Share

Bab 3. Janda cantik

Pagi hari ini,

Lisa masih menyusui Kiki di kamar. Tiba-tiba ibu Mertuanya muncul di ambang pintu dan menghempaskan uang yang langsung jatuh di tubuh Kiki.

Lisa menatap selembar uang pecahan dua puluh ribu itu tanpa mengerti maksud Ibu Mertuanya. Lisa tertegun, masih diam membisu tanpa meraih uang itu kemudian menoleh ke arah Mertuanya untuk bertanya, tapi belum juga sempat bertanya, Bu Marni sudah berkata kasar duluan,

"Kenapa malah melotot? Cepat cari sayuran! Udah siang begini masih saja malas-malasan!"

Lisa mengangguk. "Iya Bu. Tapi tunggu sebentar. Kiki masih menyusu." Lisa mencoba meminta pengertian Mertuanya.

Tapi bukannya mengerti jika menantunya masih menyusui cucunya, Bu Marni malah meraih tubuh mungil bayi itu dan meletakkan di atas kasur untuk memisahkan Kiki dari asi Ibunya.

Bayi itu langsung menangis kencang, melihat itu Lisa memohon pada Ibu Mertuanya,

"Bu. Biarkan Lisa selesaikan memberi asi Kiki dulu, Lisa janji akan segera membeli sayur,"

Lisa mencoba menerobos masuk kedalam kamar agar bisa memberi asi kembali kepada sang bayi. Tapi Lisa malah didorong kuat oleh Bu Marni hingga Lisa tersungkur di lantai.

Mata Bu Marni melotot dengan tangan bertolak pinggang dihadapan Lisa.

"Aku nyuruh kamu beli sayur, bukan malah menyusui lagi! Kamu denger gak sih apa yang aku bilang?"

Bu Marni kembali meraih uang dua puluh ribu itu dan kembali melemparkan pada Lisa.

"Cepat pergi sekarang!!" bentak Bu Marni.

Lisa hanya bisa mengangguk, kemudian pergi untuk membeli sayuran pada Amang sayur yang sedang dikerumuni para Ibu-ibu di depan rumah.

Lisa cepat memilih sayuran, dia melirik seorang Ibu yang sedang memperhatikannya dengan teliti.

Tiba-tiba Ibu itu bertanya dengan pertanyaan yang membuat Lisa tertegun.

"Lisa. Ibu perhatiin kok kamu makin kurusan? Apa kamu diet?"

Belum sempat Lisa untuk memikirkan jawaban, satu Ibu ibu lain menyahut.

"Eh, jangan diet. Kan kamu lagi nyusuin. Kasihan dong anak kamu, bisa kurang ASI. Akibatnya rewel."

Lisa menggeleng kecil, "Nggak kok Bu, Aku gak diet." jawab Lisa sesuai kenyataan.

"Tapi biasanya kalau ibu-ibu menyusui itu gemuk loh. Ini kok kamu malah makin kurus sih? Kayak kurang makan? Makannya yang banyak dong Lisa. Lihat kamu kerempeng banget."

Tiba-tiba Bu Marni sudah berdiri dibelakang Lisa dan ikut menyahut perbincangan para ibu-ibu tetangga.

"Iya memang benar Lisa itu diet ketat. Dia itu takut gemuk, makan selalu ditakar sama dia, biar badannya itu nggak melar katanya." ucap Bu Marni yang ikut menjawab dengan kebohongan sambil melirik sinis ke arah Lisa. Lisa hanya bisa diam saja dan tidak berani menjawab.

Tidak ingin berlarut dengan obrolan yang membuat hati Lisa sedih itu, Lisa memutuskan untuk cepat berlalu saja, lalu disusul Ibu mertuanya yang mungkin juga malas meladeni mulut para tetangganya yang dianggapnya suka ikut campur urusan orang lain.

Saat Lisa sudah pergi, mereka masih membicarakan Lisa, mereka hanya belum percaya dengan ucapan Bu Marni jika Lisa diet.

"Masa iya sih diet kok sampai kurus kering begitu? Kayak kurang makan." sela seorang Ibu-ibu.

Tubuh Lisa sekarang memang sangat kurus, berbeda dengan saat dia pertama dulu datang. Terlihat montok dan cantik. Tentu para Ibu-ibu heran melihatnya dan menebak dengan asumsi mereka masing-masing.

"Mungkin dia tertekan hidup disini."

"Iya. Mungkin dia gak betah ya?"

Sementara Lisa yang sudah sampai di dapur langsung menaruh sayuran dahulu dan pergi ke kamar untuk mengambil bayinya yang masih menangis.

Wanita itu kemudian memasak sambil menggendong sang bayi. Meskipun dengan susah payah, akhirnya masakannya matang juga.

Lisa cepat menyajikan dibawah tudung saji.

Bau aroma masakan makin membuat perutnya keroncongan, tapi Lisa lebih memilih kembali ke kamar untuk menidurkan Kiki dahulu.

Bayinya sudah tertidur, Lisa berpikir untuk mengisi perutnya yang terasa perih. Dari kemarin sore dia memang belum makan apapun karena tidak ada yang dapat ia makan.

Tapi ketika berada di dapur dan membuka tudung saji, Lisa tidak menemukan sayuran yang ia masak tadi. Bahkan nasi dalam bakul pun tidak ada sedikitpun, hanya tersisa kerak nasi yang sudah mengeras.

Lisa menarik nafas gelisah, memegangi perutnya yang keroncongan.

Ini bukan terjadi kali ini saja, tapi hampir setiap hari.

Setiap kali Lisa ingin makan, tidak akan ada makanan yang tersisa untuknya. Setiap kali selesai memasak, Ibu Mertuanya sengaja mengambil seluruh makanan dan menyimpannya di kamarnya sendiri.

Pernah suatu saat Lisa ingin makan dahulu setelah selesai memasak, tapi Ibu marah dan mengatakan jika Lisa tidak sopan. Tidak boleh makan jika yang lain belum makan.

Dan sekarang?

Demi Kiki, demi Asi untuk bayinya, Lisa hanya bisa memakan kerak dengan sedikit kecap saja.

Lisa masih merasa bersyukur selama ini Ibu mertuanya tidak menyiapkan penanak nasi listrik dan menyuruh Lisa memasak nasi dengan Periuk saja. Coba saja jika tidak, bahkan kerak pun mungkin tidak ada untuk bagian Lisa.

Sebenarnya inilah penyebab tubuh Lisa semakin hari semakin kurus dan bayinya terus saja menangis, Lisa tidak bisa mencukupi kebutuhan Asinya karena kurang asupan makanan yang bergizi.

**

Sore hari ini Lisa sengaja bersantai di teras rumah sambil menggendong Kiki.

Sudut bibirnya tertarik tipis berbentuk senyuman saat melihat Suaminya pulang. Namun senyuman itu langsung meredup, Tomi bukan masuk ke pelataran rumah Mereka melainkan berbelok ke rumah sebelah.

Seorang janda Muda yang baru pulang dari Korea beberapa hari yang lalu terlihat menyambut Tomi di teras rumahnya. Itu bisa dilihat oleh Lisa karena tidak terlalu jauh dari depannya dan tidak terhalang oleh apapun.

Entah apa yang dibahas mereka, Lisa tidak dapat mendengar dengan baik. Tapi Tomi terlihat sangat bahagia saat kembali ke rumah.

Tomi melangkahkan kaki tanpa menatap Lisa sedikitpun yang duduk diteras rumah dengan menggendong putrinya itu.

Tomi masuk kedalam rumah dan langsung mandi. Bahkan Lisa membuntuti suaminya hingga kedalam kamar.

"Siapa dia tadi mas?" Lisa mencoba bertanya pada suaminya yang sedang berganti.

"Siapa?" jawab Tomi yang berbalik bertanya.

"Wanita samping rumah itu?"

"Oh. Namanya Juli. Dia baru pulang dari Korea. Jadi TKW selama Tujuh tahun di sana. Sekarang dia kaya raya. Hebat kan dia?" secara langsung Tomi memuji janda itu.

"Oh.. tapi Aku denger-denger dia janda anak dua, mas!"

"Iya, memangnya kenapa kalau dia janda?" Tanya Tomi, kemudian mendekat.

"Meskipun dia janda, tapi dia masih sangat seksi. Sangat cantik dan pandai merawat diri. Tidak seperti kamu! Baru anak satu saja sudah peot dan keriput!"

"Mas.." Lisa terkejut. Hatinya begitu perih mendengar ucapan terus terang dari suaminya.

"Karena dia perawatan dan aku tidak punya apa-apa untuk merawat diri. Jadi jangan bandingkan kami!"

Tomi melotot. "Jelek tetap saja jelek, meskipun dirawat! Gak usah mau cari kesalahanku! Minggir!" Tomi mendorong tubuh Lisa kesamping.

"Dasar sial aku ini menikahimu. Sudah jelek, miskin lagi! Malu-maluin saja!"

Selesai mengumpat, Tomi meninggalkan Lisa yang hanya bisa meremas dadanya yang terasa sesak. Penghinaan suaminya kali ini begitu menyakitkan hatinya.

Dan lebih parahnya, ini bukan berlaku untuk hari ini saja.

Hari hari berikutnya hubungan janda itu dan Tomi semakin dekat bahkan tidak memperdulikan kehadiran Lisa di dalam rumah ini sama sekali.

Janda itu bahkan berani datang menemui Tomi dengan alasan mengantar makanan lalu meminta bantuan Tomi untuk mengantarnya kesana kemari.

Semenjak kehadiran janda itu Tomi juga mulai betah di rumah dan jarang keluar, lebih senang menanti kedatangan Juli yang setia mendatanginya sembari mengantar makanan.

Hubungan mereka semakin terlihat intim, tanpa peduli dengan perasaan Lisa yang hanya bisa menangis menahan sakit didalam hatinya.

Ibu mertuanya juga terlihat sangat senang dan mendukung janda itu untuk mendekati Tomi.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
for you
knp betah amat punya suami mertua ipar iblis
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status