Bab 38.
"Sebagai wanita, apa yang kamu rasakan ketika sudah jatuh cinta begitu dalam" Abdrian menggiringku ke kenyataan, setelah beberapa detik terjatuh ke masalalu.
"Tidak ada dunia selain dirinya. Aku pernah merasakan itu" ucapku tulus dari hati.
"Pernah? Kamu selalu merasakan itu bukan. Kalian dapat bersama saling mencintai"
"Tidak." Jawabanku membuat Andrian menoleh.
"Ya, tidak. Aku tidak pernah tahu hati suamiku, hatiku sendiri selalu merasa ragu"
"Eh, aku jadi curhat. Sudahlah jangan bahas tentang diriku" lanjutku.
"Benar, tadinya aku ingin bertanya, tapi sekarang aku ingin curhat" jawabnya.
"Tidak apa-apa, Aku akan mendengarkan. Pasti rasanya sakit setelah menyakiti saudaramu sendiri, padahal aku tidak menyuruhmu untuk melakukan apapun"
"Aku menghajarnya atas inisiatif diriku sendiri, tidak ada hubungannya denganmu. Namun, setelah melakukan ini hatiku tetap tidak lega"
"Mungkin aku akan se
Bab 39."Duh, aku merepotkan ya." ujar Tia."Apaan sih, Tia. Biasa aja kali. Hehe" jawabku tersenyum."Tidak kok" jawab Andrian, kemudian dia pergi meninggalkan apartemen.Sebelum melangkah jauh aku memeluknya sembari membisikkan kalimat di telinganya "Ingat! Kamu tahu kita harus berpura-pura. Jangan buat dia curiga kita bukan pasangan""Kalian so sweet banget sih," sorak Tia.Andrian melempar senyum kemudian berlalu."Kamu romantis banget sih, paling tinggal belanja bentar, nempel mulu" cletuk Tia."Biar harmonis" jawabku."Bikin iri, tahu gak""Oh, iya" ucapku heran"Kamu tahu sendiri aku sibuk, Mas Indra juga sibuk. Apa lagi akhir ini saking sibuknya aku sampai gak tahu dia lagi apa? Dia sedang ngerjain apa? Udah makan belum?" adunya mulai curhat.Aku berfikir sejenak, jadi selama ini Mas Indra tidak bersama Tia. Pekerjaannya begitu banyak kah, dia juga tidak menghunb
Bab 40."Eh, bentar. Suamiku nelpon" Tia menjauh dari kami.Aku tak mendengar percakapan telpon Tia, saat mendekat telfon sudah di tutup. Hatiku terasa jengkel, Mas Indra tidak datang ke sini juga tidak memberi kabar."Aku pulang dulu, ya. Entar tempatnya aku share" pamitnya."Bye" Tia melambaikan tangan."Hati-hati" aku membalas lambaian tangannya.------"Kamu kenapa malah dukung gitu, sih?" rajukku pada Andrian."Lah, kenapa? Katanya jangan buat kesalahan. Aku kan, pasanganmu" tukas Andrian dengan santai."Harusnya kamu bisa nolak gitu, cari alasan kek, atau pura-pura sibuk!" kesalku."Aku cuma mengikuti alurnya aja" tanpa merasa bersalah jawaban Andrian."Hih, kamu gak ngerti-ngerti! Kamu gak tahu masalahnya" aku semakin naik pitam."Emang apa masalahnya? Toh, kita cuma berpura-pura""Masalahnya... Mas--alahnya..." aku membuang nafas sebal. "Dah, lah. Ka
Bab 41Kluntang, buk, bak, gedabak, gedebuk...Suara mengagetkan rundingan kami, kami bertiga menoleh ke arah suara."Suara apa itu?" tanya Mas Indra."Ardi!" Andrian mengucapkan nama kembarannya."Saudaramu! Ayo, kita ke sana" tukasku.Kami bertiga berlari menuju tempat dimana Ardi di sekap.Klek... Pintu tidak langsung terbuka begitu saja, banyak tindihan di belakang sana, sangat sulit terbuka."Kenapa susah sekali" Andrian mendorong pintu susah payah."Mas, bantuin dong" pintaku. Mas Indra langsung menuruti. Dua lelaki itu saling berusaha, mengeluarkan segenap tenaga mereka.Brak...Bruk. barang-barang yang menghimpit pintu mulai terjatuh satu persatu sampai di akhirnya pintu dengan mudah di buka.Kaki Ardi bergelatung kebingungan, sedangkan mata dan lidahnya mencolot, tangannya menahan sebuah tali. Ini adalah pemandangan aksi bunuh diri.Andria
Bab 42.Samar-samar terdengar suara Mas Indra, aku tidak dapat mendengar dengan jelas. Tetapi, aku yakin itu suaranya.Aku membuka mataku "Mas" kata yang pertama kuucapkan."Sayang, kamu harus istirahat dulu. Maafkan aku" ucapnya"Tidak papa, mungkin aku juga salah tidak membiarkanmu menjelaskan" tukasku."Jam berapa ini" aku menyibakkan tirai yang menutupi ruangan."Ya ampun, ini sudah siang. Kita ada perlu yang harus diselesaikan. Urusanmu dengan Andrian" aku mendengkus."Sayang, jangan terlalu memaksakan diri. Minum obatnya dulu" Mas Indra menyodorkan segelas air putih serta beberapa butir obat."Obat? Obat apa? Aku tidak sakit" tolakku."Kamu tadi pingsan, dokter baru saja pergi memeriksamu" jelas Mas Indra."Maafkan aku ini salahku" lanjutnya."Lalu, apa kata dokter" tanyaku."Kamu masih mengalami trauma, mungkin apa yang dilakukan mant
Bab 43."Kamu diapakan? Kenapa menangis seperti ini?" Andrian mengguncang bahu sang adik."Kamu jangan mengarang cerita yang tidak-tidak ya, aku tak melakukan kekerasan seksual" ancam Mas indra terang-terangan."Mas!" Aku melirik gemas."Cerita, Dik. Jangan bikin aku hawatir" ucap Andrian pada adiknya."Atau aku saja yang cerita?" tawar Mas Indra."Kami ingin mendengar dari mulut adiknya, Mas. Kamu bisa saja berkilah!" ucapku."Mega, please! Percaya aku. Aku memang menyiksanya tapi itu di alam bawah sadarku!" elak Mas Indra."Sudahlah, Mas. Sebaiknya kamu minta maaf. Agar adik Andrian tidak takut untuk menceritakan" nasehatku.Huh! Mas Indra mendengkus kesal. "Hei! Gadis kecil, Om, minta maaf atas perlakuan Om tempo hari. Om, melakukannya tanpa sadar. Lagian kamu yang cari masalah!" Mas Indra meminta maaf dengan kasar sambil menyalahkan. Entah apa yang terjadi sebenarnya?
Bab 44.Perlengkapan dengan segala tetek bengeknya sudah disiapkan."Kita satu mobil atau gimana?" tanya Andrian sambil menenteng tas besar."Gak lah, kita ketemu di pos""Memangnya alamatnya mana sih?""Nih," aku menyodorkan handphone dengan mode gps."Jadi nanti kita ngikutin alamat ini. Udah berangkat belum mereka?" tanya Andrian."Sudah. Kita agak belakangan aja. Santai" Aku membuka bagasi mobil, sedangkan Andrian membawa koper.Aku dan Andrian, memasuki mobil aku menyuruh Andrian menyetir seseuai arah gps, sambil memberikan beberapa peraturan."Kamu nanti harus bisa acting. Tidak boleh ada mukamu yang mencurigakan. Kita harus terlihat seolah kita itu pasangan" ucapku disela-sela kesibukan Andrian."Soal acting gampang! Cuma kamu udah bilang belum sama suami aslimu?" balas Andrian."Dia tahu" ucapku acuh."Oh, iya. Yang
Bab 45"Kamu gak papa, Sayang," ucapku sambil mengelus bahu Andrian, lebih tepatnya aku meremasnya sebagai tanda jangan kaget."Ng ... Gak papa, kok" ucapnya sambil tersenyum ramah.Mereka saling berjabat tangan seolah tidak saling kenal."Ya, udah aku kembali ke kamar" Mas Indra berpamitan, sambil berjalan menjauh."Ya, kita juga belum selesai beberes" ucap Andrian berjalan masuk ke kamar sok sibuk. "Eh, besok kalian harus bangun pagi, ya. Kita kliling puncak" ucap Tia, berlalu pergi menyusul suaminya. Aku menutup pintu, dadaku yang tadinya berdegup kencang ada kelegaan, aku mendeprok depan pintu. "Gila kamu!" maki Andrian menghampiriku."Apaan sih?" Aku risih, suara Andrian mengejutkanku."Jadi ini alasan kamu, nyuruh aku buat jadi suami kamu" lantang Andrian sambil menggelengkan kepala. Aku tak mampu mengelak pasrah atas ucapan A
○Bab 46"Ya, kamu meninggalkan putriku saat dia mengandung anakmu. Dasar lelaki biadab!" maki Pak Burhan. "Siapa sebenarnya putri, Bapak?" "Laras dia putri saya" air mata lelaki iti luruh begitu saja. "Laras. Jadi dia... Sekarang dimana dia, Pak. Saya ingin bertemu kenapa tidak dia katakan kalau sedang hamil" ucap Mas Indra. "Dia bunuh diri setelah melahirkan anakmu" lelaki tua itu tak membendung lagi tangisnya bercampur emosi."Apa... " Raut wajah Mas Indra penuh penyesalan. Entah ada apa dibalik cerita ini. Sedangkan aku masih mencari tahu siapa selama ini yang ingin membunuhku. Belum sempat terbesit. Seorang wanita berpaikan dokter datang menghampiri lelaki tua itu. Dia adalah sahabatku, sekaligus istri sah Mas Indra. "Tia... Kamu" ucapku tak mengerti. "Iya aku, Meg. Aku tahu semuanya apa yang telah kamu sembunyikan dariku. Sungguh kamu sahabat paling jahat, tega merebut Mas Indra" ucapan tia menyambar hatiku, tia yabg manis dan lembut kini datar mukanya tak bermimik.