Pagi hari ini,
Lisa masih menyusui Kiki di kamar. Tiba-tiba ibu Mertuanya muncul di ambang pintu dan menghempaskan uang yang langsung jatuh di tubuh Kiki.Lisa menatap selembar uang pecahan dua puluh ribu itu tanpa mengerti maksud Ibu Mertuanya. Lisa tertegun, masih diam membisu tanpa meraih uang itu kemudian menoleh ke arah Mertuanya untuk bertanya, tapi belum juga sempat bertanya, Bu Marni sudah berkata kasar duluan,"Kenapa malah melotot? Cepat cari sayuran! Udah siang begini masih saja malas-malasan!"Lisa mengangguk. "Iya Bu. Tapi tunggu sebentar. Kiki masih menyusu." Lisa mencoba meminta pengertian Mertuanya.Tapi bukannya mengerti jika menantunya masih menyusui cucunya, Bu Marni malah meraih tubuh mungil bayi itu dan meletakkan di atas kasur untuk memisahkan Kiki dari asi Ibunya.Bayi itu langsung menangis kencang, melihat itu Lisa memohon pada Ibu Mertuanya,"Bu. Biarkan Lisa selesaikan memberi asi Kiki dulu, Lisa janji akan segera membeli sayur,"Lisa mencoba menerobos masuk kedalam kamar agar bisa memberi asi kembali kepada sang bayi. Tapi Lisa malah didorong kuat oleh Bu Marni hingga Lisa tersungkur di lantai.Mata Bu Marni melotot dengan tangan bertolak pinggang dihadapan Lisa."Aku nyuruh kamu beli sayur, bukan malah menyusui lagi! Kamu denger gak sih apa yang aku bilang?"Bu Marni kembali meraih uang dua puluh ribu itu dan kembali melemparkan pada Lisa."Cepat pergi sekarang!!" bentak Bu Marni.Lisa hanya bisa mengangguk, kemudian pergi untuk membeli sayuran pada Amang sayur yang sedang dikerumuni para Ibu-ibu di depan rumah.Lisa cepat memilih sayuran, dia melirik seorang Ibu yang sedang memperhatikannya dengan teliti.Tiba-tiba Ibu itu bertanya dengan pertanyaan yang membuat Lisa tertegun."Lisa. Ibu perhatiin kok kamu makin kurusan? Apa kamu diet?"Belum sempat Lisa untuk memikirkan jawaban, satu Ibu ibu lain menyahut."Eh, jangan diet. Kan kamu lagi nyusuin. Kasihan dong anak kamu, bisa kurang ASI. Akibatnya rewel."Lisa menggeleng kecil, "Nggak kok Bu, Aku gak diet." jawab Lisa sesuai kenyataan."Tapi biasanya kalau ibu-ibu menyusui itu gemuk loh. Ini kok kamu malah makin kurus sih? Kayak kurang makan? Makannya yang banyak dong Lisa. Lihat kamu kerempeng banget."Tiba-tiba Bu Marni sudah berdiri dibelakang Lisa dan ikut menyahut perbincangan para ibu-ibu tetangga."Iya memang benar Lisa itu diet ketat. Dia itu takut gemuk, makan selalu ditakar sama dia, biar badannya itu nggak melar katanya." ucap Bu Marni yang ikut menjawab dengan kebohongan sambil melirik sinis ke arah Lisa. Lisa hanya bisa diam saja dan tidak berani menjawab.Tidak ingin berlarut dengan obrolan yang membuat hati Lisa sedih itu, Lisa memutuskan untuk cepat berlalu saja, lalu disusul Ibu mertuanya yang mungkin juga malas meladeni mulut para tetangganya yang dianggapnya suka ikut campur urusan orang lain.Saat Lisa sudah pergi, mereka masih membicarakan Lisa, mereka hanya belum percaya dengan ucapan Bu Marni jika Lisa diet."Masa iya sih diet kok sampai kurus kering begitu? Kayak kurang makan." sela seorang Ibu-ibu.Tubuh Lisa sekarang memang sangat kurus, berbeda dengan saat dia pertama dulu datang. Terlihat montok dan cantik. Tentu para Ibu-ibu heran melihatnya dan menebak dengan asumsi mereka masing-masing."Mungkin dia tertekan hidup disini.""Iya. Mungkin dia gak betah ya?"Sementara Lisa yang sudah sampai di dapur langsung menaruh sayuran dahulu dan pergi ke kamar untuk mengambil bayinya yang masih menangis.Wanita itu kemudian memasak sambil menggendong sang bayi. Meskipun dengan susah payah, akhirnya masakannya matang juga. Lisa cepat menyajikan dibawah tudung saji.Bau aroma masakan makin membuat perutnya keroncongan, tapi Lisa lebih memilih kembali ke kamar untuk menidurkan Kiki dahulu.Bayinya sudah tertidur, Lisa berpikir untuk mengisi perutnya yang terasa perih. Dari kemarin sore dia memang belum makan apapun karena tidak ada yang dapat ia makan.Tapi ketika berada di dapur dan membuka tudung saji, Lisa tidak menemukan sayuran yang ia masak tadi. Bahkan nasi dalam bakul pun tidak ada sedikitpun, hanya tersisa kerak nasi yang sudah mengeras.Lisa menarik nafas gelisah, memegangi perutnya yang keroncongan.Ini bukan terjadi kali ini saja, tapi hampir setiap hari.Setiap kali Lisa ingin makan, tidak akan ada makanan yang tersisa untuknya. Setiap kali selesai memasak, Ibu Mertuanya sengaja mengambil seluruh makanan dan menyimpannya di kamarnya sendiri.Pernah suatu saat Lisa ingin makan dahulu setelah selesai memasak, tapi Ibu marah dan mengatakan jika Lisa tidak sopan. Tidak boleh makan jika yang lain belum makan.Dan sekarang?Demi Kiki, demi Asi untuk bayinya, Lisa hanya bisa memakan kerak dengan sedikit kecap saja.Lisa masih merasa bersyukur selama ini Ibu mertuanya tidak menyiapkan penanak nasi listrik dan menyuruh Lisa memasak nasi dengan Periuk saja. Coba saja jika tidak, bahkan kerak pun mungkin tidak ada untuk bagian Lisa.Sebenarnya inilah penyebab tubuh Lisa semakin hari semakin kurus dan bayinya terus saja menangis, Lisa tidak bisa mencukupi kebutuhan Asinya karena kurang asupan makanan yang bergizi.**Sore hari ini Lisa sengaja bersantai di teras rumah sambil menggendong Kiki.Sudut bibirnya tertarik tipis berbentuk senyuman saat melihat Suaminya pulang. Namun senyuman itu langsung meredup, Tomi bukan masuk ke pelataran rumah Mereka melainkan berbelok ke rumah sebelah.Seorang janda Muda yang baru pulang dari Korea beberapa hari yang lalu terlihat menyambut Tomi di teras rumahnya. Itu bisa dilihat oleh Lisa karena tidak terlalu jauh dari depannya dan tidak terhalang oleh apapun.Entah apa yang dibahas mereka, Lisa tidak dapat mendengar dengan baik. Tapi Tomi terlihat sangat bahagia saat kembali ke rumah.Tomi melangkahkan kaki tanpa menatap Lisa sedikitpun yang duduk diteras rumah dengan menggendong putrinya itu.Tomi masuk kedalam rumah dan langsung mandi. Bahkan Lisa membuntuti suaminya hingga kedalam kamar."Siapa dia tadi mas?" Lisa mencoba bertanya pada suaminya yang sedang berganti."Siapa?" jawab Tomi yang berbalik bertanya."Wanita samping rumah itu?""Oh. Namanya Juli. Dia baru pulang dari Korea. Jadi TKW selama Tujuh tahun di sana. Sekarang dia kaya raya. Hebat kan dia?" secara langsung Tomi memuji janda itu."Oh.. tapi Aku denger-denger dia janda anak dua, mas!""Iya, memangnya kenapa kalau dia janda?" Tanya Tomi, kemudian mendekat."Meskipun dia janda, tapi dia masih sangat seksi. Sangat cantik dan pandai merawat diri. Tidak seperti kamu! Baru anak satu saja sudah peot dan keriput!""Mas.." Lisa terkejut. Hatinya begitu perih mendengar ucapan terus terang dari suaminya."Karena dia perawatan dan aku tidak punya apa-apa untuk merawat diri. Jadi jangan bandingkan kami!"Tomi melotot. "Jelek tetap saja jelek, meskipun dirawat! Gak usah mau cari kesalahanku! Minggir!" Tomi mendorong tubuh Lisa kesamping."Dasar sial aku ini menikahimu. Sudah jelek, miskin lagi! Malu-maluin saja!"Selesai mengumpat, Tomi meninggalkan Lisa yang hanya bisa meremas dadanya yang terasa sesak. Penghinaan suaminya kali ini begitu menyakitkan hatinya.Dan lebih parahnya, ini bukan berlaku untuk hari ini saja.Hari hari berikutnya hubungan janda itu dan Tomi semakin dekat bahkan tidak memperdulikan kehadiran Lisa di dalam rumah ini sama sekali.Janda itu bahkan berani datang menemui Tomi dengan alasan mengantar makanan lalu meminta bantuan Tomi untuk mengantarnya kesana kemari.Semenjak kehadiran janda itu Tomi juga mulai betah di rumah dan jarang keluar, lebih senang menanti kedatangan Juli yang setia mendatanginya sembari mengantar makanan.Hubungan mereka semakin terlihat intim, tanpa peduli dengan perasaan Lisa yang hanya bisa menangis menahan sakit didalam hatinya.Ibu mertuanya juga terlihat sangat senang dan mendukung janda itu untuk mendekati Tomi.Lisa sejak tadi berdiri di depan lemari kaca. Dia memandang wajahnya yang sekarang tidak lagi secantik dulu. Kini wajahnya terlihat kusam dan penuh jerawat. Itu mungkin karena Lisa sekarang tidak pernah lagi merawatnya.Tomi masuk kedalam kamar dan melirik Lisa yang sejak tadi belum juga bersiap-siap. Tomi memandang istrinya dengan tatapan kesal."Masih berdiri disitu aja kamu? Mau ikut atau tinggal dirumah!"Lisa menoleh ke arah suaminya, Tomi yang sudah selesai berganti langsung keluar kamar dan berkumpul dengan orang tuanya diruang tamu.Tak ingin Suaminya menunggu lama, Lisa langsung memilih baju. Tapi Ketika dia memilih baju, Lisa bingung untuk memilih pakaian mana yang pantas untuk dikenakan ke pesta pernikahan. Tidak ada lagi baju yang pantas, karena sisa baju di lemari hanyalah bawaan gadis dulu. Selama menikah dengan Tomi, satupun baju Lisa tidak pernah terbeli.Akhirnya, Lisa hanya memakai baju yang menurutnya masih layak untuk ke pesta daripada yang lain, dengan makeup sea
Siapa yang menyangka, kejadian Lisa malam-malam berjalan kaki sepulang dari Pesta sambil menggendong bayinya itu dilihat beberapa tetangga.Mereka menggosipkan keluarga Mertua Lisa yang kejam dan tidak punya perasaan pada Lisa. "Suaminya juga sama saja. Eh, malah sekarang gila sama janda!"Bu Marni yang mendengar langsung kesal dan mengadu pada Tomi yang baru saja pulang dari rumah Juli.Tanpa bertanya lagi, Tomi segera pergi ke kamar untuk membuat perhitungan dengan Lisa.Lisa yang masih termenung di tepi tempat tidur terkejut melihat Tomi masuk dan menatapnya dengan penuh marah."Mas,"PLAK!Baru saja Lisa ingin menegur, tangan Tomi sudah mendarat di pipinya. "Kenapa tidak menungguku menjemput, malah pulang jalan kaki! "Kamu sengaja ingin membuat aku malu kan?"Lisa menangis, meraba pipinya yang terasa sakit dan panas. "Bukan begitu Mas. Aku pikir ini sudah sangat malam. Aku kasihan Kiki.""Orang-orang membicarakan aku! Gara-gara kamu Lisa! Kamu itu benar-benar bikin malu! Sudah
Jantung kedua orang itu masih berdetak kencang sambil menatap api besar yang melahap mobil yang baru saja meledak tadi. Tiba-tiba Pemuda yang baru saja ditolong oleh Lisa tadi memegangi dadanya dengan suara rintihan kesakitan.Lisa menoleh dan bertanya, "Mas, kamu kenapa?"Lisa beranjak ingin menolong tapi bertepatan dengan Kiki yang menangis."Astagfirullahaladzim.. Mbak, Bayimu. Cepat tolong dulu." ucap pemuda itu."I,iya." Lisa juga panik, langsung berlari ke arah bayinya. Mungkin kini terbangun karena merasa tidak nyaman tidur di bawah pohon. Lisa malah khawatir jika Kiki digigit oleh serangga. Lisa cepat meneliti tubuh bayinya. Tapi semua aman.Baru saja Lisa menggendong bayinya dan berbalik badan untuk menghampiri kembali pemuda tadi, dia terkejut melihat pemuda itu memuntahkan darah segar dari mulutnya."Ya Allah!" Lisa berlari, cepat menopang tubuh pemuda itu dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menahan bayinya."Bagaimana ini?" Lisa tentu sangat panik. Dia menahan tu
Gilang menatap suster yang baru saja masuk kedalam ruangan untuk memeriksanya, dia kemudian bertanya, "Sus, apa orangtua saya sudah dihubungi?""Sudah Mas. Mereka masih dalam perjalanan kemari. Tunggu ya?"Gilang bernafas lega. Dia mengingat jika saat akan berangkat ke desa ini, Mamanya sempat mencegah. Menyuruh agar Gilang menunggu Papanya saja dan berangkat bersama. Tetapi karena Gilang pernah berjanji pada Papanya jika akan menyelesaiikan Proyek itu seorang diri, dia akhirnya berangkat sendiri tanpa menunggu Papanya yang memang masih banyak pekerjaan di Perusahaan.Gilang tidak pernah tahu jika Mamanya berusaha mencegah mungkin karena sudah mempunyai firasat tidak baik.Gilang merasa sangat beruntung bisa ditolong oleh wanita itu. Wanita yang dia belum tahu siapa namanya. Tanpa dia, mungkin Gilang saat ini sudah tinggal nama. Bagaimana tidak dia berpikir seperti itu, dia melihat sendiri bagaimana mobilnya meledak dan terbakar habis.Pintu ruangan terbuka membuyarkan lamunan Gilang.
Beberapa hari ini Lisa berada di rumah orang tuanya.Siang itu, seorang pria utusan dari Tomi datang mengantar surat cerai. Sebenarnya Lisa sempat menjatuhkan air mata saat menatap nama Tomi yang sudah lengkap dengan tanda tangannya di dalam surat cerai itu, lalu melirik nama atas dirinya yang masih kosong dari tanda tangan.Tapi dia lalu memantapkan hatinya. Ketika Pak Usman mengangguk ringan padanya, Lisa mengangkat pena dan tanpa ragu, Lisa membubuhkan tanda tangan diatas namanya.Saat orang itu pergi, Lisa langsung menangis tersedu sambil memeluk ibunya. "Jangan dipikirkan lagi Lisa. Sudah, sudah. Ini jalan terbaik yang dipilih Allah untuk kamu, Nak?" Ibu mengelus elus punggung Lisa.Lisa masih menangis, dia menumpahkan seluruh air mata terakhirnya untuk Tomi hari ini dan berjanji tidak akan mengingatnya kembali.Hari hari berlalu,Lisa sudah mulai merasa tenang. Dia juga sedikit demi sedikit sudah bisa melupakan kesedihan dan luka di dalam hatinya karena perceraiannya dengan To
Semalaman Lisa menimbang. Tekadnya sudah bulat. Dia ingin pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Kebetulan dia mengingat jika ada satu temannya yang bekerja di kota. Siapa tau, dia bisa menemukannya dan meminta bantuan.Pagi berikutnya,Ibu dan Bapak sangat terkejut saat Lisa mengatakan keinginannya. "Bagaimana dengan Kiki jika kamu pergi?" Bapak bertanya. "Aku akan membawa serta Kiki Pak, Bu,""Ya Allah, Lisa! Kiki itu masih bayi. Mana mungkin kamu ajak ke kota dan mencari pekerjaan? Kalau bisa dapat pekerjaan, kalau tidak? Kasihan Nak?" Ibu tentu terkejut dan tidak membolehkan Lisa membawa serta Kiki.Bapak melirik Lisa, melihat anak perempuan satu-satunya penuh tekanan seperti ini, Bapak sungguh tidak tega. Tadinya dia mengira dengan perceraian Lisa dan Tomi akan membuat hidup Lisa tenang. Tapi nyatanya Lisa malah jadi omongan dan merasa tertekan tinggal bersama mereka. Bapak merasa tidak tahan lalu dia berkata, "Jika itu sudah menjadi keputusanmu Lisa, bapak akan mengijinkan. Ta
Ibu cantik itu beberapa kali mengucapkan terima kasih kepada Lisa. Lalu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan pada Lisa, tapi Lisa menolak."Tidak usah Bu," beberapa kali Ibu itu memaksa untuk memberi uang padanya, beberapa kali itu juga Lisa menolak."Saya ikhlas kok Bu, sudah, tidak usah.""Tidak apa-apa Nak, terima saja. Untuk beli susu adik bayi." mengatakan adik bayi, Ibu itu sambil melirik bayi dalam gendongan Lisa. Sesaat dia seperti ingat sesuatu.Wanita yang menolong Gilang tempo lalu, seorang wanita dengan bayinya. Ibu itu menjadi terharu. Wanita yang telah menolong Gilang dengan wanita ini sama baiknya. Saat Ibu itu sedang termenung, Kiki tiba-tiba menangis lagi. Ibu itu terkejut."Anak kamu menangis. Kenapa?""Iya Bu, mungkin dia haus, kalau begitu saya permisi dulu ya?""Memang kalian mau kemana? Biar sekalian kami antar ya? Bagaimana?"Ketika Ibu itu bertanya demikian, Lisa tidak menjawab karena dia memang belum tahu akan kemana. "Nak, kenapa?" Ibu itu bisa
Dua hari yang lalu sebelum Lisa memutuskan untuk pergi ke kota, Gilang yang dinyatakan sudah sehat kembali lagi ke desa, setelah sempat dibawa pulang oleh orang tuanya ke kota pasca kecelakaan waktu itu.Dia sengaja kembali ke desa itu karena memang masih meninggalkan pekerjaan yang belum selesai. Tetapi kepergiannya ke desa kali ini sebenarnya bukan hanya karena hal pekerjaan saja, melainkan dia ingin mencari keberadaan wanita yang telah menolongnya tempo lalu.Hari ini setelah pekerjaannya selesai, Gilang pergi ke desa yang sempat diucapkan sang suster pada Mamanya saat di rumah sakit.Gilang tak berhenti bertanya pada warga desa tentang ciri ciri wanita yang telah menolongnya. Tapi hingga menjelang sore, Gilang belum mendapatkan petunjuk sedikit pun.Saat dia sudah mulai putus asa, Gilang teringat sesuatu. "Kenapa tidak ke rumah Pak RT desa ini saja? Pak RT pasti malah bisa membantu." Gilang sedikit lega dan memutuskan untuk mencari rumah Pak RT saja dulu. Tapi saat dia mulai menj