Share

Bab 6. Panggilan dari rumah sakit.

Author: Atria
last update Last Updated: 2023-08-12 17:05:20

Jantung kedua orang itu masih berdetak kencang sambil menatap api besar yang melahap mobil yang baru saja meledak tadi. Tiba-tiba Pemuda yang baru saja ditolong oleh Lisa tadi memegangi dadanya dengan suara rintihan kesakitan.

Lisa menoleh dan bertanya, "Mas, kamu kenapa?"

Lisa beranjak ingin menolong tapi bertepatan dengan Kiki yang menangis.

"Astagfirullahaladzim.. Mbak, Bayimu. Cepat tolong dulu." ucap pemuda itu.

"I,iya." Lisa juga panik, langsung berlari ke arah bayinya. Mungkin kini terbangun karena merasa tidak nyaman tidur di bawah pohon. Lisa malah khawatir jika Kiki digigit oleh serangga. Lisa cepat meneliti tubuh bayinya. Tapi semua aman.

Baru saja Lisa menggendong bayinya dan berbalik badan untuk menghampiri kembali pemuda tadi, dia terkejut melihat pemuda itu memuntahkan darah segar dari mulutnya.

"Ya Allah!" Lisa berlari, cepat menopang tubuh pemuda itu dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya menahan bayinya.

"Bagaimana ini?" Lisa tentu sangat panik. Dia menahan tubuh pemuda itu agar duduk tegak.

"Bertahan, Mas! Aku akan mencari bantuan!" mungkin pemuda itu sudah tidak mendengar dengan baik karena dia sudah setengah pingsan.

Dengan keadaan yang genting Lisa mencoba mencari bantuan untuk segera membawa pemuda itu kerumah sakit agar nyawanya segera tertolong.

Lisa berdiri menggeletakkan pemuda itu lalu menoleh kiri dan kanan berharap bantuan akan segera datang.

Mengigit jari jemarinya sendiri dan mengacak-acak rambutnya bak orang gila karena cemas. Lisa takut nyawa pemuda itu tidak akan tertolong jika terlambat membawanya kerumah sakit.

Lama Lisa menunggu hingga beberapa menit karena panik, Lisa melihat sebuah mobil yang lewat. Lisa berpikir sejenak kemudian nekat menghadang mobil ynag lewat itu.

"Mau mati kamu!" bentak sopir yang terlihat kesal akibat Lisa yang menghadang ditengah jalan secara tiba-tiba.

Lisa mendekati sopir itu langsung menarik tangan sang sopir keluar dari dalam mobil.

"Bapak jangan marah-marah, lebih baik bapak tolong saya bawa pemuda ini ke rumah sakit. Dia kecelakaan!" ucap Lisa menunjuk pemuda yang saat ini sudah berbaring lemah itu.

Pemilik mobil menoleh, dia terkejut dan langsung mengangguk.

"I-iya, Neng. Ayo!"

Pria pemilik mobil dan Lisa membawa pemuda itu masuk kedalam mobil dan langsung mencari rumah sakit terdekat.

Sampai di rumah sakit Lisa cepat berlari masuk mencari bantuan, dia kembali dengan beberapa suster.

Pemuda itu segera dimasukkan kedalam ruangan gawat darurat dan segera ditangani oleh dokter.

Lisa masih menunggu di luar, dia tidak tahu harus berbuat apa sampai Dokter yang menangani Pemuda itu keluar dari ruangan dan menghampirinya.

"Apa anda keluarga pasien?" Tanya Sang Dokter.

"Bukan Dok. Saya tadi hanya kebetulan melihat kecelakaannya dan menolongnya."

"Oh.. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab?"

Lisa bingung untuk menjawab.

"Ah, Baiklah. Kami akan menunggu pasien sadar untuk menanyakan keluarganya. Saat ini, pasien akan dipindahkan ruangan perawatan karena lukanya memang tidak terlalu parah."

"Baiklah dokter." jawab Lisa.

Dokter beranjak pergi. Lisa masih berdiri sambil mendekap bayinya.

Saat ini, pemuda yang bernama Gilang itu mulai sadar. Suster yang melihat segera memanggil dokter.

Dokter kembali memeriksa keadaanya.

"Saya ada dimana?" Tanya Gilang yang menatap sekeliling dengan bingung.

"Anda berada dirumah sakit, tadi ada seorang wanita yang telah menolong anda." Dokter tersenyum saat memberitahu Gilang.

"Wanita?" lirih Gilang mencoba mengingat kejadian tadi. Gilang teringat wanita dengan bayinya yang telah menolongnya. Dia langsung meminta Dokter untuk memanggilnya.

Dokter mengangguk kemudian memintanya suster untuk memberitahu Lisa agar masuk karena pasien sudah sadar.

Tapi saat Lisa hendak melangkah masuk, tiba-tiba saja Kiki menangis. Lisa berusaha menenangkan bayinya, tetapi Kiki malah semakin menangis kencang.

"Maaf Sus, sepertinya saya tidak bisa masuk. Karena pasien sudah sadar, sampaikan salam saya saja ya. Saya harus pulang. Bayi saya rewel."

"Oh, baiklah kalau begitu ibu. Tidak mengapa. Nanti saya sampaikan." Suster pun mengiyakan dan menatap punggung Lisa yang sudah melangkah pergi.

Suster kembali ke dalam dan menyampaikan jika Wanita yang telah menolong Gilang pulang karena bayinya terus menangis.

Gilang merasa kecewa, dia belum sempat bertanya siapa namanya dan bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih.

"Apa anda punya nomor keluarga yang bisa dihubungi?" Dokter bertanya.

Gilang mengangguk dan kemudian menyebutkan nomor ponsel ibunya.

Dokter segera menghubungi nomor tersebut.

"Apa dokter? Gilang putraku! Ya Allah!" Bu Ranti ibu Gilang disana ambruk tanpa sempat bertanya lebih lanjut. Beruntung suaminya tepat waktu menangkap tubuh Bu Ranti.

"Mama kenapa?"

Pak Ginanjar menyambar ponsel yang masih menyala.

"Halo. Siapa disana?" Dia bertanya karena yakin jika yang telah menghubungi istrinya pasti orang yang penting, dan pasti ada sesuatu, jika tidak mana mungkin istrinya sampai pingsan seperti ini.

"Ini kami dari pihak rumah Pak. Anak Bapak yang bernama Gilang saat ini berada di rumah sakit karena mengalami kecelakaan. Seorang wanita menolongnya dan membawanya kemari. Kami mengharapkan kedatangan keluarga pasien secepatnya."

Pak Ginanjar juga terkejut bukan main, "Astagfirullah.. Apa? Te, terus bagaimana keadaan anak saya Dok?"

"Anak banyak sudah sadar. Hanya masih sangat lemah. Untung yang menolong tadi cepat membawa kemari, jadi anak bapak tidak kehabisan darah."

"Iya Dokter, iya. Tolong berikan yang terbaik untuk anak kami. Kami akan segera kesana. Mohon untuk mengirim alamat rumah sakitnya."

Dokter menutup panggilan, Pak Ginanjar kembali pada Istrinya yang masih tak sadarkan diri. Dia menepuk-nepuk pipi Bu Ranti. Tidak berapa lama, Bu Ranti bangun dan histeris kembali.

"Papa.. Gilang Pa! Ya Allah.."

"Mama.. Tenang Ma. Gilang tidak apa-apa. Dia sudah sadar. Kita akan segera kesana. Mama jangan seperti ini, yang kuat ya."

"Ya Allah Gilang.." Bu Ranti masih seperti orang linglung.

Kemudian setelah memenangkan diri, Mereka bersiap untuk ke rumah sakit yang sudah dikirim alamatnya oleh dokter tadi.

Sepanjang perjalanan, Bu Ranti masih sesenggukan, dia sangat khawatir dengan keadaan Putranya itu.

Disisi lain,

Lisa sudah sampai di rumah orang tuanya. Dia mengetuk pintu dan mengucapkan salam.

Dari belakang, terdengar Bu Saodah menjawab salam dan berlari kecil untuk membukakan pintu.

Ibu terkejut ketika melihat siapa yang datang. Putrinya datang seorang diri tanpa suami sambil menggendong bayinya. Tapi yang membuat firasat ibu tiba-tiba tidak baik adalah, tas ransel yang ada di tangan Lisa.

"Lisa." Ibu memeluk Lisa, tanpa ingin bertanya dahulu karena seperti sudah paham apa yang terjadi pada anaknya ini, Ibu hanya mengambil Kiki dari tangan Lisa, kemudian menuntut Lisa dengan lembut ke kamar.

Kamar kecil bekas Lisa dulu, tapi masih terlihat terawat karena ibu memang membersihkan setiap waktu.

Ibu berdiri diambang pintu menantap putrinya yang tampak lelah dan wajahnya terlihat murung itu.

Ibu meninggalkan Lisa beristirahat seorang diri, dia memilih pergi membawa cucu yang sudah lama tidak dilihatnya ini.

Dari belakang rumah, terdengar suara cangkul tersandar, lalu terdengar suara air keran mengalir deras di teras rumah.

Nampaknya pak Usman sudah kembali dari kebun dan masuk kedalam rumah.

Pria yang sudah separuh baya itu terlihat terkejut saat tak sengaja melihat Lisa ada di dalam kamar saat melewati kamar itu.

Tapi belum sempat pak Usman membuka mulut, istrinya menarik tangannya dan membawanya ke dapur.

"Ada apa ini Bu? Ada apa dengan Lisa?" menatap kearah istrinya yang tengah menggendong Kiki.

"Sepertinya, ada yang terjadi dalam rumah tangga Lisa. Biarkan Lisa istirahat dulu, nanti malam kita tanyakan semuanya. Sekarang bapak bantuin ibu jaga cucu kita dulu. Ibu mau menyiapkan makan malam." Bu Odah memberikan Kiki kepada pak Usman.

Lisa sendiri, masih termenung di dalam kamarnya. Dia teringat semua perlakuan kejam suami dan mertuanya yang begitu menganggapnya sampah. Ucapan Talak tomi yang masih terngiang-ngiang di telinganya.

Air mata Lisa kembali mengalir.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Talak Suami Melarat Di Pinang Konglomerat   Bab 173

    pernikahan Hana digelar dengan sangat mewah dengan acara pesta yang meriah. Disambut oleh tamu undangan yang hadir ditengah-tengah pernikahan Hana dan Rangga saat ini. Kebahagiaan menyelimuti Rangga dan juga Hana.Tamu undangan pun tak henti-henti mengatakan bahwa Hana begitu cantik dan menawan. Membuat Rangga tersenyum saat bersanding bersamanya.Hana yang bersetatus janda hanya bisa terheran dengan acara pesta yang digelar oleh sang suami, karena acara begitu sangat mewah. Berbeda saat pernikahan Hana dan Danang dahulu. Walau Danang orang mampu hanya saja pesta diadakan secara biasa saja."Apakah acara pesta ini tidak membuang uang kamu saja??" ujar Hana dengan lirih.Rangga menoleh kearah suara Hana yang saat ini resmi menjadi istri sahnya."Kenapa? Apakah kamu tidak menyukainya??""Bukan begitu! Aku hanya seorang janda. Apakah ini tidak berlebihan?" Ucap Hana yang tidak enak jika dirinya merepotkan seorang suami.Rangga tersenyum saat mendengar ucapan Hana."Bagaimana aku tak sela

  • Di Talak Suami Melarat Di Pinang Konglomerat   Bab 172

    siang ini Hana mengajak Rangga bertemu, mata Hana tak berani menatap Rangga. Namun tidak dengan Rangga, yang sejak tadi dirinya menantap Hana."Kamu mau bicara apa, Hana??" tanya Rangga dengan menantap Hana, seolah ingin cepat mengetahui, apa penyebab Hana tiba-tiba mengajaknya bertemu disiang hari ini."Rangga!""Iya Hana, ada apa??""Aku sebenarnya ingin....""Katakan saja Hana, jangan ragu.""Sebenarnya, aku mengajak kamu datang kesini ingin berbicara mengenai masalah kemarin," ujar Hana yang masih saja ingin menyusun kata yang akan disampaikan pada Rangga saat ini."Masalah yang mana??" jawab Rangga seperti lupa akan ucapannya kemarin malam."Please Rangga, jangan buat aku bingung!" balas Hana dengan wajah srius.Rangga tersenyum saat mendapatkan tatapan srius itu dari Hana."Iya, maafkan aku. Bicaralah! Dan aku akan trima apapun jawaban dari kamu!"Hana menunduk, wajahnya terlihat bingung. Lalu Rangga meraih dagu Hana dan mengarahkannya kearah wajah Rangga dan menatapkannya. Rang

  • Di Talak Suami Melarat Di Pinang Konglomerat   Bab 171

    ica yang sejak tadi tak berhenti membereskan rumah mertuanya. Bahkan banyak sekali pekerjaan yang harus ia selesaikan saat ini juga."Sialan! Aku disini seharusnya jadi nyonya, kenapa harus jadi babu. Menyebalkan!!" Ucap Ica dengan menjemur pakaian.Sementara Dewi dan Bu Vina melihat kerja Ica dari kejauhan."Ibu lihat, rencana kita berhasilkan??" ucap Dewi dengan tersenyum menatap kearah Ica dengan kepuasan, bahkan Dewi berhasil membuat ica sengsara."Iya Dewi, ibu senang dengan rencana kamu ini, berkat kamu, Ica merasakan apa yang dirasakan oleh Danang waktu itu. Walaupun ini semua tak sebanding dengan kejahatan yang ia berikan dengan Danang waktu itu, tapi ibu puas walaupun ini semua tak seberapa!""Ibu tenang saja, kita akan membuat Ica nggak betah disini dan akan angkat kaki secepatnya!!""Kamu yakin Dewi??""Iya Bu, apakah ibu tidak yakin dengan Dewi??""Iya, ibu percaya sama kamu!""Kalian lihatin apa??"tiba-tiba Danang datang menganggetkan keduanya, membuat Dewi dan Bu Vina m

  • Di Talak Suami Melarat Di Pinang Konglomerat   Bab 170

    aku yang sedang menggendong Shifa karena sepertinya Shifa sudah mulai mengantuk. Namun aku belum berani untuk berbicara kepada Rangga bahwa aku ingin segera pulang.Ku lihat Rangga ditarik tangannya oleh ibu dan ayahnya, mereka terlihat berbicara srius disana. Namun aku tak tahu pembicaraan apa yang sedang mereka bicarakan, karena aku fokus untuk menenangkan Shifa. Aku duduk disofa yang tersedia dipojokkan."Apa sebaiknya aku meminta Rangga untuk megantarkanku pulang?" Batinku.Tak lama Rangga dan orang tuanya menghampiriku, aku hanya tersenyum saat mereka menghampiriku."Hana, bagaimana malam ini kamu menginap dirumah ibu." Tawar Bu Neti."Aduh Bu, maaf sebelumnya, bukan maksud saya untuk tidak sopan. Tapi saya harus pulang, karena ibu saya pasti khawatir, apa lagi bapak saya sedang berada dirumah sakit, jadi saya tidak bisa untuk meninggalkannya, maaf ya Bu, pak. Bukan maksud saya tidak sopan.""Iya Hana, tidak apa-apa. Malahan ibu dan bapak yang tidak enak dengan kamu, maaf ya ibu

  • Di Talak Suami Melarat Di Pinang Konglomerat   Bab 169

    pria tampan dengan senyum manis berada didepan pintu rumah ku saat ini, dengan tatapan khasnya membuatku yang menantapnya langsung disalah tingkah bila memandang wajahnya. Senyumnya yang manis bahkan lesung pipi yang menggoda itu membuatku tak kuasa bila menantapnya. Rapi dan bersih kulitnya, bahkan gaya rambut yang benar-benar cocok dengannya."Kamu kenapa natapin aku begitu??" ujar Rangga dengan tersenyum manis."Ng-nggak apa-apa!!" aku yang ditanya langsung berubah salah tingkah dengan tatapan dan senyumnya."Jadi berangkat??" tanya Rangga.Aku hanya mengangguk pelan tanpa menantap matanya saat ini. Entah kenapa aku benar-benar lemah ketika ia tersenyum padaku, sebenarnya aku sudah tak muda lagi, aku sudah memiliki satu orang anak, dan bahkan aku berstatus janda. Tapi entah kenapa rasanya serial kali Rangga menantapku dengan tatapan yang tak biasa itu membuat aku salah tingkah. Rasanya benar-benar seperti aneh tak terkendali.Rangga yang sudah menunggu dipintu depan rumah, aku yang

  • Di Talak Suami Melarat Di Pinang Konglomerat   Bab 168

    "Cuci nih!!" Dewi menghempaskan pakaian kotor kewajah Ica yang sedang berbaring dikamar tidurnya.Mata Ica membulat sempurna saat melihat Dewi yang tiba-tiba datang, lalu menghempaskan segunduk pakaian kewajahnya saat ini."Ngapain masih Lo lihatin, nggak akan bersih kalau Lo pelototin begitu!!" kata Dewi melotot."Tapi Dewi, kenapa kamu menyuruh saya??""Apa katamu? Dewi!!""Sopan banget kamu sama saya! Saya ini ipar kamu, seharunya kamu panggil saya ini mbak!!" imbuh Dewi."Cih, benar-benar menguras emosi wanita ini. Kalau saja aku tidak tinggal disini, akan aku beri pelajaran untuk ini semua padanya." Batin Ica kesal."Hey.....!!! Ngapain kamu masih rebahan, kerja! Beres-beres rumah kamu, jangan taunya enak doang!""Tapi mbak, kenapa harus saya yang mengerjakan ini semua. Bukannya ada pembantu dirumah ini??""Apa kata kamu! Pembantu, enak sekali mulut kamu ngomong, emangnya siapa yang mau mengaji pembantu dirumah ini kalau ada kamu!!" tuding Dewi pada Ica."Mbak, tapi saya bukan pe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status