Pov Reno
Setelah aku memberi pengertian sebisaku pada Randi dan Ilham, akhirnya mereka mau melepaskanku. Aku segera berangkat menuju rumah sakit.
Setelah sampai, aku menyuruh Papah untuk segera pulang, karena dedek bayi sudah dimandikan dan sebentar lagi mungkin akan disalatkan.
Aku masuk ke ruangan. Di sana Mamah punya ruangan sendiri, jujur saja aku sangat mengantuk dari semalam aku belum tidur sama sekali saat aku ke sini. Papah juga ketiduran di samping Mamah, kami berdua memang tidak tidur semalaman. Menunggu mamah keluar dari ruang ICU.
Pukul 14:00 aku terbangun, ternyata mamah masih belum sadar juga. Aku pun bergegas menunaikan salat dzuhur karena waktunya sudah mepet. Sengaja kupanjangkan zikirnya supaya hatiku lebih tenang karena dari kemarin perasaanku tidak karuan memikirkan keadaan Mamah yang sampai sekarang belum sadar juga.
“Ren.”
Tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku dengan lirih. Ternyat
Kenapa ujian rumah tangga kami seakan tak pernah selesai? Baru selesai ujian tentang Tiara, malah datang lagi ujian yang lain. Di antara semua masalah, kenapa Engkau memilih Ayu yang jadi korbannya?Aku tidak tahu akan seperti apa hiduku tanpa Ayu, partner hidupku selama ini? Kenapa Engkau mengujinya dengan kesakitan berkali-kali? Kenapa bukan aku, padahal aku yang lebih banyak berdosa dibandingkan dengan istriku? Duniaku mendadak berhenti, setelah menerima telepon dari rumah sakit kalau istriku kecelakaan. Tanpa pikir panjang aku segera menuju rumah sakit.Rasanya hancur ketika harus kehilangan calon anakku yang usianya menunggu 2 bulan lagi lahir ke dunia ini. Anakku perempuan. Hidungnya mancung seperti punyaku. Belum lagi operasi pengangkatan rahim Ayu selesai, bayi kecil itu sudah lebih dahulu meregang nyawa.“Sayang kenapa harus pergi secepat ini, bahkan Mamah belum sempat gendong?” kata Ayu.Seorang suster datang mengham
“Adek kenapa? Kenapa Adek sedih, bukannya harusnya Adek senang. Lihat deh anak-anak sayang banget sama Adek!”Kini kami hanya berdua anak-anak sedang disuapi Bu Ratna diruang makan.“Harusnya Adek yang melayani mereka, bukan mereka, hiks.” Ayu menangis lagi. Sejak kecelakaan memang berubah menjadi lebih emosional.“Jangan ngomong begitu! Besok kita udah mulai fisioterapi. Adek mau bisa jalan lagi kan?” tanyaku.“Fisioterapi itu biaya mahal Bang, Adek ga mau ngerepotin..”“Eh siapa bilang Adek merepotkan Abang, Abang punya uang pesangon yang jumlahnya lumayan kita pakai uang itu oke,” ucapku.“Itu buat biaya pendidikan Reno Bang, aku ga mau ngorbanin Reno.”“Sayang sejak kapan kamu meragukan Allah? Setiap anak itu pasti bawa rezekinya masing-masing, tenang aja Abang ga bakal biarin Reno sampai ga kuliah! Adek percaya sama Abang kan?”Ayu pun mengangguk setuju.Hari ini Ayu mulai melakukan fisioterapi di rumah sakit. Di hari pertama dokter memijat kaki Ayu, tidak banyak yang dilakukan
Empat bulan berlalu, kini Ayu sudah belajar melangkah, walaupun masih kaku. Perkembangannya cukup baik, setidaknya ia sudah bisa berjalan menggunakan tongkat. Setiap pagi aku mulai menuntunnya berjalan di halaman rumah. Rasanya senang sekali, karena akhirnya aku kembali menikmatinya senyum yang sudah lama hilang di bibir ranumnya yang kemerahan. Tepat saat kami melakukan sesi Latihan berjlaan. Bel rumah kami berbunyi. Rupanya di balik sana ada Maura dan Ibu. “Eh Mbak udah bisa jalan, ya? Alhamdullillah,” ucap Maura dengan penuh syukur. “Alhamdulillah. sedikit-dikit Ra.” Begitu pintu terbuka, mereka lantas mendekat. Sontak saja, kami saling bersalaman, kemudian mempersilakan keduanya untuk masuk. Mengetahui kedatangan tante dan neneknya, anak-anak berhamburan keluar, terlebih Randi seketika merajuk minta digendong. Saat itu ada hal yang membuatku sangat tidak nayaman. Cara Ayu memandang kedekatan Randi pada adik perempuannay seolah-olah menggambarkan perasaan cemburu. Belum lagi,
Jam menunjukkan pukul 22:00, aku berhenti di sebuah terminal bus, aku sudah hampir putus asa. Aku ingat kata Ayu kalau kita sedang dalam masalah kita hanya perlu menengadahkan tangan meminta Tuhan menunjukkan jalannya maka Tuhan akan memberikan segala kemudahan kepada kita. Aku mencoba saran dari Ayu kupejamkan mataku lalu kuangkat kedua tanganku, aku mulai berdoa. Ya Allah Engkau Maha Melihat dan Maha Mengetahui, hamba memohon pada-Mu tunjukkanlah hamba jalan yang benar agar hamba bisa bertemu dengan istri hamba. Ya Allah Hamba tidak tahu lagi harus mencari dia ke mana. Saat aku membuka mata pandanganku langsung tertuju pada seorang wanita berbaju merah yang berjalan dengan tongkatnya menuju mobil bis jurusan Jawa Tengah. Aku langsung keluar mobil dan berlari ke arah wanita itu, sampai-sampai aku di klakson orang berkali-kali saat menyeberang jalan karena hampir saja tertabrak, aku yakin sekali itu Ayu. Aku memeluknya dari belakang Tidak ada penolakan darinya. “Adek mau ke mana,
Pov 33 tahun kemudian“Jangan membuatnya kecewa lagi! Kali ini kuampuni, tapi lain kali aku enggak akan segan. Lebih baik menjadi durhaka dari pada melihat Mamah kembali merasakan sakit hati,” ucap Reno, sorot matanya tajam menatap gadis yang terkulai lemas, di pangkuan ayahnya.“Papah cuma nolong, Ren,” jelas Andi tak mau membuat sulungnya salah paham. Reno mengenal siapa gadis cantik berpakaian mini itu. Andi membawanya ke tepian, lantas membaringkannya di atas hamparan pasir pantai. Beberapa orang yang semula melihat dari kejauhan mulai berlari dan membuat kerumunan.Pantai yang baru dijadikan objek wisata ini, tidak mempunyai pengawas. Mau tak mau Andi yang harus melakukan penyelamatan sendiri. Ia mulai mendekatkan wajahnya ke telinga, mulut lalu hidung korban. Sayangnya dia tak merasakan udara menerpa pipinya. Pria itu mulai menghitung. Hingga 10 detik berlalu, ia masih juga tak merasakan denyut nadinya. Tak ada pilihan lain Andi langsung berlutut lalu menumpukkan kedua tangan d
“Maafin Abang, Yu. Abang benar-benar emosi, diamenghina Abang miskin. Abang jadi hilang kendali. Plak! Plak! Berkali-kali Andi menampar dirinya sendiri. Sudah 10 kali, tapi dia seperti tak ada niatan untuk berhenti. Sekarang mereka semua sedang menjadi hiburan menarik bagi para pengunjung pantai. Ayu merasa harga dirinya runtuh. “Aku memperlakukanmu dengan lembut, kenapa Abang malah menamparku?” Akhirnya Andi berhenti menyiksa diri. Pria itu mengambil nafas berat. “Abang salah, kumohon jangan marah. Pukul saja Abang, sebagai gantinya. Janji ini yang terakhir kalinya. Maafin, Abang,” Andi terus saja mengiba pada wanita yang sudut matanya telah basah. Dia menciumi punggung tangan istrinya. Ayu menangkap ada ketulusan di sana. Sayangnya, hatinya terlanjur lara. Apa yang lebih menyakitkan diperlakukan kasar oleh orang tersayang di muka umum. Dia yang harusnya melindungi justru menyakitinya. Tak lama Reno datang, dia langsung membantu Ayu bangkit. Kemudian,
“Lo bisa ikut gue, besok. Gue ngajak lo, karena gue yakin lo bisa. Apa lagi sedikit banyak paham tentang dunia itu," kata Syahru.“Itu 25 yang lalu. Sekarang gue juga udah lupa rasanya bergaya di depan kamera," jawab Andi yang merasa rendah diri. Bagaimanapun ia sudah melupakan semua hal tentang dunia model, yang ia geluti sejak masa kuliahnya. Namun, seiring waktu Andi merasa pekerjaan seperti itu tidak bisa ditebak. Ia butuh sesuatu yang pasti, untuk itu ia lebih memilih bekerja di perusahaan dari pada mengadu nasib di dunia hiburan.“Alah, enggak ada yang enggak bisa di dunia ini,” kata Syahru yakin. Pria yang masih nyaman melajang di usianya yang menginjak 36 tahun itu terus saja meyakinkan temannya. Sebagai teman tentu saja ia tak ingin melihat Andi kesusahan, tinggal di kota besar dengan tanggung 2 anak, tentu saja ia akan kalang kabut. Apa lagi Andi tinggal di perumahan kelas atas. Jelas kebutuhan mereka akan lebih banyak.Di masa
“Sudah berdebatnya? Mau sampai kapan sih, kalian mau kayak begini terus? Egois tahu enggak. Bertahan atas nama anak, tapi kenyataannya kalau memang sudah enggak bisa sama-sama lagi. Kenapa harus maksain sih?” Reno tak benar-benar pergi. Ia hanya menepi demi memberi ruang bagi dua orang yang sangat dia hormati itu. mendengar mereka yang terus saja berdebat di pagi hari, membuatnya jengah. Tak ada yang berani menjawab pertanyaan Reno. Hingga pemuda itu memilih pergi keluar rumah.“Reno, mau ke mana?” tanya Ayu yang khawatir, jika anak lelakinya bisa berbuat nekat karena pergi dalam keadaan emosi.“Selesaikan aja masalah kalian dulu, Mamah tenang aja pikiran aku enggak sedangkal itu. Harusnya Mamah lebih khawatir sama diri sendiri, mau sampai kapan terus-terusan menyiksa diri dengan bertahan sama rumah tangga yang terus-terusan bahagia?”“Reno cukup! Kamu itu anak kecil, tahu apa?” Andi yang mulai tersulut emosi semakin meninggikan nada suaranya.“Ren, sudah ya. Maaf karena kamu harus m