Share

Bab 3

Penulis: Stary Dream
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-01 16:47:38

Sinar mentari mulai masuk menembus jendela yang tertutup oleh tirai berwarna oranye itu. Mata Indah terbuka perlahan. Kepalanya berat. Pasti karena ia baru bisa tertidur ketika menjelang subuh.

Semalaman pekerjaannya hanya menangis. Terus mengasihi takdir hidupnya yang begitu buruk.

Indah beringsut bangun dari tidurnya. Namun ia langsung menundukkan kepala ketika sesuatu keluar lagi dari hidungnya.

Darah segar berwarna merah menodai seprai yang Indah pakai. Sudah berbulan-bulan ini Indah selalu mimisan, dan ketika dia memeriksakan dirinya, Indah malah menelan kenyataan pahit. Jika dirinya terdiagnosis Leukemia.

Wanita ini mengambil tissue yang ada di atas nakas samping tempat tidur dan menyumbat hidungnya. Setelah itu, dia bangkit meraih tas untuk mengambil obat yang ada di dalam sana.

Indah menoleh. Gelas yang ada di atas nakasnya kosong. Kalau begitu, Indah lebih baik turun ke dapur dan meminum obatnya disana.

Langkah kaki terdengar menuruni anak tangga, namun Indah terkejut ketika melihat ada seseorang yang sudah menunggunya sambil berkacak pinggang. Wanita itu, mertuanya.

"Sudah jam 10 pagi dan kamu baru bangun?" Davina menggeleng sinis. "Pantas saja jika anakku menceraikanmu. Percuma punya istri kalau pemalas!"

"Maaf, ma.." jawab Indah tersendat. "Mama sudah lama sampainya?"

"Iya. Untung saja rumah ini tidak dimasuki pencuri semalam. Kamu nggak mengunci pintu dengan benar!" Davina jadi mengomel. Tak perduli jika wajah menantunya begitu pucat dan mata yang terlihat bengkak.

"Maaf, ma.. aku teledor."

"Kamu memang teledor." Davina menghela nafas panjang. "Biru sudah menceritakan semuanya. Kalian akan bercerai sebentar lagi dan mama sudah memilih pengacara terbaik. Tidak sampai satu bulan kalian akan berpisah secara resmi. Lagipula Biru sudah menjatuhkan talak untukmu, kan?"

Indah mengangguk dengan tatapan sedihnya.

"Memang seharusnya kalian nggak menikah dari awal. Kalau gini kan namanya buang waktu, buang uang dan juga tenaga!" Davina lalu mengibaskan tangannya. "Sudahlah. Lupakan dulu soal itu, empat hari lagi kita akan pergi ke Lampung. Anak bungsu budhe Nur akan menikah. Kamu masih ingat, kan?"

"Iya."

"Kita pergi kesana menggunakan mobil. Nanti bersama dengan keluarga lainnya."

"Mama masih mengajakku?" Tanya Indah tak percaya. Bukannya wanita ini tampak senang jika Indah tak lagi menjadi istri dari anaknya.

"Sebelum hakim mengetuk palu, kamu harus menunjukkan wajahmu kepada keluarga kami. Ya.. setidaknya perpisahan kalian ini menjadi rekor bagi keluarga kami. Untuk pertama kalinya terjadi perceraian." Davina menghela nafas kasar.

Sedangkan, Indah bingung ingin menanggapi seperti apa. Lebih baik ia membungkam mulutnya.

"Satu lagi, kamu pintar buat pempek Palembang, kan? Keluarga kami sangat menyukai masakanmu. Tolong buatkan pempek 10 kilogram sebagai oleh-oleh."

Indah lalu tersenyum pahit. Ternyata ini maksud Davina mengundangnya. Rupanya dia akan dijadikan pelayan lagi di acara keluarga besarnya.

"Baik, ma."

"Harus enak dan jangan bau!" Ucap Davina dengan penuh penekanan.

"Iya, ma. Nanti akan aku buatkan." Jawab Indah sesabar mungkin.

Davina langsung melenggang keluar setelah mengatakan itu. Tanpa berpamitan atau sekedar mengucapkan terima kasih.

Sedangkan Indah hanya menatap sedih punggung wanita itu sampai tak terlihat lagi. Sepertinya benar keputusan Biru menceraikannya. Supaya Indah bisa terbebas dari cibiran keluarga besar Biru yang selalu menghinanya sebagai anak haram.

"Ya, Tuhan."

Indah terhuyung mundur dan memegang dinding. Tiba-tiba saja pandangannya menjadi gelap. Nafasnya menjadi sesak. Ia lalu berjalan merayap sampai ke dapur. Mengambil segelas air dan meminum obatnya.

Wanita ini lalu naik ke lantai atas kamarnya dengan hati-hati. Dia harus istirahat sejenak sebelum ada pekerjaan besar menantinya.

Di sisi lain, Biru saja mendaftarkan perceraiannya di pengadilan agama. Pria ini menuruti permintaan ibunya dengan menyewa pengacara perceraian ternama. Pengacara tersebut mengatakan dalam waktu dua minggu mereka akan resmi berpisah.

Selesai dari sana, Biru pulang ke rumah dan terkejut ketika Davina mengatakan jika dia baru saja pulang dari rumah anaknya.

"Mama mengundang Indah? Untuk apa?" Biru jadi heran sendiri.

"Nggak apa-apa. Itung-itung sekalian perpisahan dia."

"Mama nggak merencanakan sesuatu yang aneh lagi, kan?" Selidik Biru.

"Sesuatu aneh bagaimana? Kamu ini!" Davina jadi berdecak kesal. "Udahlah lebih baik kamu kemasi pakaianmu. Empat hari lagi kita berangkat."

Sementara Indah baru saja pulang dari pasar malam hari ini. Untung saja ada pasar ikan yang buka malam hari jadi dia bisa mencari bahan untuk memasak pempek. Maklum, seharian ini ia tertidur di kamarnya. Jadi dia baru punya tenaga ketika malam.

Setelah membersihkan diri, Indah menghabiskan waktunya di dapur untuk memasak. Butuh satu malam penuh untuk membuat 10 kilogram pempek seorang diri. Ia baru berhenti ketika noda merah dari hidungnya masuk ke adonan makanannya.

"Sepertinya aku kelelahan." Gumam Indah pelan. Dia terduduk terlebih dahulu dan menyandarkan kepalanya. Tissue lalu diambil untuk menyumbat hidungnya yang berdarah.

Suara deru mobil terdengar masuk ke parkiran membuat Indah terkejut. Sudah jam 11 malam, siapa yang bertamu di jam seperti ini?

Pintu rumah terbuka membuat Indah sadar jika bukan tamu yang datang. Melainkan pemilik asli rumah ini.

"Selamat malam, mas Biru." Sapa Indah pada Biru yang baru saja masuk ke dalam rumah.

Biru mendengkus. Padahal dia sudah datang selarut mungkin agar tidak diketahui oleh Indah. Dia sudah malas menatap wajah itu.

"Aku kemari cuma ingin mengambil pakaian. Empat hari lagi kami akan berangkat ke Lampung."

"Kalau begitu silahkan, mas.."

Indah memundurkan dirinya agar Biru bisa melangkah. Namun mata Biru menangkap sesuatu yang berserakan di atas meja. Yaitu kumpulan tissue yang memiliki bercak kemerahan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 7

    "Mbak.. kita tidur diluar aja." Ajak Marni pada Indah. "Disini panas."Tubuh Indah sudah bersimbah peluh. Siang tadi panas sekali, padahal dia sudah berharap Tuhan mengirimkan hujan malam ini. Tapi rupanya sengat matahari dikirim melalui perantara bulan.Indah mengangguk setuju. Dia lalu ikut Marni tidur diluar bersama pelayan yang lain. Tepatnya di teras belakang rumah."Disini lebih sejuk dibanding di dalam."Indah bisa merasakan hembusan angin menerpa dirinya. Ia pun mengambil tempat tidur di bagian ujung karpet ini."Kita pasang obat nyamuk dulu." Ujar Marni.Obat nyamuk dipasang, kini tak ada lagi yang akan mengganggu tidur mereka. Indah pun ikut merebahkan diri dan tidur di lantai yang beralaskan karpet tipis itu."Mbak Indah.. bener ya mbak udah dicerai sama mas Biru?" Tiba-tiba saja Marni menanyakan hal itu."Iya." Jawab Indah tercekat."Kasihan sekali, mbak. Kalau aku jadi mbak Indah, mana mau aku kemari." Apalagi untuk dijadikan pembantu. Astaga! Padahal Indah ini orang yan

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 6

    Biru sudah tak berminat bergabung dengan yang lain yang sedang berbincang di ruang keluarga. Padahal sudah ada calon pengantin yang akan menikah, tapi Biru lebih memilih masuk ke kamarnya. Badannya terasa gemetara setelah berhadapan dengan Indah tadi. Astaga! Kenapa dia jadi bisa merasakan sakit dari pancaran mata wanita itu? Seperti hanya ada keputus asaan dari salam sana. Lupakan soal itu. Lebih baik Biru beristirahat karena hari sudah malam. Apalagi besok akan banyak acara menjelang pernikahan yang harus dihadiri. Begitu juga dengan Indah yang kembali ke kamar gudangnya. Beberapa kali Indah membolak balik tubuh ini untuk menjemput mimpi, tapi mata ini masih enggan tertutup. "Panas sekali.." Indah beringsut bangun dari tidurnya. Ia menatap sekeliling kamar yang hanya berluaskan 2x3 meter ini. Sempit. Pengap karena tak ada ventilasi udara. Indah mengambil bantalnya dan keluar dari kamar. Nah, terasa sejuk dari luar sini. Akhirnya, Indah memutuskan untuk tidur di permadani y

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 5

    Indah ikut menoleh ketika wanita dengan senyuman manis itu mendekat dan merangkul Biru. Pria yang secara hukum negara masih sah menjadi suaminya.Rupanya, Rizka juga hadir disini. Menunggu kedatangan Biru serta menyapa Davina dengan hangat.Wajah mertuanya nampak sumringah. Terlihat sekali jika Davina memang merestui hubungan Biru dan Rizka. Tanpa menebak Indah pun tahu, jika sudah resmi bercerai nanti, mereka berdua pasti akan segera menikah."Apa kabar mbak Indah?"Indah menoleh ke belakang ketika disapa oleh seseorang. Ternyata bi Marni. Bibi yang bekerja sebagai pelayan di rumah budhe Nur."Baik, bi. Bibi apa kabar?" Sapa Indah balik dengan senyumannya."Baik juga. Mana barangnya, mbak? Biar bibi bantu bawain."Bersama Marni, Indah menurunkan koper serta oleh-oleh buatan tangannya. Mereka bersama memasuki rumah milik Nur.Sedangkan di dalam, para keluarga sudah berkumpul dan bercengkrama. Termasuk Rizka yang tak memiliki status dalam keluarga ini ikut berbaur dengan hangat."Jadi

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 4

    Biru tak bergeming menatap tissue yang berserakan di atas meja sana. Tujuannya adalah satu, mengemasi pakaiannya untuk pergi ke Lampung. Saat pria itu sampai di kamar, ia lekas membuka lemari. Tanpa menoleh pun dia tahu siapa yang berada di belakangnya."Mas butuh bantuan?" Sudah diduga, Indah lah yang setia mengikuti mantan suaminya dari belakang."Tidak perlu."Biru mengambil pakaian secara asal dan menaruhnya ke dalam koper. Namun, ia kesulitan mengunci koper tersebut karena pakaian yang ditaruhnya bertumpuk dan berantakan. Dia menyerah ketika Indah kembali menawarkan bantuan."Sudah, mas." Ucap Indah ketika dia berhasil mengunci koper milik Biru.Biru hanya berdeham. Dahinya sedikit mengernyit."Koperku jadi bau ikan." Cetusnya yang membuat Indah tersentak."Oh, maaf, mas.. aku tadi cuci tangannya nggak bersih."Indah tadi sedang mengadon pempek sebelum ada insiden mimisan. Jadi, wanita ini hanya mencuci tangannya secara cepat saja.Tanpa mau memandang Indah, Biru main berbalik

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 3

    Sinar mentari mulai masuk menembus jendela yang tertutup oleh tirai berwarna oranye itu. Mata Indah terbuka perlahan. Kepalanya berat. Pasti karena ia baru bisa tertidur ketika menjelang subuh.Semalaman pekerjaannya hanya menangis. Terus mengasihi takdir hidupnya yang begitu buruk.Indah beringsut bangun dari tidurnya. Namun ia langsung menundukkan kepala ketika sesuatu keluar lagi dari hidungnya.Darah segar berwarna merah menodai seprai yang Indah pakai. Sudah berbulan-bulan ini Indah selalu mimisan, dan ketika dia memeriksakan dirinya, Indah malah menelan kenyataan pahit. Jika dirinya terdiagnosis Leukemia.Wanita ini mengambil tissue yang ada di atas nakas samping tempat tidur dan menyumbat hidungnya. Setelah itu, dia bangkit meraih tas untuk mengambil obat yang ada di dalam sana.Indah menoleh. Gelas yang ada di atas nakasnya kosong. Kalau begitu, Indah lebih baik turun ke dapur dan meminum obatnya disana.Langkah kaki terdengar menuruni anak tangga, namun Indah terkejut ketika

  • Di Ujung Perpisahan   Bab 2

    Selesai memberikan deklarasi perpisahan, Biru pulang ke rumah ibunya. Mereka sudah resmi berpisah secara agama, itu artinya tak mungkin lagi bagi Biru dan Indah untuk tinggal bersama. Setidaknya Biru masih berbaik hati dengan mengizinkan Indah tinggal di rumahnya."Kamu benar-benar menggugat cerai istrimu?" Devana, Ibu Biru bertanya.Biru mengangguk. Di wajahnya tak ada ekspresi sedih maupun bahagia. Berbeda dengan Devana yang tersenyum senang."Syukurlah. Dari awal memang kalian tidak perlu menikah. Jangan karena dia orang kaya jadi dia ingin memilikimu seutuhnya. Ingat siapa itu Indah, nak. Hanya seorang anak yang tidak jelas. Kekayaan yang ia dapat juga bukan karena haknya."Masih ingat betul Devana wanita yang menjadi menantunya itu. Seorang anak konglomerat yang membuat Devana awalnya jatuh hati.Tak hanya itu, Indah juga seorang dokter. Walaupun tak pernah bekerja menyentuh pasien dan memilih menjalani hidup dengan tidak bekerja. Tapi secara pendidikan, Indah tak bisa diragukan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status