lama kemudian, ponsel Selene berdering.“Ah! Udah dicariin
“Astaga! Kalian ini ngapain sih, sampai Selene jatuh begini!” omel Nurma.Bhaga membantu Selene duduk di sofa setelah memapahnya dari taman belakang.“Maryam, ambilkan salep dan es batu,” titah Bhaga tegas. Maryam di sudut ruangan mengangguk patuh dan pergi melaksanakan perintah.Nurma menatap tajam ke arah Binar yang hanya berdiri terpaku sambil menggandeng Ardan di belakang Bhaga.“Yang benar? Bukan ada yang mau mencelakai kamu?” tuduh Nurma tajam.Bhaga balas menatap Nurma dengan dingin. “Mi. Jangan nuduh sembarangan. Selene jatuh sendiri.”Nurma masih melirik sinis, sedangkan Selene menarik tangan Nurma dengan lembut. “Betul, Tante… Aku jatuh sendiri, kok. Ini salahku sendiri yang ceroboh. Yah, Tante tahu ‘kan, dari kecil aku anaknya memang kurang hati.”Selene tampak memerah malu, seperti perempuan polos yang membuat orang-orang menyenanginya.“Huh, kamu ini dari dulu memang suka bikin Tante khawatir!” tegur Nurma, dengan gelagatnya yang akrab dengan Selene.“Haha … Tante udah ka
“Kak Bin, Ardan nunggu Kak Bin dari tadi,” Ardan menarik Binar masuk, melewati ketegangan di ruang tamu.Binar tak enak masuk begitu saja melewati Nurma dan Selene, tapi tak bisa berbuat banyak saat Ardan dengan semangat menarik lengannya.“Ardan, ada Tante Selene di sini, ayo sapa dulu,” kata Nurma, mencoba memanggil Ardan.Saat bocah itu menoleh dia hanya tersenyum lebar pada Selene.“Oh, Tante, Ardan main dulu sama Kak Bin, ya!”Selene tersenyum kaku, sedangkan Nurma mendelik padanya. “Ardan!”Binar hanya mengikuti Ardan hingga ke taman belakang. Beberapa pembantu melirik mereka, membuat Binar sedikit tak nyaman, tapi dia berusaha fokus pada Ardan.Bocah itu memungut miniatur pesawat yang tergeletak di rumput. “Kak Bin jadi pasukan ya, kita perang lawan musuh!”Binar tersenyum, berlutut di sebelah Ardan dan dengan sabar menanggapi permainan imajinasinya.“Wah, seru banget, Tante ikutan ya?”Suara itu membuat Binar dan Ardan mendongak. Selene berdiri di sana, tersenyum lembut. Binar
Tak perlu menunggu lama untuk Binar tertidur. Bahkan saat Bhaga membersihkannya dengan handuk hangat, wanita itu sudah terpejam. Sedangkan Bhaga merebahkan tubuh di samping Binar, tapi kantuk tak jua datang.Selama itu, dia menatap langit-langit kamarnya dan menerawang jauh. Untuk apa lagi Sleene datang ke tanah air dan bekerja di rumah sakit keluarga, padahal hidupnya sudah enak dengan menikahi pria berkebangsaan asing dan bekerja di rumah sakit besar di luar negeri?Dia menghela napas pelan, sambil menoleh pada Binar.Bhaga memijit pangkal hidungnya. Suasana hatinya masih belum enak karena liburan yang setengah gagal, memikirkan perasaan Binar dan Ardan, ditambah sekarang kedatangan Selene. Dia tahu wanita ambisius itu tidak mudah menyerah dan rasa kuatirnya pada Binar kini mulai menggerogoti hatinya. Dengan perlahan, dia memiringkan badannya dan memeluk Binar pelan tapi erat. **“Kamu yakin mau ke sana sendiri? Aku bisa menemani setelah pulang kantor.”Binar tidak begitu mengi







