Share

Aku Benci Pengkhianatan

Ayu semakin tergugu bahunya sampai naik turun.

“Bisa-bisanya dia menghinaku di depan perempuan itu. Aku yang melahirkan anak-anaknya, Di.”

“Dia berubah Di, dia berubah semenjak jabatannya naik. Aku sudah tak mengenalnya lagi. Apakah menjadi tua adalah suatu kesalahan?"

“Enggak Mbak, kita enggak bisa mengelak. Masa itu pasti akan datang pada setiap makhluk yang bernyawa,” ucap Dian mencoba menenangkannya.

“Kamu tahu Di, dari dulu Aku berusaha menjadi anak yang baik tapi orang tuaku cuma sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mereka hanya peduli keluarga baru mereka, Aku dibuang. Aku dari kecil tinggal sama Nenek, tapi Tuhan lagi-lagi menghancurkan duniaku. Dia begitu cepat mengambil Nenek dariku."

“Di saat aku hancur, dia datang. Memberikan rasa aman hingga aku mau merima lamarannya. Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik tak banyak menuntutinya, tapi tetap saja akhirnya dibuang juga. Aku ini hanya manusia golongan sampah yang hanya pantas untuk dibuang."

"Aku hanya manusia biasa. Aku benci pengkhianatan. Aku benci Di, hiks hiks hiks."

Akhirnya Ayu mengungkapkan apa yang dia rasa selama ini.

“Enggak ada manusia golongan sampah Mbak, sejauh aku mengenalmu, Mbak adalah sosok istri yang sempurna, mereka hanya tidak bisa melihat berlian yang bersinar karena mata hati mereka tertutup kotoran yang tebal.”

Dian terus mengusap punggung Ayu dengan lembut.

Hingga tangisan Ayu perlahan mulai mereda.

“Makasih, ya. Maaf, kamu jadi harus tahu masalah rumah tanggaku.”

Setelah cukup lama akhirnya tangisan Ayu berhenti. Dia terlihat lebih tenang. Hanya sedikit terisak, mungkin karena terlalu lama menangis.

“Gak apa-apa Mbak, aku adikmu bukan?”

Dian mengambilkan Ayu segelas air hangat, agar Ayu lebih tenang. Setelah itu mereka kembali ke ruang tamu, untuk mengawasi Ilham dan Aksan bermain.

Air mata yang sedari tertahan agar tak sampai jatuh berderai, akhirnya menganak sungai juga. Padahal, kini aku tengah dalam perjalanan dinas hendak bertemu klien.

Aku masih belum mematikan ponselku, masih setia mengawasi mereka di balik layar. Akhir-akhir ini kuperhatikan Ilham memang terlihat berbeda dari biasanya. Sekarang giliran Ayu yang mulai mendekati Ilham.

“Ham, yuk main kartu sama Mamah!”

Ilham terdiam sejenak, dia sedikit tak percaya kalau Mamahnya mengajaknya bermain.

“San yuk main kartu aja, nih balaan ya, San! Aku sama Mamah kamu sama Tante Dian, nih kamu yang bagi!”

Ilham terlihat lebih bersemangat.

“Sini sini, ayo mah buruan ke sini!”

Aksan pun memanggil Dian untuk bermain dengannya.

Setelah hampir sepuluh menit bermain. Dian dan Ayu sepertinya, memutuskan untuk berhenti, anak-anaknya berisik sekali, teriak-teriak seperti sedang mempertaruhkan hal yang sangat penting, mereka pun kembali ke ruang televisi/

“Mbak kenapa kok sekarang agak pucat, sakit ya?” tanya Diana

“Masa sih?”

“Eh tunggu dulu deh, Mbak kok perutnya?”

“Aku lagi ngisi Di, udah 3 bulan,” ucap Ayu kemudian, yang membuatku tak percaya.

Kenapa dia tak bilang jadi selama ini aku berselingkuh saat Ayu tengah mengandung anakku.

Maafkan Abang Yu, Abang membiarkanmu bekerja membuat camilan sendirian, bahkan sampai melarangmu menjualnya langsung ke tetangga hanya karena gengsi.

Kamu tidak menyerah malah nekat menjualnya lewat online di aplikasi shopee, agar harga diri suami Managermu yang setinggi langit tidak hancur. Tidak cukup sampai situ kamu harus memasak makanan untuk teman-teman kantorku. Mengantarnya sendiri dengan tanganmu.

Betapa aku suami yang tidak tahu diri. Aku memerahi habis-habisan waktu itu. Entah hatimu terbuat dari apa Dek. Kamu masih mau melayaniku dengan baik.

Mendengar kabar Ayu tengah mengandung, aku ingin segera pulang. Sayangnya, tiba-tiba saja Mona, sekretarisku memberi tahu, kalau aku harus bertemu investor untuk proyek yang di Bandung. Terpaksa aku pun membatalkan rencana pulangku.

~~

“Mbak, kok kelihatannya enggak seneng? Aku sama mas Abdul aja pengen nambah lagi, tapi belum di kasih-kasih.”

Ayu hanya diam saja.

“Aku minta maaf ya, Mbak. Mungkin perkataanku barusan menyinggung mbak.”

“Mbak cuma takut Bang Andi ga menginginkan anak ini. Lagian usia Mbak gak muda lagi Di, malu juga sama tetangga.”

“Loh, kenapa harus malu Mbak? Mbak ingat enggak, waktu pengen Ilham. Saat itu sampai berobat ke sana sini. Kenapa sekarang Mbak malah ngomong begitu?” tanya Dian.

Jarak Reno dan Ilham sekitar 12 tahun, karena waktu itu Ayu sempat mengalami kecelakaan dan perutnya terhantam benda keras hingga rahimnya ikut terluka. Butuh waktu yang sangat lama dan usaha yang tidak mudah hingga Ayu bisa hamil Ilham.

“Iya ya Di, harusnya aku bersyukur. Anak ini datang tanpa aku harus berusaha sekeras Ilham.”

Setelah cukup lama mengobrol dengan Ayu . Akhirnya Dian memutuskan untuk pulang, karena sudah waktunya Aksan makan siang.

~~

Jam menunjukkan pukul 11 malam, Investor mengajakku turun ke lapangan untuk melihat langsung proyek pembangunan Resort di Bandung. Ditambah lagi aku harus menemani dia keliling kota Bandung, karena dia orang Asing banyak hal yang menarik perhatiannya.

Sebenarnya perusahaan sudah memfasilitasiku hotel untuk menginap tapi aku memutuskan untuk pulang ke rumah. Jadi, aku harus pulang pergi Bandung-Karawang dalam sehari. Aku tak sabar bertemu Ayu dan menyapa calon anakku di perutnya.

Sesampainya di rumah, aku mendapati Ayu sedang tertidur di ruang salat.

Baru kali ini melihat wanita itu tertidur saat berzikir. Sepertinya Dian berhasil mengurangi beban di hati Ayu, sehingga dia bisa tertidur dengan mudah padahal dia biasa tidur jam dua pagi. Bahkan, saat aku meminta hakku padanya, dia rela mandi malam-malam dan menungguku terlelap.

Kemudian, kembali ke ruang salat untuk berzikir. Aku bisa tahu, karena aku sering terbangun sebelum jam 2 malam dan Ayu tak ada di sampingku. Setelah mencari, ternyata dia sedang duduk di ruang salat.

Melihatnya tertidur, lekas aku menggendong Ayu ke kamar. Baru setengah perjalanan dia terbangun.

“Hmm Bang, turunin aku, aku ambilin minum ya?” tawarnya

“Ga usah Sayang, Abang udah minum.”

“Kok Adek tambah berat sih, Adek makan banyak, ya?”

Aku memancingnya agar dia mau memberi tahuku tentang kehamilannya.

“Ga kok,” ucapnya.

Masih tak mau mengaku.

Setelah sampai kamar, aku menurunkannya dengan hati-hati, kemudian melepaskan mukena yang melekat di tubuh itu. Ia hanya diam saja.

Sekarang, aku sudah seperti seorang ayah yang membantu anak perempuannya melepas mukena.

Rambut panjang Ayu yang hitam dan lurus dibiarkan tergerai. Jarang sekali aku melihatnya dibiarkan terurai seperti itu. Harum sampo menyeruak dari rambut indahnya. Aku melanjutkan melepaskan bawahan mukenanya.

Ternyata Ayu memakai dress berbahan kaos yang panjangnya di atas lutut. Dress itu aku belikan saat aku pergi bersama Reno dan Ilham ke Mall. Reno yang memilihkan Dress itu.

Dia bilang mamahnya pernah memperhatikan baju seperti itu di ponselnya untuk waktu yang lama. Reno bisa tahu karena dia sedang berada di samping Mamahnya saat duduk di ruang televisi.

Melihat Ayu seperti itu, tentu saja menaikkan hasratku sebagai laki-laki normal. Akhirnya aku pun menggendong Ayu kembali. Lantas, membaringkannya di tempat peraduan kami.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Sakit hati banget pasti sedang hamil tapi mengetahui suaminya selingkuh
goodnovel comment avatar
siti mutmainah
semoga bahagia
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status