“Tidurlah,” ucap Javi lembut, kemudian memberi kecupan di dahi.
Melodi yang mendengar suara itu menggenggam erat tangannya dengan wajah memerah.Terkenang dirinya yang dulu mengejar-ngejar Javi, tetapi selalu diabaikan padahal sudah tinggal serumah dan berhasil meraih hati Zivanna.“Jav, kau coba kue buatanku. Seharian aku membuatnya,” ucapnya waktu itu sambil menyodorkan toples berisi cookies.Javi mengambil cookies itu dengan wajah masih saja datar.Melodi tersenyum semringah. Diterimanya cookies buatannya itu sudah kemajuan.“Kau tidak coba di sini? Aku ingin tahu apakah itu kau menyukai atau tidak. Jika tidak, aku akan memperbaikinya.”Javi menyuap sepotong dan mengangguk, kemudian masuk ke kamar dengan membawa toples cookies itu.Melodi girang luar biasa saat itu. Usahanya sekian lama akhirnya membuahkan hasil. Ia tidak tidur semalaman karena memikirkan berikutnya ia bikin apa lagi.Namun, bes"Aku berterima kasih pada orang selingkuh? Nyonya, ini hanya konsekuensi. Semuanya tidak akan berpindah padaku jika dia tidak tidur dengan wanita lain.""Dia tidak bersalah.""Tidak bersalah? Jangan katakan malam itu dia dijebak?!""Dia ….""Tante!" pekik Melodi. Semua tertuju padanya. Zivana menghampiri Melodi. "Mel, kau mau menikahi pria miskin? Sebaiknya kau mengaku," bisik Zivana. "Tante?""Javi sekarang tidak memiliki apa-apa.""Apa yang kalian bicarakan? Jangan katakan kalian hanya mengulur waktu!" Key beralih pada dua pengawalnya. "Pak, tolong bawa mereka keluar segera. Brisik. Panggil polisi jika masih ngeyel."Key meninggalkan mereka. Menuju kamarnya. Sampai di kamar bokongnya terhempas ke tepi ranjang. Seketika ia merasakan segala ototnya melemah. Di ruang tengah Zivana mendekati Javi. "Jav, coba bujuk dia supaya mau balikan lagi.""Lalu Melodi?""Itu nanti. Kau bisa menikahinya diam-diam."Melodi mengangguk cepat. "Kalau gagal?""Harus bisa. Cepat bujuk sana!" Zivana
"Kenapa aku tidak boleh ke sini? Ini rumahku?" Key masuk sambil melepaskan kacamata. "Rumahmu?" Zivana tertawa. Melodi yang duduk di sofa tersenyum ejek. "Memangnya menikah dengan Javi serta merta rumah ini jadi milikmu? Dasar perempuan kampung, tidak tahu diri.""Ma," teriak Javi. "Kau mau membela dia?" sahut Zivana tak kalah sengit. "Pak Arya, jelaskan pada ibu ini," titah Key dengan tangan melipat ke dada. Pak Arya maju dan menyerahkan sebuah fotokopi file kepada Zivana. "Silakan Anda buka!"Zivana membuka saja meski tidak mengerti maksudnya. "Di situ tertulis, jika terjadi perceraian maka seluruh aset yang dimiliki Javi Chandraswari akan jatuh kepada Nyonya Key. Semuanya.""Apa?" pekik Zivana. Melodi bergegas menghampirinya. Zivana syok melihat deretan nama-nama aset milik Javi yang tidak ia ketahui. Selama ini ia hanya tahu PH Bintang Multimedia. Ia tidak tahu Smart Corporation itu juga milik
Melodi tersenyum semringah. "Saya pasti bisa membuat Javi menoleh padaku. Tenang saja, Tante."***Key menggulir template hasil desainnya di tablet, sedang di telinga terpasang earphone. Entah berapa lama ia telah melakukannya. Ia sengaja menyibukkan diri dengan desain demi mengalihkan perhatian. Ia memperhatikan jam di pojok layar. Baru jam sepuluh malam. Malam masih panjang dan harus melakukan apa lagi supaya waktu tidak terisi dengan kesedihan. "Apakah aku harus menulis skenario?" gumamnya. Perhatiannya teralih pada ponsel yang berdering. Nama yang tertera di layar ponsel kembali mengiris hatinya. "Key, bagaimana keadaanmu?" Kalimat pertama ketika ia menjawab panggilan. Pertanyaan yang seharusnya ditanyakan dengan nada nyaring dan penuh kekhawatiran. Ia tahu Javi di sana juga sedang tidak baik-baik saja. "Key, boleh aku melihat wajahmu? Aku kangen." Key melepaskan helaan napas beratnya. Ia sedikit bahagia mendengar kalimat itu, tapi tak dapat mengenyahkan bayangan kalau Javi
"Bagaimana bisa begini? Apa yang terjadi? Bapak mengancamnya?" cecar Key dengan panik. Fazwan menggelengkan kepala. "Lalu ini? Kenapa bisa begini?" tanya Key tanpa menyembunyikan kecurigaannya. Fazwan menghela napas terlebih dahulu sambil mengingat-ingat pertama kali menantunya itu datang ke sana. "Apa ibumu tahu kau menikah dengan Key?" tanya Fazwan saat itu. Javi menggeleng. "Ibu di luar negeri. Saya tidak punya kesempatan memberi tahu Ibu.""Tidak ada waktu atau tidak mau?" tuding Fazwan. Javi terdiam. Ia menyadari, zaman sekarang jarak bukan lagi penghalang komunikasi."Bapak tahu hubunganmu dengan ibumu tidak baik. Kau merasa tidak perlu memberitahu ibumu karena itu hidupmu. Tapi Key anakku, dan kau anak ibumu. Suatu saat mereka akan bertemu, bagaimana Key bisa menerima semua perlakuan ibumu?"Javi kembali terdiam. "Tapi kita tidak tahu bagaimana reaksi Ibu nanti. Saya berharap Ibu juga menyu
"Ibu tau, Ibu bukan wanita yang melahirkanmu bahkan ada kenangan buruk di antara kita. Tapi, Ibu akan senang jika kau juga mengandalkan Ibu. Pandang saja sebagai Ibu dari adik-adikmu."Key mengangkat wajahnya. Cukup lama menatap wajah ibu tirinya itu, nyatanya ia tak bisa membuka mulut pada sembarang orang. "Bu, aku ingin istirahat dulu." "Ayo, sini Ibu antar ke kamar." Dewi berdiri dan membimbing Key hingga ke kamar. Terlihat Bibi Mirah yang sudah merapikan seprai dan menghidupkan AC. "Jika perlu sesuatu, jangan sungkan memanggil kami."Key mengangguk dan hanya ucapan terima kasih yang bisa terucap dari mulutnya. Tenaganya benar-benar nyaris habis. Sayangnya, ketika dirinya hanya tinggal sendiri, bukannya terlelap malah pikirannya berselancar. Mengulang kenangan indah bersama Javi diiringi dengan sembilu yang mengiris-ngiris hatinya. ***"Apa yang kau lakukan di sini?" Ruang yang dulu hanya ada canda tawa dan suara lembut kini menggelegar suara bariton Javi. Melodi yang duduk
Javi mengerutkan keningnya karena ia memang tidak merasa melakukan apa-apa. Ia terperanjat begitu melihat Key yang telah berada di tengah pintu dengan mata terbelalak. Di belakang sudah ada Pak Isa dan sepasang suami istri yang merawat villa. Javi menyibak selimutnya dan menghampiri Key. "Key, aku tidak melakukan apapun. Bahkan aku tidak tahu kenapa ada di sini," seru Javi sambil menggenggam sebelah tangan Key. Key masih membisu. Dari wajahnya terlihat ia mendengarkan apa yang diucapkan Javi, tetapi bagaimana dengan penglihatannya? Bahkan sekarang Javi bertelanjang dada. Ia menoleh pada Melodi yang menutup dada dengan selimut. “Key, dengarkan aku!” pinta Javi panik. "Darah? Tante?" jerit Melodi. Zivana bergegas menghampiri Melodi dan menyingkap selimut. Terlihat bercak merah di sprei. Mata Key melotot, bahkan napasnya tertahan. "Javi, lihat ini. Kau masih berkilah?" "Aku ….""Kau mau berdalih apa lagi? Kau telah merenggut keperawanan anak gadis orang. Kau harus bertanggung j