Jantung kedua orang itu masih berdetak kencang sambil menatap api besar yang melahap mobil yang baru saja meledak tadi. Tiba-tiba Pemuda yang baru saja ditolong oleh Lisa tadi memegangi dadanya dengan suara rintihan kesakitan.
Lisa menoleh dan bertanya, "Mas, kamu kenapa?"Lisa beranjak ingin menolong tapi bertepatan dengan Kiki yang menangis."Astagfirullahaladzim.. Mbak, Bayimu. Cepat tolong dulu." ucap pemuda itu."I,iya." Lisa juga panik, langsung berlari ke arah bayinya. Mungkin kini terbangun karena merasa tidak nyaman tidur di bawah pohon. Lisa malah khawatir jika Kiki digigit oleh serangga. Lisa cepat meneliti tubuh bayinya. Tapi semua aman.Baru saja Lisa menggendong bayinya dan berbalik badan untuk menghampiri kembali pemuda tadi, dia terkejut melihat pemuda itu memuntahkan darah segar dari mulutnya."Ya Allah!" Lisa berlari, cepat menopang tubuh pemuda itu dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menahan bayinya."Bagaimana ini?" Lisa tentu sangat panik. Dia menahan tubuh pemuda itu agar duduk tegak."Bertahan, Mas! Aku akan mencari bantuan!" mungkin pemuda itu sudah tidak mendengar dengan baik karena dia sudah setengah pingsan.Dengan keadaan yang genting Lisa mencoba mencari bantuan untuk segera membawa pemuda itu kerumah sakit agar nyawanya segera tertolong.Lisa berdiri menggeletakkan pemuda itu lalu menoleh kiri dan kanan berharap bantuan akan segera datang.Mengigit jari jemarinya sendiri dan mengacak-acak rambutnya bak orang gila karena cemas. Lisa takut nyawa pemuda itu tidak akan tertolong jika terlambat membawanya kerumah sakit.Lama Lisa menunggu hingga beberapa menit karena panik, Lisa melihat sebuah mobil yang lewat. Lisa berpikir sejenak kemudian nekat menghadang mobil ynag lewat itu."Mau mati kamu!" bentak sopir yang terlihat kesal akibat Lisa yang menghadang ditengah jalan secara tiba-tiba.Lisa mendekati sopir itu langsung menarik tangan sang sopir keluar dari dalam mobil."Bapak jangan marah-marah, lebih baik bapak tolong saya bawa pemuda ini ke rumah sakit. Dia kecelakaan!" ucap Lisa menunjuk pemuda yang saat ini sudah berbaring lemah itu.Pemilik mobil menoleh, dia terkejut dan langsung mengangguk."I-iya, Neng. Ayo!"Pria pemilik mobil dan Lisa membawa pemuda itu masuk kedalam mobil dan langsung mencari rumah sakit terdekat.Sampai di rumah sakit Lisa cepat berlari masuk mencari bantuan, dia kembali dengan beberapa suster.Pemuda itu segera dimasukkan kedalam ruangan gawat darurat dan segera ditangani oleh dokter.Lisa masih menunggu di luar, dia tidak tahu harus berbuat apa sampai Dokter yang menangani Pemuda itu keluar dari ruangan dan menghampirinya."Apa anda keluarga pasien?" Tanya Sang Dokter."Bukan Dok. Saya tadi hanya kebetulan melihat kecelakaannya dan menolongnya.""Oh.. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab?"Lisa bingung untuk menjawab."Ah, Baiklah. Kami akan menunggu pasien sadar untuk menanyakan keluarganya. Saat ini, pasien akan dipindahkan ruangan perawatan karena lukanya memang tidak terlalu parah.""Baiklah dokter." jawab Lisa.Dokter beranjak pergi. Lisa masih berdiri sambil mendekap bayinya.Saat ini, pemuda yang bernama Gilang itu mulai sadar. Suster yang melihat segera memanggil dokter.Dokter kembali memeriksa keadaanya."Saya ada dimana?" Tanya Gilang yang menatap sekeliling dengan bingung."Anda berada dirumah sakit, tadi ada seorang wanita yang telah menolong anda." Dokter tersenyum saat memberitahu Gilang."Wanita?" lirih Gilang mencoba mengingat kejadian tadi. Gilang teringat wanita dengan bayinya yang telah menolongnya. Dia langsung meminta Dokter untuk memanggilnya.Dokter mengangguk kemudian memintanya suster untuk memberitahu Lisa agar masuk karena pasien sudah sadar.Tapi saat Lisa hendak melangkah masuk, tiba-tiba saja Kiki menangis. Lisa berusaha menenangkan bayinya, tetapi Kiki malah semakin menangis kencang."Maaf Sus, sepertinya saya tidak bisa masuk. Karena pasien sudah sadar, sampaikan salam saya saja ya. Saya harus pulang. Bayi saya rewel.""Oh, baiklah kalau begitu ibu. Tidak mengapa. Nanti saya sampaikan." Suster pun mengiyakan dan menatap punggung Lisa yang sudah melangkah pergi.Suster kembali ke dalam dan menyampaikan jika Wanita yang telah menolong Gilang pulang karena bayinya terus menangis.Gilang merasa kecewa, dia belum sempat bertanya siapa namanya dan bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih."Apa anda punya nomor keluarga yang bisa dihubungi?" Dokter bertanya.Gilang mengangguk dan kemudian menyebutkan nomor ponsel ibunya.Dokter segera menghubungi nomor tersebut."Apa dokter? Gilang putraku! Ya Allah!" Bu Ranti ibu Gilang disana ambruk tanpa sempat bertanya lebih lanjut. Beruntung suaminya tepat waktu menangkap tubuh Bu Ranti."Mama kenapa?"Pak Ginanjar menyambar ponsel yang masih menyala."Halo. Siapa disana?" Dia bertanya karena yakin jika yang telah menghubungi istrinya pasti orang yang penting, dan pasti ada sesuatu, jika tidak mana mungkin istrinya sampai pingsan seperti ini."Ini kami dari pihak rumah Pak. Anak Bapak yang bernama Gilang saat ini berada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan. Seorang wanita menolongnya dan membawanya kemari. Kami mengharapkan kedatangan keluarga pasien secepatnya."Pak Ginanjar juga terkejut bukan main, "Astagfirullah.. Apa? Te, terus bagaimana keadaan anak saya Dok?""Anak banyak sudah sadar. Hanya masih sangat lemah. Untung yang menolong tadi cepat membawa kemari, jadi anak bapak tidak kehabisan darah.""Iya Dokter, iya. Tolong berikan yang terbaik untuk anak kami. Kami akan segera kesana. Mohon untuk mengirim alamat rumah sakitnya."Dokter menutup panggilan, Pak Ginanjar kembali pada Istrinya yang masih tak sadarkan diri. Dia menepuk-nepuk pipi Bu Ranti. Tidak berapa lama, Bu Ranti bangun dan histeris kembali."Papa.. Gilang Pa! Ya Allah..""Mama.. Tenang Ma. Gilang tidak apa-apa. Dia sudah sadar. Kita akan segera kesana. Mama jangan seperti ini, yang kuat ya.""Ya Allah Gilang.." Bu Ranti masih seperti orang linglung.Kemudian setelah memenangkan diri, Mereka bersiap untuk ke rumah sakit yang sudah dikirim alamatnya oleh dokter tadi.Sepanjang perjalanan, Bu Ranti masih sesenggukan, dia sangat khawatir dengan keadaan Putranya itu.Disisi lain,Lisa sudah sampai di rumah orang tuanya. Dia mengetuk pintu dan mengucapkan salam.Dari belakang, terdengar Bu Saodah menjawab salam dan berlari kecil untuk membukakan pintu.Ibu terkejut ketika melihat siapa yang datang. Putrinya datang seorang diri tanpa suami sambil menggendong bayinya. Tapi yang membuat firasat ibu tiba-tiba tidak baik adalah, tas ransel yang ada di tangan Lisa."Lisa." Ibu memeluk Lisa, tanpa ingin bertanya dahulu karena seperti sudah paham apa yang terjadi pada anaknya ini, Ibu hanya mengambil Kiki dari tangan Lisa, kemudian menuntut Lisa dengan lembut ke kamar.Kamar kecil bekas Lisa dulu, tapi masih terlihat terawat karena ibu memang membersihkan setiap waktu.Ibu berdiri diambang pintu menantap putrinya yang tampak lelah dan wajahnya terlihat murung itu.Ibu meninggalkan Lisa beristirahat seorang diri, dia memilih pergi membawa cucu yang sudah lama tidak dilihatnya ini.Dari belakang rumah, terdengar suara cangkul tersandar, lalu terdengar suara air keran mengalir deras di teras rumah.Nampaknya pak Usman sudah kembali dari kebun dan masuk kedalam rumah.Pria yang sudah separuh baya itu terlihat terkejut saat tak sengaja melihat Lisa ada di dalam kamar saat melewati kamar itu.Tapi belum sempat pak Usman membuka mulut, istrinya menarik tangannya dan membawanya ke dapur."Ada apa ini Bu? Ada apa dengan Lisa?" menatap kearah istrinya yang tengah menggendong Kiki."Sepertinya, ada yang terjadi dalam rumah tangga Lisa. Biarkan Lisa istirahat dulu, nanti malam kita tanyakan semuanya. Sekarang bapak bantuin ibu jaga cucu kita dulu. Ibu mau menyiapkan makan malam." Bu Odah memberikan Kiki kepada pak Usman.Lisa sendiri, masih termenung di dalam kamarnya. Dia teringat semua perlakuan kejam suami dan mertuanya yang begitu menganggapnya sampah. Ucapan Talak tomi yang masih terngiang-ngiang di telinganya.Air mata Lisa kembali mengalir.Gilang menatap suster yang baru saja masuk kedalam ruangan untuk memeriksanya, dia kemudian bertanya, "Sus, apa orangtua saya sudah dihubungi?""Sudah Mas. Mereka masih dalam perjalanan kemari. Tunggu ya?"Gilang bernafas lega. Dia mengingat jika saat akan berangkat ke desa ini, Mamanya sempat mencegah. Menyuruh agar Gilang menunggu Papanya saja dan berangkat bersama. Tetapi karena Gilang pernah berjanji pada Papanya jika akan menyelesaiikan Proyek itu seorang diri, dia akhirnya berangkat sendiri tanpa menunggu Papanya yang memang masih banyak pekerjaan di Perusahaan.Gilang tidak pernah tahu jika Mamanya berusaha mencegah mungkin karena sudah mempunyai firasat tidak baik.Gilang merasa sangat beruntung bisa ditolong oleh wanita itu. Wanita yang dia belum tahu siapa namanya. Tanpa dia, mungkin Gilang saat ini sudah tinggal nama. Bagaimana tidak dia berpikir seperti itu, dia melihat sendiri bagaimana mobilnya meledak dan terbakar habis.Pintu ruangan terbuka membuyarkan lamunan Gilang.
Beberapa hari ini Lisa berada di rumah orang tuanya.Siang itu, seorang pria utusan dari Tomi datang mengantar surat cerai. Sebenarnya Lisa sempat menjatuhkan air mata saat menatap nama Tomi yang sudah lengkap dengan tanda tangannya di dalam surat cerai itu, lalu melirik nama atas dirinya yang masih kosong dari tanda tangan.Tapi dia lalu memantapkan hatinya. Ketika Pak Usman mengangguk ringan padanya, Lisa mengangkat pena dan tanpa ragu, Lisa membubuhkan tanda tangan diatas namanya.Saat orang itu pergi, Lisa langsung menangis tersedu sambil memeluk ibunya. "Jangan dipikirkan lagi Lisa. Sudah, sudah. Ini jalan terbaik yang dipilih Allah untuk kamu, Nak?" Ibu mengelus elus punggung Lisa.Lisa masih menangis, dia menumpahkan seluruh air mata terakhirnya untuk Tomi hari ini dan berjanji tidak akan mengingatnya kembali.Hari hari berlalu,Lisa sudah mulai merasa tenang. Dia juga sedikit demi sedikit sudah bisa melupakan kesedihan dan luka di dalam hatinya karena perceraiannya dengan To
Semalaman Lisa menimbang. Tekadnya sudah bulat. Dia ingin pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Kebetulan dia mengingat jika ada satu temannya yang bekerja di kota. Siapa tau, dia bisa menemukannya dan meminta bantuan.Pagi berikutnya,Ibu dan Bapak sangat terkejut saat Lisa mengatakan keinginannya. "Bagaimana dengan Kiki jika kamu pergi?" Bapak bertanya. "Aku akan membawa serta Kiki Pak, Bu,""Ya Allah, Lisa! Kiki itu masih bayi. Mana mungkin kamu ajak ke kota dan mencari pekerjaan? Kalau bisa dapat pekerjaan, kalau tidak? Kasihan Nak?" Ibu tentu terkejut dan tidak membolehkan Lisa membawa serta Kiki.Bapak melirik Lisa, melihat anak perempuan satu-satunya penuh tekanan seperti ini, Bapak sungguh tidak tega. Tadinya dia mengira dengan perceraian Lisa dan Tomi akan membuat hidup Lisa tenang. Tapi nyatanya Lisa malah jadi omongan dan merasa tertekan tinggal bersama mereka. Bapak merasa tidak tahan lalu dia berkata, "Jika itu sudah menjadi keputusanmu Lisa, bapak akan mengijinkan. Ta
Ibu cantik itu beberapa kali mengucapkan terima kasih kepada Lisa. Lalu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan pada Lisa, tapi Lisa menolak."Tidak usah Bu," beberapa kali Ibu itu memaksa untuk memberi uang padanya, beberapa kali itu juga Lisa menolak."Saya ikhlas kok Bu, sudah, tidak usah.""Tidak apa-apa Nak, terima saja. Untuk beli susu adik bayi." mengatakan adik bayi, Ibu itu sambil melirik bayi dalam gendongan Lisa. Sesaat dia seperti ingat sesuatu.Wanita yang menolong Gilang tempo lalu, seorang wanita dengan bayinya. Ibu itu menjadi terharu. Wanita yang telah menolong Gilang dengan wanita ini sama baiknya. Saat Ibu itu sedang termenung, Kiki tiba-tiba menangis lagi. Ibu itu terkejut."Anak kamu menangis. Kenapa?""Iya Bu, mungkin dia haus, kalau begitu saya permisi dulu ya?""Memang kalian mau kemana? Biar sekalian kami antar ya? Bagaimana?"Ketika Ibu itu bertanya demikian, Lisa tidak menjawab karena dia memang belum tahu akan kemana. "Nak, kenapa?" Ibu itu bisa
Dua hari yang lalu sebelum Lisa memutuskan untuk pergi ke kota, Gilang yang dinyatakan sudah sehat kembali lagi ke desa, setelah sempat dibawa pulang oleh orang tuanya ke kota pasca kecelakaan waktu itu.Dia sengaja kembali ke desa itu karena memang masih meninggalkan pekerjaan yang belum selesai. Tetapi kepergiannya ke desa kali ini sebenarnya bukan hanya karena hal pekerjaan saja, melainkan dia ingin mencari keberadaan wanita yang telah menolongnya tempo lalu.Hari ini setelah pekerjaannya selesai, Gilang pergi ke desa yang sempat diucapkan sang suster pada Mamanya saat di rumah sakit.Gilang tak berhenti bertanya pada warga desa tentang ciri ciri wanita yang telah menolongnya. Tapi hingga menjelang sore, Gilang belum mendapatkan petunjuk sedikit pun.Saat dia sudah mulai putus asa, Gilang teringat sesuatu. "Kenapa tidak ke rumah Pak RT desa ini saja? Pak RT pasti malah bisa membantu." Gilang sedikit lega dan memutuskan untuk mencari rumah Pak RT saja dulu. Tapi saat dia mulai menj
Malam ini seperti sunyi bagi Lisa. Dia merebahkan tubuhnya yang terasa penat. Pikirannya mulai tak tentu arah karena beberapa hal. Ini membuat Lisa pusing.Dia belum sempat memberitahu kabar pada orang tuanya di kampung. Lisa berpikir pasti kedua orang tuanya saat ini sedang mengkhawatirkan dirinya.Lalu dia teringat saat menulis surat hingga melangkahkan kaki untuk pergi meninggalkan rumah orang tuanya di kampung, semua itu sangat sulit. Itu semua dia lakukan demi mengubah nasib, tapi sampai sekarang, Lisa belum ada pandangan untuk mendapatkan pekerjaan.Lisa juga sudah memikirkan untuk pergi dari rumah ini besok saja. Dia tidak mungkin akan merepotkan keluarga Bu Ranti terlalu lama."Aku harus segera mendapatkan pekerjaan, jangan sampai aku membuat Bu Ranti terbebani karena aku dan Kiki."Saat Lisa ingin memejamkan mata sebuah ketukan pintu terdengar dari pintu kamar dibarengi seruan memanggil namanya."Bu Ranti? Ada apa ya?" Lisa dengan kembali membuka matanya."Lisa… Lis… apa kamu
Azan isya berkumandang di masjid terdekat. Terlihat raut wajah Bu Saodah yang sedang gunda gulana di teras rumah miliknya.Dengan tangan menopang dagu, dengan pikiran tak tentu arah, duduk termenung sendirian di malam ini.Pak Usman membawa secangkir teh hangat dan mendekati Bu Saodah dengan menantap wajahnya."Bu." Seru pak Usman pada istri.Bu Saodah hanya menoleh tak menjawab, terlihat raut wajahnya yang sendu mengartikan segala isi hatinya saat ini.Pak Usman menyodorkan teh hangat yang ia bawa ke hadapan Bu Saodah."Minum dulu Bu, mana tahu hati Ibu bisa sedikit lega!" kata pak Usman. Bu Saodah menoleh ke arah secangkir teh yang ada di tangan pak Usman dengan perlahan meraihnya, walau beberapa kali Pak Usman harus membujuk sang istri.Setelah Bu Saodah meraih teh hangat dari tangan suaminya. Pak Usman meletakkan daging bokongnya di samping sisi Bu Saodah.Dengan lirih pak Usman berkata, "Ibu masih memikirkan keberadaan Lisa ya Bu?"Bu Saodah hanya menatap sesaat pada pak Usman."
Sejak Lisa pergi dari kehidupan Tomi dan sejak itulah Tomi menjalin kasih bersama Juli, seorang janda anak dua. Walau Juli berstatus janda akan tetapi dirinya tak kalah cantik dan menawan layaknya seorang gadis.Berkulit putih, ayu rupawan, rambut lurus yang diberi warna kecoklatan bagaikan bule luar negeri dengan bulu mata yang cetar menambah kecantikan fisik Juli di mata para lelaki.Juli juga tak pernah sungkan untuk berkunjung dan berpergian bersama Tomi maupun bersama Ibu Tomi sekalipun.Bahkan gunjingan para tetangga kerap tak dianggap oleh mereka.Sejak kepergian Lisa, para tetangga sekeliling selalu membicarakan tentang kedekatan Tomi bersama Juli janda anak dua itu.Mereka juga sering sekali mengumpat Juli di belakang tanpa sepengetahuan Juli dan Tomi.Seperti di waktu saat Juli hendak membeli sayuran tiba-tiba para ibu-ibu membicarakannya, hingga menimbulkan kegaduhan di siang itu."Awas ibu-ibu ada janda gatal, nanti kita sibuk dengan pekerjaan rumah, suami enak-enakan sama