Dalam keadaan mabuk bisa-bisanya Reval mengatai Marsya. Marsya tidak terima dirinya dikatai pelacur. Sama sekali apa yang dikatai sang suami tidak benar adanya.
"Lepaskan, lepaskan saya!" Marsya memukul dada Reval berulang-ulang.
"Diam berengsek!" Reval tidak peduli dengan penolakan Marsya dan juga pukulan Marsya. "Kamu itu istriku, kamu harus melayaniku."
"Tapi bukan kaya begini caranya! Aaaah ...." Marsya berteriak sekencang mungkin.
"Aku tidak peduli dengan teriakanmu. Teriak sekencang yang kamu bisa, pelacur!"
"Aku bukan pelacur! Lepaskan!" Marsya meneteskan air matanya.
Reval pun bercinta dengan Marsya. Walaupun sag istri menolak dan menangis, Reval tidak peduli. Yang terpenting dia bisa mengeluarkan hasrat kelelakiannya.
Pergulatan pun telah selesai. Marsya hanya bisa menangis setelah ditiduri oleh Reval. Dia menoleh ke arah Reval dan sang suami sudah tertidur pulas.
***
"Kepalaku pusing sekali." Reval memegangi kepalanya lalu mengingat kejadian semalam. "Sial! Kenapa aku malah bercinta dengan dia."
Reval bangun dari atas kasur lalu beranjak ke kamar mandi. Dia masih memikirkan kejadian semalam. Hanya beberapa kejadian yang dia ingat.
"Sok jual mahal! Cuma kamu wanita yang Menolakku," umpat Reval.
Beberapa menit kemudian Reval sudah selesai mandi dan berganti pakaian. Dia bergegas ke lantai bawah. Perutnya sudah mulai keroncongan.
"Tuan," sapa Mbok Lasmi.
"Mana Marsya? Panggil dia ke sini!"
"Baik, Tuan."
Reval kemudian duduk di kursi. Tidak lama kemudian Marsya datang menghampirinya. Marsya menarik napas dalam-dalam ketika akan mendekati Reval.
"Tuan. Ada yang bisa saya bantu?"
"Aku mau makan, ambilkan aku nasi."
"Baik, Tuan." Marsya mengambil piring dan mengambil lauk pauk. "Ini, Tuan silakan."
"Semalam aku ngapain saja, setelah aku pulang?" tanya Reval.
"Memang, Tuan tidak ingat?" selidik Marsya.
"Kalau aku ingat, mana mungkin aku bertanya sama kamu. Dasar wanita aneh."
"Semalam, Tuan pulang dalam keadaan mabuk dan langsung tidur."
"Yang benar kamu?" Reval masih penasaran dengan jawaban Marsya.
"Ya, sudah kalau tidak percaya. Memangnya, Tuan mengingatnya?"
"Siapa yang mengingatnya?" ucap Reval, "Kenapa dia berbohong masalah semalam. Benar-benar perempuan aneh. Malah jual mahal lagi." Reval mengumpat dalam hati.
"Kenapa, Tuan lihatin saya kaya begitu. Masih tidak percaya dengan jawaban saya?"
"Iya, aku percaya! Siapkan pakaian untukku. Aku mau pergi ke kantor."
"Baik," ucap Marsya lalu bergegas ke lantai atas.
***
Reval sedang berada di perusahaan. Dia merasa bingung kenapa Marsya tidak mengatakan yang sebenarnya. Reval menyunggingkan senyumnya ketika mengingat dirinya bercinta dengan sang istri. Reval benar-benar menikmatinya walaupun sang istri terus saja menolak.
"Aku tidak peduli kamu menolak. Jika aku menginginkan tidur denganmu, aku harus Melakukannya." Reval bermonolog sendiri.
***
"Reval!" panggil Angel, "aku ikut ke rumahmu ya, Sayang." Angel masuk begitu saja ke mobil Reval.
"Kenapa kamu tiba-tiba ada di sini? Mengganggu saja!" marah Reval.
"Aku, 'kan tahu jadwal pulang kamu di perusahaan. Sudah tidak usah marah begitu. Pokoknya aku ke rumahmu." Angel memasang seatbelt.
"Terserah! Percuma kamu, aku larang juga. Kamu tetap mau ke rumahku." Reval menutup pintu mobil.
"Oh, iya, Sayang besok antar aku ke pantai, ya. Aku mau pemotretan di sana. 'kan besok kamu libur. Jadi kamu bisa antar aku, sekalian kita bersenang-senang."
Reval tidak menjawab hanya diam saja.
"Kamu malah diam lagi. Jawab dong, Sayang."
"Iya, besok aku antar kamu."
***
"Tuan," sapa Marsya kepada Reval.
Angel memperhatikan Marsya dengan sangat tidak suka. "Kamu punya pembantu baru? Perasaan aku baru lihat dia," tanya Angel kepada Reval.
"Hhmm. Ya, sudah kamu tunggu di ruang televisi, aku mau ganti pakaian dulu."
"Oke," jawab Angel.
"Kenapa kamu diam saja! Sediakan air minum buat Angel," perintah Reval kepada Marsya.
"Baik, Tuan." Marsya langsung bergegas ke arah dapur.
***
Marsya kemudian membawakan minuman untuk Angel. "Silakan, Non." Marsya meletakkan satu minuman di atas meja.
Angel menatap Marsya dari atas sampai bawah. "Sejak kapan kamu bekerja di sini?"
"Baru kemarin, Non."
"Oh, iya kamu pasti sudah kenal sama aku. Aku seorang model kelas atas dan juga kekasih Reval." Angel membanggakan dirinya.
"Kekasih!" Marsya kaget mendengar ucapan Angel.
"Kenapa? Tidak percaya kalau aku kekasih Reval!"
"Iya percaya." Ada rasa tidak terima ketika mendengar Angel adalah kekasih Reval.
"Dari pada kamu berdiri terus, mendingan kamu pijitin kakiku!"
"Apa! Maaf saya tidak mau," tolak Marsya.
"Kamu berani menolakku! Pembantu sialan! Ayo, pijit kakiku!" perintah Angel.
Marsya hanya diam saja, dia tidak mau memijat Angel.
Heh, malah diam lagi kamu. Ayo!" Angel menatap tajam Marsya.
"Iya, baik, Non."
Beberapa menit kemudian datanglah Reval. Dia mengerutkan keningnya ketika melihat Marsya sedang memijat kaki Angel. Reval tidak terima jika Marysa harus melayani Angel.
"Marsya! Ngapain kamu mijitin dia," marah Reval.
"Kamu apaan sih, Reval? Dia sedang memijit kakiku." Angel melirik ke arah Reval.
"Sudah sana, tidak usah pijitin dia." Reval melihat Marsya sambil menggerakkan kepalanya ke arah kiri.
"Baik, Tuan." Marsya bangun dari jongkoknya lalu meninggalkan Reval dan Angel.
"Kamu kenapa melarang pembantu itu buat mijitin aku." Angel bangun dari sofa lalu duduk.
"Dia punya nama, tidak usah bilang dia pembantu."
"Memangnya kenapa kalau aku panggil dia pembantu. Dia memang pembantu kamu di sini."
"Tapi dia pembantuku bukan pembantumu. Enak saja kamu nyuruh-nyuruh pembantuku." Reval duduk di sofa.
***
"Ngapain mereka masuk ke kamar tamu." Marsya memperhatikan Reval dan Angel. "tidak mungkin, 'kan mereka mau ...." Marsya geleng-geleng kepala lalu bergegas ke tempatnya.
Di dalam kamar tamu, Reval dan Angel Sedang bercumbu. Ciuman mereka semakin panas dan tangan Reval pun tidak tinggal diam. Angel melucuti pakaiannya sendiri. Sementara Reval masih berpakaian lengkap.
Ketika sedang menikmati tubuh Angel, terlintas dalam pikiran Reval wajah sang istri. "Sial, kenapa aku malah mengingat wajah dia." Reval bicara dalam hati.
Angel menyadari dalam beberapa detik Reval terdiam. "Sayang, kamu kenapa diam?"
Reval kembali menikmati tubuh Angel. Namun, tetap saja wajah Marsya terlintas jelas di pikirannya. Reval pun bangun dari atas tubuh Angel.
"Sayang kamu kenapa!" Angel kaget karena melihat Reval tiba-tiba bangun dari atas tubuhnya.
"Kamu pulang, ini sudah malam!" perintah Reval lalu meninggalkan Angel begitu saja.
"Sayang!" teriak Angel kepada Reval yang sudah keluar dari kamar. "Kamu kenapa, Reval, kenapa tiba-tiba ninggalin aku?" Angel memakai kembali pakaiannya.
***
Reval malah menemui Marsya. "Marsya!" Reval mengetuk pintu.
"Sebentar, Tuan," sahut Marsya.
"Cepat buka pintunya. Lama banget cuma mau buka pintu juga."
"Iya, iya sebentar." Marsya membuka pintu. "Maaf, Tuan saya baru selesai mandi."
"kamu ke kamarku," pinta Reval.
"Buat apa, Tuan?" Bingung Marsya.
"Tidak usah banyak tanya, cepat ke kamarku sekarang!"
"Saya pakai baju dulu." Marsya berbalik akan berganti pakaian.
"Tidak usah ganti, begitu saja."
"Tapi, Tuan," timpal Marsya.
"Aku bilang tidak usah ganti ya, tidak usah ganti!"
Iya, baik, Tuan." Marsya pun berjalan melewati Reval.
Reval menyunggingkan senyumnya ketika melihat Marsya berjalan.
***
"Kamu mau ngapain ke lantai atas? Masih berpakaian begini lagi. Dasar tidak sopan, sana ganti baju dulu. Kamu mau menggoda kekasihku!" Angel memegang handuk kimono Marsya.
"Maaf saya disuruh tuan Reval."
"Tapi setidaknya berpakaian dulu jangan seperti ini." Angel mendorong tubuh Marsya.
Reval dari jauh sudah melihat Angel mendorong Marsya. "Angel apa-apaan kamu. Aku menyuruhnya ke lantai atas." Reval berjalan sambil berbicara ketus kepada Angel.
"Tapi kenapa dia masih berpakaian seperti ini. Ini tidak sopan, Reval." Sebenarnya dalam hati Angel takut kalau Marsya akan menggoda Reval.
"Memangnya kenapa? Tidak boleh, setidaknya dia berpakaian. Sudah kamu pulang sana. Aku tadi sudah menyuruhmu pulang. Malah ada di sini lagi."
"Kamu tidak akan mengantarku?" Angel mendekati Reval.
"Kamu pulang sama supirku saja. Sudah sana pulang. Masa aku harus paksa kamu."
"Iya, iya aku pulang," kesal Angel.
"Ngapain kamu bengong? Sudah sana ke kamarku!" perintah Reval kepada Marsya setelah Angel meninggalkan mereka.
"Baik, Tuan."
***
"Ngapain aku disuruh ke kamarnya. Apa mungkin tuan Reval mau mandi. Mungkin dia mau mandi sehabis bercinta dengan model itu." Marsya bermonolog sendiri sambil berjalan ke kamar mandi.
Marsya pun mengisi air ke dalam bathtub. "Dasar perempuan gatal, dia, 'kan belum menikah dengan tuan Reval. Kok, mau sih ditiduri sama tuan Reval." Marsya mengumpat dalam hati sambil menuangkan sabun cair ke dalam bathtub yang sudah berisi air.
"Tuan!" Tiba-tiba saja Reval sudah memeluknya dari belakang.
"Kita mandi bareng." Reval berbisik di kuping Marysa.
Bisikan Reval pada kuping Marsya membuatnya merinding. "Saya tidak mau, saya baru selesai mandi." Marsya menggeliat ingin melepaskan pelukan Reval.
"Pokoknya kamu harus mandi bersamaku, jangan banyak membantah!" perintah Reval.
"Kenapa, Tuan tidak mandi saja sama wanita model itu. Tuan, 'kan sudah tidur sama dia. Kenapa harus mandi bareng saya," protes Marsya.
"Jadi kamu menolakku." Reval melepaskan pelukan sambil mendorong Marsya. "Kamu itu istriku, tahu tidak!"
"Kalau, Tuan menganggapku istri kenapa, Tuan jadikan aku pembantu. Sekarang, Tuan ada maunya baru bilang kalau saya istri, Tuan."
"Berani sekali kamu bicara seperti itu." Reval mendekati Marsya. "Kamu lebih suka melakukannya sama mereka. Susah kalau jadi pelacur, lebih senang melayani pria hidung belang. Dari pada melayani suami sendiri!"
"Cukup! Tuan selalu bilang saya pelacur. Saya bukan pelacur!" Marsya menatap tajam mata Reval.
"Lalu apa kalau bukan pelacur? Wanita malam, kupu-kupu malam. Kamu ingin diperhalus kata-katanya. Oke, kamu kupu-kupu malam, itu lebih bagus dibandingkan kata pelacur."
Mata Marsya sudah berkaca-kaca karena masih saja Reval menganggapnya pelacur.
"Kenapa kamu lihatin aku kaya begitu? Masih tidak terima dibilang kupu-kupu malam!"
"Aku bukan semuanya! Kenapa, Tuan selalu menganggapku seperti itu!" teriak Marsya.
"Lalu apa yang pantas?" tanya Reval.
Marsya tidak mau menjawab. Dia hanya diam saja. Bingung apa yang harus dikatakan.
"Kenapa diam saja? Kamu tahu aku telah tertipu dengan muka polosmu. Dengan percayanya aku menganggapmu wanita masih suci. Tapi ternyata kamu hanyalah seorang pelacur."
"Cukup! Aku bukan pelacur! Aku sudah tidak perawan karena aku sudah diperkosa!"
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t