Mendengar ucapan Tomi, Hati Lisa terasa teriris kembali.
Jika sedang membahas anak, lagi-lagi Tomi selalu membahas masalah itu lagi. Dimana dulu Tomi pernah menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya saja karena Tomi belum siap memiliki anak. Dia masih ingin mengejar cita-citanya sebagai seorang Dokter Spesialis.Sebenarnya Lisa sudah merasa muak dan bosan dengan ucapan yang selalu dikatakan Tomi selama ini. Jika ada pertengkaran dalam rumah tangga ia selalu mengungkit kesalahan Lisa yang memaksa untuk melahirkan bayinya dan tidak mau menganggap Kiki ada.Jantung Lisa mulai bergemuruh hebat menahan amarah sekaligus kesedihan. Bahkan suhu tubuhnya kini mulai panas dingin. Lisa mengeraskan rahangnya menatap tajam kearah Tomi. Wanita berusia sembilan belas tahun itu kini mulai mengepalkan tangan menahan amarah yang selama ini terpendam atas perkataan dan perbuatan suaminya.Mata Tomi menantap kearah Lisa yang saat ini menatapnya dengan tatapan tajam dan tatapan itu tak seperti tatapan biasanya."Kenapa kamu? Tidak terima! Bukannya kamu sendiri yang mau melahirkan dia tidak peduli apapun yang akan terjadi, Asal aku mau menikahimu saja? Kalau begitu jangan marah kalau aku tidak Sudi menganggapnya ada! " Tomi mengatakan itu tanpa beban seolah dirinya tak bersalah sedikitpun.Lisa masih menatap Tomi dengan tajam dan mata berkaca-kaca, namun tak sepatah pun menjawab ucapan dari Tomi.Lisa hanya mampu menahan sakit hati yang benar-benar perih. Perih luka yang dulu belum sempat terobati atas penghinaan mereka ketika ia memohon pertanggungjawaban Tomi, dan sekarang ditambah lagi dengan sikap Tomi pada anaknya.Lisa sampai berpikir, mungkin jika ada perlombaan orang yang paling bodoh dan paling penyabar menghadapi sifat suami seperti Tomi yang pemarah, pemukul, dan tukang membanding-bandingkan dengan wanita lain, bahkan tak pernah memberi nafkah untuk dirinya, mungkin Lisa akan memenangkan juara satu dengan mudahnya. Namun sayangnya, perlombaan seperti itu tidak akan pernah ada dimuka bumi ini."Gara-gara kamu! Aku harus melepaskan cita-cita ku yang telah lama aku impi-impikan! Apa kamu tidak punya perasaan Lisa! Harusnya kamu berterima kasih aku sudah menikahimu! Jadi jangan menuntut apa-apa padaku! Lagipula belum tentu Kiki itu sepenuhnya perbuatanku. Waktu itu banyak laki-laki selain aku. Siapa tahu diantara mereka ada yang ikut mencicipimu!"Ini juga bukan pertama kalinya Tomi mengatakan itu, meskipun padahal jelas-jelas hanya Tomi seorang yang ada di kamar kos itu bersama Lisa. Lisa juga masih mengingat meskipun samar bagaimana Tomi menikamti tubuhnya yang setengah sadar itu.Air mata Lisa jatuh terurai."Ini semua kesalahanmu. Jika bukan karena kamu memberiku obat tanpa sepengetahuan ku, mana mungkin aku bisa hamil! Aku juga sudah mengajakmu untuk Tes DNA jika kamu ragu kalau Kiki bukan anakmu! Tapi kenapa kamu terus menolak? Karena kamu hanya ingin terus memojokkan aku kan? Kamu tidak punya perasaan Mas!" tunjuk Lisa.Tiba-tiba saja Bu Marni telah berada di depan pintu kamar Mereka. Mendengar Lisa yang membentak Tomi dan menunjuk-nunjuk Tomi, Bu Marni begitu marah dan tidak terima pada Lisa, hingga tiba-tiba saja,Plakk!Tamparan tangan Bu Marni mendarat di pipi Lisa. Lisa memegang pipi sebelah kanannya yang terasa perih akibat tamparan itu. Dia menoleh ke arah ibu Mertuanya yang menatap benci padanya."Bu.. Kenapa menamparku?""Jaga mulut kamu, Lisa! Berani sekali kamu membentak dan memarahi anakku! Ini semua bukan kesalahan Tomi! Kamu sengaja menjebaknya kan? Ngaku saja kamu!" bentak Bu Marni.Air mata Lisa yang tadi mengalir, kini terhenti. Mungkin karena Lisa terlalu sakit hati. Dia hanya bisa menahan kesedihan tanpa bisa melawan dua orang sekaligus yang menghakiminya tanpa perasaan itu, karena tidak lama dari Bu Marni menamparnya, Tomi juga memukulnya beberapa kali lalu menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur."Urus tuh anakmu! Sama-sama pengganggu hidupku!"***Setelah keributan malam ini selesai dengan meninggalkan bekas biru di beberapa bagian tubuhnya, Lisa membaringkan tubuhnya di sisi bayinya.Bukan hanya tubuhnya yang terasa sakit akibat pukulan suaminya, tetapi hatinya yang terasa lebih sakit karena perkataan mereka.Lisa menatap langit langit kamar. Pikirannya melayang ke masa dulu.Malam saat dia dan kawan kawannya menjalani PKL, dan mereka sedang berada di taman mengusir penat. Tiga Pembimbing pria mendatangi mereka dan menawari minuman, di antara tiga pria itu ada Tomi salah satunya. Lisa dan Teman-temannya sama sekali tidak menaruh curiga karena minuman itu hanya sebuah air mineral.Tetapi setelah mereka meminum air itu, mereka merasa pusing.Bahkan sebelum tak sadarkan diri, Lisa sempat melihat dua temannya di bopong oleh dua teman Tomi dan Tomi sendiri mendekati Lisa yang mulai hilang kesadaran.Saat sadar di tengah malam, Lisa sudah dalam posisi tidak berpakaian dan ada di dalam kamar Kos Tomi dan pria itu masih terlelap di sampingnya dengan keadaan tidak berpakaian juga.Lisa bukan wanita yang bodoh pada saat itu, dia paham apa yang telah terjadi antara dirinya dan Tomi.Sebenarnya saat itu Lisa ingin melupakan kejadian memalukan malam itu dan menguburnya rapat-rapat. Tapi malang, setelah dia selesai PKL dan kembali pulang ke rumah, Lisa mengalami telat datang bulan dan ketika Lisa mencoba menggunakan Testpack, dua garis merah muda ada disana.Tidak ada yang bisa dilakukan Lisa lagi selain hanya mengadu kepada orang tuanya. Meskipun dia tahu itu akan membuat Orang Tuanya kecewa. Mereka sangat berharap Lisa bisa menjadi orang. Setidaknya jangan mengikuti jejak mereka yang hanya hidup sebagai buruh dengan kehidupan yang penuh kekurangan. Tidak peduli dengan menghutang dan menumpuk hutang, mereka menyekolahkan Lisa.Tapi apa ini?Satu tamparan Pak Usman mendarat di pipi anak gadisnya."Memalukan kamu Lisa!""Jangan kasar Pak! Dia anak kita satu-satunya!" Istri Pak Usman berteriak dan memeluk tubuh Lisa yang sudah tersungkur di tanah."Ibu. Maafkan Lisa." Lisa menangis dalam pelukan ibunya."Katakan siapa Nak?"Dalam isakannya, Lisa menceritakan kejadian yang sesungguhnya.Pak Usman menarik nafas dalam-dalam, beberapa kali dia mengucapkan istighfar.Dia menatap wajah polos putrinya. Anak itu tidak bersalah. Dia sebagai ayah harus bisa menyelamatkan nama baik dan masa depan putrinya.Hari itu juga, Pak Usman membawa Lisa untuk mencari alamat Tomi. Setelah menemukannya, Pak Usman langsung mengutarakan maksud dan tujuannya datang kemari pada kedua orang tua Tomi maupun Tomi sendiri yang kebetulan sedang ada dirumah juga.Awalnya mereka menolak dan Tomi tidak mau mengakuinya. Tapi setelah Lisa mengajak mereka untuk melakukan tes DNA, Tomi tidak bisa lagi membantah.Bu Marni juga awalnya sangat keberatan dengan alasan jika Tomi hendak mengejar cita-citanya dahulu. Dia menawarkan sejumlah uang dan meminta agar Lisa menggugurkan kandungannya.Tentu saja pak Usman tidak terima dan akan membawa perkara ini ke pihak yang berwajib, jika Tomi tidak mau menikahi anaknya dan jika mereka memaksa Lisa untuk menggugurkan kandungannya.Akhirnya keluarga Tomi kalah telak, dan mau tidak mau menerima keputusan Pak Usman.Hari itu juga mereka dinikahkan dengan alakadarnya bahkan hanya dengan mahar 20 ribu rupiah saja.pernikahan Hana digelar dengan sangat mewah dengan acara pesta yang meriah. Disambut oleh tamu undangan yang hadir ditengah-tengah pernikahan Hana dan Rangga saat ini. Kebahagiaan menyelimuti Rangga dan juga Hana.Tamu undangan pun tak henti-henti mengatakan bahwa Hana begitu cantik dan menawan. Membuat Rangga tersenyum saat bersanding bersamanya.Hana yang bersetatus janda hanya bisa terheran dengan acara pesta yang digelar oleh sang suami, karena acara begitu sangat mewah. Berbeda saat pernikahan Hana dan Danang dahulu. Walau Danang orang mampu hanya saja pesta diadakan secara biasa saja."Apakah acara pesta ini tidak membuang uang kamu saja??" ujar Hana dengan lirih.Rangga menoleh kearah suara Hana yang saat ini resmi menjadi istri sahnya."Kenapa? Apakah kamu tidak menyukainya??""Bukan begitu! Aku hanya seorang janda. Apakah ini tidak berlebihan?" Ucap Hana yang tidak enak jika dirinya merepotkan seorang suami.Rangga tersenyum saat mendengar ucapan Hana."Bagaimana aku tak sela
siang ini Hana mengajak Rangga bertemu, mata Hana tak berani menatap Rangga. Namun tidak dengan Rangga, yang sejak tadi dirinya menantap Hana."Kamu mau bicara apa, Hana??" tanya Rangga dengan menantap Hana, seolah ingin cepat mengetahui, apa penyebab Hana tiba-tiba mengajaknya bertemu disiang hari ini."Rangga!""Iya Hana, ada apa??""Aku sebenarnya ingin....""Katakan saja Hana, jangan ragu.""Sebenarnya, aku mengajak kamu datang kesini ingin berbicara mengenai masalah kemarin," ujar Hana yang masih saja ingin menyusun kata yang akan disampaikan pada Rangga saat ini."Masalah yang mana??" jawab Rangga seperti lupa akan ucapannya kemarin malam."Please Rangga, jangan buat aku bingung!" balas Hana dengan wajah srius.Rangga tersenyum saat mendapatkan tatapan srius itu dari Hana."Iya, maafkan aku. Bicaralah! Dan aku akan trima apapun jawaban dari kamu!"Hana menunduk, wajahnya terlihat bingung. Lalu Rangga meraih dagu Hana dan mengarahkannya kearah wajah Rangga dan menatapkannya. Rang
ica yang sejak tadi tak berhenti membereskan rumah mertuanya. Bahkan banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan saat ini juga."Sialan! Aku disini seharusnya jadi nyonya, kenapa harus jadi babu. Menyebalkan!!" Ucap Ica dengan menjemur pakaian.Sementara Dewi dan Bu Vina melihat kerja Ica dari kejauhan."Ibu lihat, rencana kita berhasilkan??" ucap Dewi dengan tersenyum menatap kearah Ica dengan kepuasan, bahkan Dewi berhasil membuat ica sengsara."Iya Dewi, ibu senang dengan rencana kamu ini, berkat kamu, Ica merasakan apa yang dirasakan oleh Danang waktu itu. Walaupun ini semua tak sebanding dengan kejahatan yang ia berikan dengan Danang waktu itu, tapi ibu puas walaupun ini semua tak seberapa!""Ibu tenang saja, kita akan membuat Ica nggak betah disini dan akan angkat kaki secepatnya!!""Kamu yakin Dewi??""Iya Bu, apakah ibu tidak yakin dengan Dewi??""Iya, ibu percaya sama kamu!""Kalian lihatin apa??"tiba-tiba Danang datang menganggetkan keduanya, membuat Dewi dan Bu Vina m
aku yang sedang menggendong Shifa karena sepertinya Shifa sudah mulai mengantuk. Namun aku belum berani untuk berbicara kepada Rangga bahwa aku ingin segera pulang.Ku lihat Rangga ditarik tangannya oleh ibu dan ayahnya, mereka terlihat berbicara srius disana. Namun aku tak tahu pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, karena aku fokus untuk menenangkan Shifa. Aku duduk disofa yang tersedia dipojokkan."Apa sebaiknya aku meminta Rangga untuk megantarkanku pulang?" Batinku.Tak lama Rangga dan orang tuanya menghampiriku, aku hanya tersenyum saat mereka menghampiriku."Hana, bagaimana malam ini kamu menginap dirumah ibu." Tawar Bu Neti."Aduh Bu, maaf sebelumnya, bukan maksud saya untuk tidak sopan. Tapi saya harus pulang, karena ibu saya pasti khawatir, apa lagi bapak saya sedang berada dirumah sakit, jadi saya tidak bisa untuk meninggalkannya, maaf ya Bu, pak. Bukan maksud saya tidak sopan.""Iya Hana, tidak apa-apa. Malahan ibu dan bapak yang tidak enak dengan kamu, maaf ya ibu
pria tampan dengan senyum manis berada didepan pintu rumah ku saat ini, dengan tatapan khasnya membuatku yang menantapnya langsung disalah tingkah bila memandang wajahnya. Senyumnya yang manis bahkan lesung pipi yang menggoda itu membuatku tak kuasa bila menantapnya. Rapi dan bersih kulitnya, bahkan gaya rambut yang benar-benar cocok dengannya."Kamu kenapa natapin aku begitu??" ujar Rangga dengan tersenyum manis."Ng-nggak apa-apa!!" aku yang ditanya langsung berubah salah tingkah dengan tatapan dan senyumnya."Jadi berangkat??" tanya Rangga.Aku hanya mengangguk pelan tanpa menantap matanya saat ini. Entah kenapa aku benar-benar lemah ketika ia tersenyum padaku, sebenarnya aku sudah tak muda lagi, aku sudah memiliki satu orang anak, dan bahkan aku berstatus janda. Tapi entah kenapa rasanya serial kali Rangga menantapku dengan tatapan yang tak biasa itu membuat aku salah tingkah. Rasanya benar-benar seperti aneh tak terkendali.Rangga yang sudah menunggu dipintu depan rumah, aku yang
"Cuci nih!!" Dewi menghempaskan pakaian kotor kewajah Ica yang sedang berbaring dikamar tidurnya.Mata Ica membulat sempurna saat melihat Dewi yang tiba-tiba datang, lalu menghempaskan segunduk pakaian kewajahnya saat ini."Ngapain masih Lo lihatin, nggak akan bersih kalau Lo pelototin begitu!!" kata Dewi melotot."Tapi Dewi, kenapa kamu menyuruh saya??""Apa katamu? Dewi!!""Sopan banget kamu sama saya! Saya ini ipar kamu, seharunya kamu panggil saya ini mbak!!" imbuh Dewi."Cih, benar-benar menguras emosi wanita ini. Kalau saja aku tidak tinggal disini, akan aku beri pelajaran untuk ini semua padanya." Batin Ica kesal."Hey.....!!! Ngapain kamu masih rebahan, kerja! Beres-beres rumah kamu, jangan taunya enak doang!""Tapi mbak, kenapa harus saya yang mengerjakan ini semua. Bukannya ada pembantu dirumah ini??""Apa kata kamu! Pembantu, enak sekali mulut kamu ngomong, emangnya siapa yang mau mengaji pembantu dirumah ini kalau ada kamu!!" tuding Dewi pada Ica."Mbak, tapi saya bukan pe