Tentu saja. Bukankah aku sudah mendengar kalau Neal sudah muak denganku?
Aku mencoba cekout satu album di salah satu engene untuk memberi dukungan, lebih tepatnya untuk menjalin hubungan. Sayangnya, pada melakukan pembayaran aku teringat ibu yang tinggal di kampung dan diriku yang saat ini belum dapat penghasilan. Aku urung klik bayar, bahkan menghapus keranjangnya.
Mendadak aku sangat merindukan ibu. Sayangnya kondisinya tak layak dilihat orang lain, apalagi ibu.
Postingan kedua, ternyata tak seberuntung pertama, malah view-nya hanya beberapa ratus.
“Jomplang sekali,” gerutuku. Aku menghela napas berat, bersyukur tidak jadi beli album dan aku belum tau kapan akun ini menghasilkan uang.
Meski bisa dibilang menguasai ilmu algoritma, nyatanya ada yang di luar kendali kita yaitu takdir.
***
Kling.
Aku bergegas meraih ponsel yang sejak tadi di atas meja. Seketika napas kecewa terhembus saat melihat pesan itu dari Dilan.
“Key, sampai kapan kamu begini? Kamu harus move on?” Lagi-lagi menyemangati diri sambil membuka pesan Dillan.
[Bagaimana kabarmu? Berapa hari tak melihatmu. Kamu baik-baik saja kan?]
Jujur, betapa aku ingin mendapat pertanyaan itu dari Neal. Nyatanya itu seperti mustahil.
[Aku baik-baik saja. Terima kasih. Lagi banyak pekerjaan]
Balasku dengan sedikit berbohong. Tidak, aku tidak sepenuhnya berbohong.
Aku mengisi waktu dengan mendesain portofolio media sosial. Kegiatan yang kusukai, tetapi telah lama ditinggalkan gara-gara ingin fokus mendukung Neal.
[Banyak endorse ya. Baiklah, selamat bekerja.]
Aku hanya membalas dengan stiker.
Aku beralih membuka aplikasi hitam. Begitu sempurna tampilan langsung disuguhi vt fyp cuplikan webseries Neal dengan Melodi dengan adegan kissing.
Napas berat kembali keluar dari hidungku. Neal artis sedang naik daun, mau tak mau aku harus melihatnya meski nanti berpindah aplikasi lagi. Bahkan mungkin popularitas Neal telah berada di semua aplikasi media sosial.
Aku memberanikan diri membuka komentar yang kebanyakan berisi pujian dan restu dari warganet.
“Key, andai pun Neal berjodoh denganmu, mungkin kau akan dapatkan kutukan dari warganet.” Aku bergegas ke akun, view vt terakhir masih sedikit.
Bagaimana aku bisa dapat penghasilan kalau view sedikit begini? Sepertinya aku harus mencari pekerjaan lagi.
Aku keluar dari aplikasi hitam dan masuk ke situs loker lewat browser. Aku menscroll situs, tetapi tidak ada satupun yang sreg di hati.
Aku membuka hasil desain lama yang tersimpan di drive. Karena dilihat cukup banyak, aku coba membuat akun khusus memajang karyaku. Aku juga mempromosikan jasa kelola akun lewat ads dengan bonus bebas memilih desain gratis dan konsultasi. Hanya beberapa jam, aku mendapatkan tiga closing. Langsung saja aku menghentikan aktivitas iklan.
“Tiga dulu, Key. Jangan serakah!” nasihatku dalam hati.
***
Setelah lelah seharian aku membuka aplikasi hitam lagi. Muncul fyp seorang nenek yang mencarikan jodoh untuk cucunya.
Nenek tersebut diam-diam merekam cucunya yang sedang beraktivitas dengan menggunakan kursi roda.
Aku terduduk. Mempause jalannya video. “Javi? Apa yang terjadi dengannya?”
Aku kembali menjalankan video.
Nenek Sarah nama akun itu. Nenek Sarah cerita, cucunya lumpuh setelah kecelakaan. Nenek Sarah akan menjanjikan mahar 500 juta dan menggaji perbulan 25 juta. Masa kontrak selama setahun. Setelah itu mau diteruskan atau tidak terserah. Namun, jika pernikahan dilanjutkan tentu saja sang wanita akan menjadi bagian dari keluarga nenek.
Aku menelan ludah begitu mendengar nominal yang disebutkan Nenek Sarah.
____
POV 3.
***
Key menelan ludahnya begitu mendengar nominal yang disebutkan Nenek Sarah.
Ia membaca kolom komentar.
[Aku sudah mencoba, tapi gagal. Padahal aku lulusan luar negeri. Entah apa yang diinginkan nenek itu. Songong sekali, padahal cucunya lumpuh begitu]
[Tampan sekali. Sayang lumpuh]
[Iya, tampan sekali. Tapi apa guna, kalau nggak bisa diajak ke tempat umum]
[Jangan-jangan itunya juga lumpuh. Haha]
Key merasa bergidik dengan komentar kejam itu. Tiba-tiba bersyukur, berpisah dengan Neal. Setidaknya ia terbebas dari hujatan netizen maha benar.
[25 juta perbulan selama setahun, hanya mengurus dia? Aku juga mau. Zaman sekarang susah cari pekerjaan]
[Aku sudah coba, hasilnya gagal. Entah salahnya di mana, padahal aku sudah memberikan jawaban yang baik-baik]
Key terus menscroll kolom komentar yang kebanyakan berisi kegagalan.
“Nenek sama cucu sama saja. Pemilih. Sebenarnya kriteria seperti apa yang diinginkan Nenek Sarah? 25 juta perbulan?” lirihnya. Tiba-tiba saja ia terseret penasaran.
Key iseng mengirim cv miliknya pada akun Nenek Sarah.
“Neal, aku makin muak dengan sikapmu,” sahut Dilan, kemudian berdiri dan membawa tasnya. “Aku pergi.” “Eh!” ***Key menoleh ke arah pintu yang terdengar terbuka. Andika masuk, kemudian disusul Indra. Javi yang sejak tadi menyandarkan kepalanya ke bahu Key meluruskan badan seketika. “Kalau mau pulang, aku akan minta Pak Isa mengantarmu.”“Tunggu, aku punya paket baru. Kurasa Key menyukainya,” seru Andika.Key menolak dengan isyarat tetapi Andika membalas dengan wajah memohon. “Tapi bagaimana dengan cincin Key?” Pertanyaan dari mulut Javi tiba-tiba membuat ruangan menjadi dingin menusuk, bahkan Key sedikit menggigil. Menyadari itu, Javi diam-diam menghela napas dan berjuang meredam emosinya. Ia meraih bahu Key. “Aku membuatmu takut? Maaf.” Key mengangguk. “Mungkin karena aku baru mengenalmu.”Kembali hati Javi tergigit. Hari ini ia mendengar dua kali dari Key, menyadarkannya bahwa dirinya hanya seperti menggenggam selembar tisu. Benda yang mudah terbang hanya ditiup angin atau han
“Bisakah Indra saja menjelaskan? Setelah itu kau bisa marah padaku.”“Kau takut padaku?”“Indra saja takut, bagaimana aku tidak?” batin Key. Key memilih menggeleng, tetapi beberapa detik kemudian mengangguk karena tatap selidik Javi. “Apa aku terlihat jahat?”Key menggeleng cepat. Ia membuka plastik sumpit dan menyerahkan pada Javi. “Tidak. Mungkin karena aku tidak terlalu mengenalmu, jadi tidak bisa menebak bagaimana reaksimu nanti.”Javi kembali terdiam. Seiris sembilu menyayat hati Javi. Sekian tahun ia menyimpan perasaan dan diam-diam mengawasi, tetapi Key menganggapnya sebagai orang asing. “Apa aku menyinggung perasaanmu?” tanya Key dengan wajah cemas. Javi menggeleng. Ia mengambil sumpit di tangan Key dan mulai mengamati makanan di setiap wadah. “Tapi kenapa wajahmu berubah?”Nada yang diucapkan Key membuat Javi cepat mengangkat. Terlihat cemas menyelimuti di wajah itu. Ia meletakkan sumpit, memegang pipi Key dan memajukan wajahnya. Key mengernyit, matanya terpejam dengan w
“Kau lupa dia tidak mengenakan benda yang sudah diinjak orang? Apalagi ini punya Key. Siapapun itu, harus mengganti full. Ah tiga kali lipat. Di sini sudah sold out. Aku harus mencari di outlet lain, mungkin saja harus outlet luar negeri. Karena itu edisi terbatas.”Indra beralih pada Melodi. “Anda dengar ‘kan?”Indra kembali mengangkat teleponnya. “Lalu bagaimana kau menghadapinya? Setelah ini mungkin aku juga akan dipecat.”Bisik-bisik kembali terdengar. Neal ikut bertanya-tanya siapa sebenarnya Key. Ia baru ingat kalau ayah Key orang kaya. “Apa Key sudah baikan dengan ayahnya?” gumam Neal. Melodi yang mendengar gumaman Neal segera berbisik. “Siapa ayahnya?”Neal tak menjawab. Perhatian mereka teralih pada percakapan Indra. “Jangan kuatir, Ndra. Toko baru saja mendapatkan edisi terbaru. Asalkan Key menyukainya, kau akan selamat.”“Baiklah, bawa paket itu ke sini. Kita harus menenangkannya.” Indra menyudahi panggilannya. Ia beralih pada Melodi. “Anda sudah mendengarnya.” Ia mempe
[Hati-hati di jalan.]Key yang tadinya bersandar pada kursi kini terduduk ketika melihat alamat yang diberikan Javi. Lokasi itu bahkan nama gedungnya sama yang sering ia masuki untuk mengantar makanan Neal.“Memangnya si Ayam Panggang bekerja sebagai apa?”“Apa, Non.”Key terkesiap karena melupakan Bibi Nurul yang tak jauh darinya. “Tidak apa, Bi. Aku turun dulu, Bi. Assalamu ‘alaikum.”“Wa ‘alaikum salam,” sahut Bibi Nurul sambil tersenyum. Ucapan salam hanya kegiatan sederhana, tapi tidak semua orang konsisten atau peduli melakukannya. Tindakan sederhana, tetapi membuat Bibi Nurul yakin, Key perempuan baik dan layak mendampingi majikan yang sejak kecil ia besarkan. ***“Jev, aku sudah di bawah. Kantormu di mana?” tanya Key di dalam telpon. “Tunggu saja di sana. Aku minta Indra menjemputmu.”“Baiklah. Aku tunggu.” Key menutup panggilan. Sesaat ia mengedarkan pandangan. Luasnya lobi dan orang-orang berlalu. Baru kali ini ia memperhatikan suasana lobi. Biasanya ia langsung saja melun
Key dapat merasakan napasnya yang tertahan. Terperangkap? Bukankah itu yang menakutkan. Bukankah ia seperti lepas dari kucing, masuk ke sarang singa. “Tidak akan,” sahut Key dengan memasang wajah meyakinkan. Ia harus pintar manipulatif, jika tidak arena yang tadinya tempat main-main akan berubah menjadi perang. Ironisnya ia terperangkap di dalamnya. Javi memajukan wajahnya. Key memejamkan mata dengan sedikit memiringkan wajahnya. Melihat itu Javi mengalihkan sasarannya. Key meringis. Spontan ia mendorong Javi. “Jev, kenapa menggigitku?” protes Key sambil mengusap lehernya yang terasa sakit. “Untuk menyenangkan kedua pengasuhku. Nenek pun kalau melihat ini pasti senang.”“Hah?” tanya Key dengan wajah kebingungan sambil mengelvs lehernya yang masih terasa sakit. “Bangunlah. Kita salat berjamaah.” Key mengangguk saja, meski belum mengerti apa yang dikatakan Javi barusan.***Di ruang makan sudah ada Indra yang berdiri tak jauh dari Javi dan sepasang suami istri yang menyiapkan sar
“Key meninggalkanku? Tidak mungkin. Cinta Key padaku dari kecil, jadi mana mungkin bisa berpindah ke orang baru.”***Key memejamkan matanya, berharap ia tertidur lebih duluan. Nyatanya, telinganya makin menajam, memindai bunyi shower di kamar mandi bahkan ia dapat merasakan gerakan-gerakan Javi. Shower dimatikan dan tak lama pintu terbuka. Seketika dadanya berdebar keras dan semakin bergemuruh ketika indra penciumannya menangkap aroma vanila lembut semakin dekat. Terlalu dekat malah. Ternyata dirinya masih belum bisa menjadi wanita dingin materialis yang sebenarnya. Menjalin hubungan nominal tanpa rasa. Kecupan lembut di dahi yang membuat matanya seketika membuka. “Belum tidur?”Key hanya mampu menggeleng sedikit, bahkan tak berani mengerjap. Ia dapat merasakan detak jantungnya yang bertalu-talu. Ia berpikir, jika Javi menjauhkan wajahnya beberapa detik lagi, jantungnya akan berhenti berdetak. Javi terus saja memindai wajah cantik yang telah halal untuknya. Ia menatap setiap inci