Gilang menatap suster yang baru saja masuk kedalam ruangan untuk memeriksanya, dia kemudian bertanya, "Sus, apa orangtua saya sudah dihubungi?"
"Sudah Mas. Mereka masih dalam perjalanan kemari. Tunggu ya?"Gilang bernafas lega. Dia mengingat jika saat akan berangkat ke desa ini, Mamanya sempat mencegah. Menyuruh agar Gilang menunggu Papanya saja dan berangkat bersama.Tetapi karena Gilang pernah berjanji pada Papanya jika akan menyelesaiikan Proyek itu seorang diri, dia akhirnya berangkat sendiri tanpa menunggu Papanya yang memang masih banyak pekerjaan di Perusahaan.Gilang tidak pernah tahu jika Mamanya berusaha mencegah mungkin karena sudah mempunyai firasat tidak baik.Gilang merasa sangat beruntung bisa ditolong oleh wanita itu. Wanita yang dia belum tahu siapa namanya. Tanpa dia, mungkin Gilang saat ini sudah tinggal nama. Bagaimana tidak dia berpikir seperti itu, dia melihat sendiri bagaimana mobilnya meledak dan terbakar habis.Pintu ruangan terbuka membuyarkan lamunan Gilang. Bu Ranti sudah berlari masuk sambil berurai air mata."Putraku Ya Allah! Apa yang terjadi Nak?" Dia menangis tersedu memeluk Gilang."Aku gak apa-apa Ma. Sudah sudah. Gilang selamat kok. Cuma luka ringan." Gilang menepuk-nepuk punggung Mama dengan halus."Tapi mobilmu sampai meledak Gilang. Apa yang terjadi?" Pak Ginanjar bertanya.Dia juga sangat khawatir, saat dia berangkat kesini tadi dia langsung menghubungi seseorang untuk mengusut kecelakaan yang terjadi pada putranya. Mereka memberi kabar jika Mobil Gilang meledak dan terbakar habis."Gilang tidak tahu pastinya Pa, tapi rem mobilku tiba-tiba blong ketika Gilang pulang dari Area Proyek. Aku kehilangan kendali dan menghantam pohon. Untung saja," Gilang menjeda kalimat."Untung kamu bisa keluar dari mobil Nak. Kalau tidak,""Enggak Ma. Bukan seperti itu. Seorang wanita dengan bayinya yang telah menyelamatkan aku.""Hah!" Bu Ranti dan suaminya terkejut."Seorang wanita? Jadi maksudmu ada orang yang telah menyelamatkan kamu?" tanya Pak Ginanjar."Gilang terjepit Ma, Pa. Aku tidak bisa bergerak sedikitpun. Aku berteriak minta tolong. Tidak ada siapapun yang lewat kecuali wanita dengan bayinya.Wanita itu yang menolong Gilang. Dia yang menghancurkan pintu mobil dengan batu dan menarik tubuh Gilang keluar. Mobil itu meledak setelah beberapa saat dia berhasil menyeret tubuhku menjauh." jelas Gilang. Itu membuat kedua orang tuanya terkejut bukan main."Astagfirullahaladzim, Gilang…! Untung wanita itu mau menolongmu! Kalau tidak Ya Allah….." Bu Ranti kembali memeluk Gilang dan menangis histeris."Sekarang, mana wanita itu? Kita patut berterima kasih sebanyak mungkin padanya." ucap Pak Ginanjar. Dia merasa bersyukur ada wanita yang berhati Mulya dan mau menolong Putranya hingga selamat dari maut."Dia tadi yang mengantar Gilang ke rumah sakit, tapi kata Suster dia sudah pulang karena bayinya rewel. Gilang tidak sempat tahu namanya juga tempat tinggalnya dimana."Kedua orang tua itu terlihat sangat kecewa. Padahal mereka sudah sepantasnya mengucapkan terima kasih pada wanita itu."Apa dia tidak meninggalkan pesan atau apa gitu sama Suster?" Bu Ranti bertanya.Gilang menggeleng, "Mama coba tanya pada Suster saja. Siapa tahu ada."Bu Ranti setuju, dia memang perlu tahu wanita yang telah menolong Putranya. Kemudian pergi menemui suster."Wanita itu hanya sempat mengenalkan diri jika bernama Lisa. Itupun karena kami bertanya. Selebihnya lagi tidak ada, karena dia mengatakan jika tidak mengenal saudara Gilang. Hanya kebetulan melihat kecelakaan dan membantu saja. Dan Mbak Lisa pulang ke rumah orang tuanya yang katanya ada di desa ujung kota ini Bu. Dia tidak menyebutkan alamatnya."Bu Ranti merasa kecewa mendengar penjelasan dari Suster itu. Dia kembali ke ruangan Gilang."Gimana Ma, suster tahu?" Tanya Gilang tanpa sabaran.Bu Ranti menggeleng. "Suster tidak tahu, tapi kata Suster, dia bernama Lisa. Rumah orangtuanya ada di desa ujung kota ini. Tapi kan desa disana itu tidak cuma satu." Jawab Bu Ranti.Pak Ginanjar menoleh pada Putranya, "Kamu tidak mengingat wajahnya?" Dia bertanya."Ingat Pa. Aku pasti ingat jika kembali bertemu.""Baguslah. Kamu pasti bisa menemukannya suatu saat nanti. Sekarang kamu harus fokus pada kesehatanmu dulu. Dan Papa, akan mengusut kecelakaan yang menimpamu ini. Mustahil rem Mobil kamu mengalami Blong jika tidak ada penyebabnya. Papa khawatir ini hanya sebuah sabotase. Tidak tahu berasal dari mana, tetap harus diselidiki. Mudah mudahan saja ini benar-benar musibah, sebab kalau bukan, artinya ada yang sengaja ingin membuatmu celaka."Gilang menarik nafas, dia berpemikiran sama dengan Papanya. Karena setahu dia, mobil miliknya itu tidak pernah telat dari servis. Bahkan baru diservis sebelum dia berangkat ke kota.Baiklah, Gilang menurut. Dia akan fokus pada kesembuhannya terlebih dahulu dan akan segera mencari wanita yang telah menyelamatkannya nyawanya. Dia benar-benar patut untuk berterima kasih padanya.Di tempat lain."Jika ditanya, jujur Bapak lebih lega Lisa menjadi janda daripada punya suami tapi seperti janda! Dibilang ada suami tapi Lisa tidak keurus. Lebih baik anakku menjadi janda daripada harga dirinya terinjak-injak!" ucap Pak Usman ketika Lisa selesai menceritakan bagaimana kehidupan dia selama menjadi istri Tomi.Sebenarnya bukan hanya aduan dari Lisa saja yang sudah membuat Pak Usman sakit hati, tetapi beberapa warga desa dari desa Tomi pernah beberapa kali mengadu, saat tak sengaja bertemu dengan Bu Saodah di pasar dan acara di kampung sebelah.Mereka mengatakan jika Lisa kurus kering, suka dihina dan dimarahi Mertua sekaligus suaminya.Hanya saja, Mereka belum pernah mendengar langsung dari anaknya sendiri. Jadi mereka masih menunggu keterbukaan dari Lisa.Selama ini Lisa memang menutup rapat-rapat dari orang tuanya tentang kehidupan dia disana.Pernah sekali waktu Ibu pergi menjenguk dia, tapi baik Tomi dan Bu Marni pandai bersandiwara. Mereka berpura-pura menyukai Lisa didepan besannya.Padahal jelas pada saat itu, Ibu juga bisa melihat perubahan drastis dari fisik Anaknya. Tapi Ibu tidak berani lancang untuk banyak bertanya.Sekarang kedua orang tua itu hanya bisa menahan kehancuran hati mereka, dua kali ini Mereka merasa hancur. Setelah pertama ketika anak gadis mereka harus mengandung diluar nikah, dan yang kedua harus menjadi janda diusia sangat muda. Padahal jika dipikir-pikir, semua ini bukan salah anak merekaAnak semata wayang mereka yang mereka doakan setiap sujud agar mendapatkan kebahagiaan, tetapi malah menderita seperti ini. Hati orang tua mana yang sanggup menerima?Dalam hati kedua orang tua ini tak sanggup untuk bersabar, kemudian mengumpat Tomi dengan sumpahan.Pak Usman berkaca-kaca, dia mengelus lembut kepala Lisa."Hidup kamu sedang diuji Lisa. Jangan terlalu dibawa sedih. Allah itu Maha segalanya. Allah tahu mana yang baik dan buruk untuk kamu. Jangan dipikirkan lagi ya? Hidup kamu masih panjang kedepannya. Percayalah Nak, kebahagiaan pasti akan menghampirimu. Entah itu akan lambat atau cepat."Ibu mengangguk setuju. "Kita bisa sama sama lagi Lisa. Mulai dari awal lagi. Lihat wajah Kiki. Jadikan dia semangatmu. Selebihnya, serahkan pada Allah saja, agar menjadi urusanNya."Lisa hanya mengangguk, mengusap sudut matanya yang membasah sejak tadi. Kemudian dia mencium pipi Kiki yang sedang dipangkuan Ibu.Dia mulai berusaha untuk sebisa mungkin menepis kesedihan dan fokus pada Kiki saja.pernikahan Hana digelar dengan sangat mewah dengan acara pesta yang meriah. Disambut oleh tamu undangan yang hadir ditengah-tengah pernikahan Hana dan Rangga saat ini. Kebahagiaan menyelimuti Rangga dan juga Hana.Tamu undangan pun tak henti-henti mengatakan bahwa Hana begitu cantik dan menawan. Membuat Rangga tersenyum saat bersanding bersamanya.Hana yang bersetatus janda hanya bisa terheran dengan acara pesta yang digelar oleh sang suami, karena acara begitu sangat mewah. Berbeda saat pernikahan Hana dan Danang dahulu. Walau Danang orang mampu hanya saja pesta diadakan secara biasa saja."Apakah acara pesta ini tidak membuang uang kamu saja??" ujar Hana dengan lirih.Rangga menoleh kearah suara Hana yang saat ini resmi menjadi istri sahnya."Kenapa? Apakah kamu tidak menyukainya??""Bukan begitu! Aku hanya seorang janda. Apakah ini tidak berlebihan?" Ucap Hana yang tidak enak jika dirinya merepotkan seorang suami.Rangga tersenyum saat mendengar ucapan Hana."Bagaimana aku tak sela
siang ini Hana mengajak Rangga bertemu, mata Hana tak berani menatap Rangga. Namun tidak dengan Rangga, yang sejak tadi dirinya menantap Hana."Kamu mau bicara apa, Hana??" tanya Rangga dengan menantap Hana, seolah ingin cepat mengetahui, apa penyebab Hana tiba-tiba mengajaknya bertemu disiang hari ini."Rangga!""Iya Hana, ada apa??""Aku sebenarnya ingin....""Katakan saja Hana, jangan ragu.""Sebenarnya, aku mengajak kamu datang kesini ingin berbicara mengenai masalah kemarin," ujar Hana yang masih saja ingin menyusun kata yang akan disampaikan pada Rangga saat ini."Masalah yang mana??" jawab Rangga seperti lupa akan ucapannya kemarin malam."Please Rangga, jangan buat aku bingung!" balas Hana dengan wajah srius.Rangga tersenyum saat mendapatkan tatapan srius itu dari Hana."Iya, maafkan aku. Bicaralah! Dan aku akan trima apapun jawaban dari kamu!"Hana menunduk, wajahnya terlihat bingung. Lalu Rangga meraih dagu Hana dan mengarahkannya kearah wajah Rangga dan menatapkannya. Rang
ica yang sejak tadi tak berhenti membereskan rumah mertuanya. Bahkan banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan saat ini juga."Sialan! Aku disini seharusnya jadi nyonya, kenapa harus jadi babu. Menyebalkan!!" Ucap Ica dengan menjemur pakaian.Sementara Dewi dan Bu Vina melihat kerja Ica dari kejauhan."Ibu lihat, rencana kita berhasilkan??" ucap Dewi dengan tersenyum menatap kearah Ica dengan kepuasan, bahkan Dewi berhasil membuat ica sengsara."Iya Dewi, ibu senang dengan rencana kamu ini, berkat kamu, Ica merasakan apa yang dirasakan oleh Danang waktu itu. Walaupun ini semua tak sebanding dengan kejahatan yang ia berikan dengan Danang waktu itu, tapi ibu puas walaupun ini semua tak seberapa!""Ibu tenang saja, kita akan membuat Ica nggak betah disini dan akan angkat kaki secepatnya!!""Kamu yakin Dewi??""Iya Bu, apakah ibu tidak yakin dengan Dewi??""Iya, ibu percaya sama kamu!""Kalian lihatin apa??"tiba-tiba Danang datang menganggetkan keduanya, membuat Dewi dan Bu Vina m
aku yang sedang menggendong Shifa karena sepertinya Shifa sudah mulai mengantuk. Namun aku belum berani untuk berbicara kepada Rangga bahwa aku ingin segera pulang.Ku lihat Rangga ditarik tangannya oleh ibu dan ayahnya, mereka terlihat berbicara srius disana. Namun aku tak tahu pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, karena aku fokus untuk menenangkan Shifa. Aku duduk disofa yang tersedia dipojokkan."Apa sebaiknya aku meminta Rangga untuk megantarkanku pulang?" Batinku.Tak lama Rangga dan orang tuanya menghampiriku, aku hanya tersenyum saat mereka menghampiriku."Hana, bagaimana malam ini kamu menginap dirumah ibu." Tawar Bu Neti."Aduh Bu, maaf sebelumnya, bukan maksud saya untuk tidak sopan. Tapi saya harus pulang, karena ibu saya pasti khawatir, apa lagi bapak saya sedang berada dirumah sakit, jadi saya tidak bisa untuk meninggalkannya, maaf ya Bu, pak. Bukan maksud saya tidak sopan.""Iya Hana, tidak apa-apa. Malahan ibu dan bapak yang tidak enak dengan kamu, maaf ya ibu
pria tampan dengan senyum manis berada didepan pintu rumah ku saat ini, dengan tatapan khasnya membuatku yang menantapnya langsung disalah tingkah bila memandang wajahnya. Senyumnya yang manis bahkan lesung pipi yang menggoda itu membuatku tak kuasa bila menantapnya. Rapi dan bersih kulitnya, bahkan gaya rambut yang benar-benar cocok dengannya."Kamu kenapa natapin aku begitu??" ujar Rangga dengan tersenyum manis."Ng-nggak apa-apa!!" aku yang ditanya langsung berubah salah tingkah dengan tatapan dan senyumnya."Jadi berangkat??" tanya Rangga.Aku hanya mengangguk pelan tanpa menantap matanya saat ini. Entah kenapa aku benar-benar lemah ketika ia tersenyum padaku, sebenarnya aku sudah tak muda lagi, aku sudah memiliki satu orang anak, dan bahkan aku berstatus janda. Tapi entah kenapa rasanya serial kali Rangga menantapku dengan tatapan yang tak biasa itu membuat aku salah tingkah. Rasanya benar-benar seperti aneh tak terkendali.Rangga yang sudah menunggu dipintu depan rumah, aku yang
"Cuci nih!!" Dewi menghempaskan pakaian kotor kewajah Ica yang sedang berbaring dikamar tidurnya.Mata Ica membulat sempurna saat melihat Dewi yang tiba-tiba datang, lalu menghempaskan segunduk pakaian kewajahnya saat ini."Ngapain masih Lo lihatin, nggak akan bersih kalau Lo pelototin begitu!!" kata Dewi melotot."Tapi Dewi, kenapa kamu menyuruh saya??""Apa katamu? Dewi!!""Sopan banget kamu sama saya! Saya ini ipar kamu, seharunya kamu panggil saya ini mbak!!" imbuh Dewi."Cih, benar-benar menguras emosi wanita ini. Kalau saja aku tidak tinggal disini, akan aku beri pelajaran untuk ini semua padanya." Batin Ica kesal."Hey.....!!! Ngapain kamu masih rebahan, kerja! Beres-beres rumah kamu, jangan taunya enak doang!""Tapi mbak, kenapa harus saya yang mengerjakan ini semua. Bukannya ada pembantu dirumah ini??""Apa kata kamu! Pembantu, enak sekali mulut kamu ngomong, emangnya siapa yang mau mengaji pembantu dirumah ini kalau ada kamu!!" tuding Dewi pada Ica."Mbak, tapi saya bukan pe