Share

Kejutan

“Dek, boleh Abang tanya sesuatu?”

Setelah selesai menunaikan kewajibanku, ternyata aku tak bisa tidur. Begitu pun Ayu. Jujur saja aku masih penasaran kenapa Ayu tak mau memberitahu kehamilannya.

“Hemm,” sahutnya.

Cuek seperti biasa.

“Perut Adek kok maaf ya, kayaknya agak buncit.”

Ayu terdiam sejenak, kemudian membalikkan badannya.

“Abang mau tahu?” tanyanya

“Aku hamil Bang udah 3 bulan.”

Akhirnya mengaku juga kau Dek.

“Kenapa Adek baru bilang?” tanyaku.

“Abang kan punya Tiara. Aku takut kehamilanku kali ini, enggak Abang harapkan.”

“Dek, kita pernah mati-matian berjuang agar bisa hamil Ilham. Puncaknya Adek masih inget, Adek sampai mendatangi setiap orang yang mau haji atau umroh untuk minta di doain sama mereka. Supaya, Adek bisa punya anak, padahal Adek ga kenal mereka.”

Kutangkupkan ke dua telapak tanganku di wajah Ayu yang tertunduk, agar dia bisa melihat wajahku.

“Maaf, Bang,” lirihnya.

“Ga usah minta maaf. Abang yang salah. Oh ya, urusan Tiara, sudah Abang selesaikan. Dia milih resign Dek. Dia juga sempat titip maaf buat Adek, karena pernah berniat merusak rumah tangga kita. Belakangan Abang tahu, ternyata Tiara anak yatim piatu. Mungkin dia nyaman sama Abang karena dia enggak pernah kenal sosok Ayah.”

“Mana ada anak yang beli lingerie untuk ayahnya?”

“Mana Abang tahu dek, mungkin dia hanya mau bikin Adek salah paham, karena dia takut kehilangan.”

Tiba-tiba Ayu membalikkan badan.

Yah, salah ngomong lagi.

“Sudah ya, enggak usah dipikirin! Adek tidur ya sekarang kasihan adiknya Randi udah ngantuk tuh!”

Kupeluk Ayu dari belakang. Hingga, tak lama kemudian Ayu pun terlelap.

Tiba-tiba aku jadi teringat saat di Bandung, Ayu memaksaku mengantre cimol, padahal antreannya cukup panjang. Ditambah lagi aku harus berdesakan dengan anak seumuran Ilham. Sayangnya, saat giliranku tiba cimolnya sudah habis, apes benar.

Saat itu Ayu tampak sangat kecewa hanya karena cimol, apakah Ayu sedang ngidam cimol.

Aku mengetikan kata “Cara Membuat Cimol” di Youtube.

“Gampang banget bahannya cuma tapioka sama bawang putih dan penyedap. Kenapa aku gak bikin sendiri aja?” ucapku dalam hati.

“Dek kamu tunggu besok, ya. Aku bakal jadi tukang cimol demi kamu dan anak kita dek.”

Kukecup kening istriku yang kini terlelap. Dia sedikit mengerang ah lucu sekali dia. Aku pun menciumnya sekali lagi dan lagi-lagi Ayu hanya mengerang.

“Gemas banget sih, Dek,” ucapku pelan.

Aku berniat mengecup keningnya ketiga kali.

“Tidur Bang, udah malam!”

Tiba-tiba Ayu bersuara, padahal matanya masih terpejam.

“Eh iya iya, Dek.”

Yah, gagal deh!

Keesokan harinya aku sudah berada di dapur. Mengambil kesempatan saat Ayu tengah sibuk menidurkan Randi di kamar.

“Tepung tapioka yang mana, ya?”

Aku bingung sendiri melihat ada 2 plastik tepung yang satu agak butek yang satu putih bersih.

“Yang ini nih, Pah.”

Tiba-tiba Reno sudah ada di samping. Kebetulan dia ingin mengambil air minum di lemari es.

“Mau buat apa sih?” tanyanya.

“Ren kamu ingat, gak? Waktu di Bandung Papah ngantri cimol, udah desak-desakkan sama bocah ujungnya malah gak dapat. Terus ‘kan Mamahmu cemberut sepanjang jalan.”

“Iya Pah, tumben ya, Mamah begitu. Enggak kayak biasanya,” ucap Reno.

“Randi mau punya adik Ren,” ucapku setengah berbisik.

“Uhuk uhuk.”

Reno tersedak air minumnya sendiri, mungkin dia juga terkejut sekaligus tak menyangka akan punya adik lagi.

“Ssst, jangan berisik nanti ketahuan, papah mau bikin cimol. Toh, bahannya cuma tepung.”

“Ya udah Pah, biar Reno bantu!”

Aku dan Reno membuat adonan cimol mengikuti sebuah video lewat ponsel. Setelah semua adonan selesai di bulat-bulatkan aku dengan angkuh dan percaya diri mematikan ponsel begitu saja, karena hanya tinggal menggorengnya.

Tentu saja ini sangat mudah aku tidak perlu melihat videonya. Kunyalakan kompor, rasanya dag dig dug tak karuan, takut tiba-tiba ketahuan Ayu. Setelah dirasa minyaknya cukup panas, aku mulai menyemplungkan butiran-butiran cimol satu persatu ke dalam wajan

“Papah cocok enggak Ren, jadi Chef?”

“Cocoknya jadi Kang Cimol, mana ada Chef masak cimol, Pah.”

Aku dan Reno cekikan di dapur. Namun, tiba-tiba cimol yang kugoreng malah meledak.

“Loh Ren, kok meledak gini sih?”

Bletak bletak, satu persatu cimol yang kugoreng meledak ke atas

“Loh Pah, Pah, bagaimana nih? Ambil tutup panci Pah cepet!”

Reno mulai panik.

Aku langsung mengambil tutup panci dan menutupnya. Untuk sesaat bisa tenang tapi tiba-tiba tutup itu terlempar ke atas karena ledakan beberapa cimol.

Reno tiba-tiba berlari, meninggalkanku sendirian di dapur. Tak lama dia kembali dengan helm terpasang di kepalanya.

“Pake, Pah!”

Dilemparkan satu helm yang dia bawa ke arahku dengan cepat aku memakainya. Keadaan dapur sangat kacau butiran cimol meledak ke sana ke mari bahkan sampai ke langit-langit rumah.

“Ren, bagaimana nih?”

“Matiin kompornya Pah, cepet!”

Aku berusaha mematikannya, tetapi cimol-cimol itu terus meledak, hingga tanganku terciprat minyak panas. Aku menyerah aku terlalu takut untuk menggapai kompor itu

“Mah, Mamah, Mah! Sini Mah, cepet Mah! Itu cimolnya ngamuk di dapur, tolongin Papah!”

Reno lagi-lagi meninggalkanku, dia berlari sambil berteriak memanggil mamahnya.

Ayu pun datang. Tanpa basa-basi dengan cepat dia matikan kompor, perlahan cimol-cimol itu berhenti meledak. Ayu menatapku dan Reno bergantian.

“Hahahahhah.”

Ayu tertawa. Tawa yang begitu kurindukan kini aku dapat mendengarnya lagi.

“Hahaha, Abang mau ngapain bang pakai helem segala? Kalau mau bikin cimol minyaknya jangan dipanasin dulu!”

“Kamu juga udah pakai helm, jaket segala mau masak apa mau naik motor?”

Ayu menertawakan kelakuan anaknya.

“Hahaha Papah tuh Mah, katanya Chef, mau bikin cimol malah bikin bom,” ledek Reno.

“Maaf Dek, dapurnya jadi kotor hehehe.”

Aku menggaruk kepala yang sebenarnya tak gatal. Malu rasanya, niat memberikan Ayu kejutan malah membuat dapur jadi berantakan.

“Lain kali beli aja Bang, atau panggil Adek,” ucapnya,

Apa aku tidak salah dengar, dia menyebut dirinya Adek?

“Kemarin ‘kan Adek cemberut sepanjang jalan gara-gara enggak kebagian cimol. Abang pikir bikinnya gampang, gak tahunya malah jadi begini”

“Ya sudah sini biar tangannya Adek obatin! Terima kasih, ya Bang. Di depan kompleks ada tukang cimol, beli aja di sana. Ngapain repot-repot,” ucapnya.

Kini ia tengah mengobati luka di tangan, bekas terciprat minyak panas.

“Adek bener enggak marah lagi?” tanyaku.

“Engga Bang, maafin Adek ya udah diemin Abang,” ucapnya sambil tersenyum.

“Abang yang salah. Mulai sekarang Adek yang pegang kartu ATMnya ya, Adek gak boleh nolak lagi. Pinnya masih sama.”

Aku menyerahkan ATM di dompetku.

“Terima kasih, Bang.”

Dia menerima kartu debit yang kuberikan.

“Ren, kamu beresin dapur, ya!” perintah Ayu.

"Yah, kok aku sih mah?”

“Kamu mau laptop baru ‘kan, Ren? Papah beliin tar sore,” ucapku kemudian.

“Siap 86 Mah, Reno bersihin.”

Ah, sulungku sungguh materialistis.

Sepertinya aku harus berterima kasih kepada penemu cimol, dia berjasa karena telah mengembalikan jiwa Ayu.

Teruntuk istriku, terima kasih telah menemaniku mengarungi bahtera rumah tangga bersamaku. Tanpa kamu, aku yakin kapal kita mungkin sudah karam, di saat ombak kencang menghantamnya. Kita pernah terombang-ambing tanpa arah di lautan lepas, ketulusanmulah yang membuat aku kembali bisa mengendalikan kapal yang sudah hampir karam.

Tuhan, terlalu serakahkah, kalau aku meminta agar di akhirat nanti Ayu tetap menjadi istriku? Asalkan ada Ayu di sisiku, rasanya aku tidak akan butuh lagi bidadari lain yang Engkau janjikan di surga-Mu. Aku takut Ayu akan cemburu, meskipun yang aku tahu di surga hanya ada kebahagiaan.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Almera Azzahra
bayi nya ayu kan bakl meninggal karena kecelakaan,, si reno pernah suka sama tiara pas tanpa sengaja ketemu,, tiara ngaku hamil sama andi,, tiara dipenjara,,, pada akhirnya anaknya tiara bakl jdi anaknya ayu,, sebab tiaranya meninggl kalo gak salah
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Akhirnya ayu luluh juga hati nya
goodnovel comment avatar
siti mutmainah
ceritanya seru juga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status