Share

Bab. 4. Salah menilai

Sudah habis kesabaran Marsya karena dirinya terus menerus dihina oleh Reval. Akhirnya, Marsya pun mengatakan hal yang sebenarnya kepada Reval. Tak terasa air mata jatuh di pelupuk matanya.

"Kamu jangan bohong! Kamu pasti hanya membela diri saja, 'kan agar aku simpatik sama kamu," ucap Reval.

"Buat apa saya bohong. Kalau saya mau menarik simpatik orang untuk apa harus saya pendam sendiri masalah ini. Saya pendam sendiri karena saya malu dan juga ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya.

"Dan juga apa?" tanya Reval penasaran.

Marsya hanya terdiam, dia sama sekali tidak mau menjawabnya. 

"Marsya! Malah diam lagi kamu? Ayo, jawab! Atau kamu memang lagi berbohong karena tidak mau dikatai pelacur," bentak Reval.

"Saya tidak bohong, buat apa saya bohong!" teriak Marsya, "saya … saya sudah diancam sama orang itu. Saya tidak boleh cerita sama siapapun. Termasuk sama kedua orang tua saya. Kalau saya berani cerita, apalagi sama kedua orang tua saya. Katanya mereka akan dibunuh." Marsya menangis tersedu-sedu.

"Umur berapa kamu waktu itu?" tanya Reval.

Marsya sesaat terdiam, Marsya menarik napas dalam-dalam. Mungkin sudah saatnya bagi Marsya untuk cerita kepada seseorang. Toh, yang di hadapannya adalah suaminya sendiri.

"Enam tahun yang lalu, waktu umur saya masih tujuh belas tahun. Saya baru saja pulang sekolah. Pas saya baru pulang ke rumah, orang tua saya kebetulan tidak ada. Waktu itu saya lupa kunci pintu karena saya pikir ada orang tua saya di dalam. Tiba-tiba saja waktu saya lagi di kamar sedang berganti pakaian. Ada orang masuk ke kamar. Orang tersebut tiba-tiba saja mendobrak pintu kamar. Saya … saya ... langsung diperkosa sama orang itu." Marsya menutupi wajahnya sambil menangis karena langsung mengingat kejadian tersebut.

"Kamu masih ingat wajahnya? Ciri-cirinya ataupun apa yang membuat kamu ingat sama orang itu? Kamu kenapa malah teledor seperti itu." Reval kesal sendiri. 

Marsya hanya menggelengkan kepalanya. Dia malah semakin kencang menangis. Dia terus menerus menggelengkan kepalanya sambil kedua tangan menutup wajahnya. 

Marsya menangis histeris, kejadian tersebut seperti terulang kembali. Marsya serasa berada di tempat itu, suara lelaki itu terngiang di kuping Marsya. Ancaman-ancaman yang membuat Marsya ketakutan. Bahkan pisau yang ditodongkan lelaki tersebut seakan terlihat jelas.

Reval masih memperhatikan sang istri. Ada perubahan pada diri Marsya ketika Reval memperhatikan istrinya. Di mata Reval, Marsya seperti ketakutan. 

"Tidak! Tidak!" Marsya menutup wajahnya sambil berteriak dan menangis histeris 

"Marsya!" Reval langsung menghampiri dan memeluk Marsya. "Sudah, sudah kamu jangan ingat lagi kejadian itu. Ada aku di sini, kamu tidak usah takut." Reval memeluk Marsya.

Marsya menangis tersedu-sedu di pelukan Reval. Reval sesekali mengusap punggung Marsya dan juga kepala Marsya. Ada ketenangan dalam diri Marsya ketika dirinya dipeluk oleh Reval.

Marsya tiba-tiba memeluk Reval sangat erat. Jantung Reval tiba-tiba berdetak tidak karuan di saat Marsya memeluk erat sang suami. Reval bingung sendiri ada apa dengan dirinya. Reval pun terus menerus memeluk Marsya dan secara spontan mencium kepala sang istri.

"Sudah jangan menangis, kenapa kamu bodoh sekali. Sampai bisa diperkosa begitu."

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.00. Reval tidak pergi ke kantor karena hari ini hari sabtu, jadwal Reval libur. Marsya sedang berada di kamar tamu. Dia sedang merapikan tempat tidur.

"Kenapa kamu harus membawa perempuan itu ke sini. Jangan di sini kek, setidaknya hargai istrimu. Walaupun kamu memang tidak menganggapku." Marsya bermonolog sambil memakaikan sprei.

Reval tersenyum tipis, ternyata ia sedang berada di balik pintu. Ia mendengar ocehan Marsya. Sementara Marsya tidak menyadari ada Reval di luar kamar.

"Apa dia cemburu kalau aku bawa Angel ke sini." Reval menghampiri Marsya sambil berbicara dalam hati. "Setelah beres kamu ke kamarku!"

"Baik, Tuan."

***

"Tuan, Ada yang perlu saya bantu?" tanya Marsya setelah berada di kamar Reval. 

"Cariin aku baju, aku mau menjemput Angel ke rumahnya."

"Baik,  Tuan." Marsya berjalan ke arah lemari. 

Reval bermain ponsel sambil menunggu Marsya mengambil pakaian. 

"Ini,  Tuan bajunya." Marsya menyerahkan pakaian kepada Reval. "Em, Tuan boleh tidak saya ikut bersama, Tuan?"

"Ikut ke mana!  Kamu mau ikut aku sama Angel?" 

"Bukan,  Tuan. Saya mau ketemu Ibu sama Bapak saya. Boleh ya, Tuan?" Marsya memasang wajah memelas. 

Reval memperhatikan wajah Marsya dengan seksama. "Ya,  sudah sana ganti baju. Jangan pakai lama!"

"Baik, Tuan. Terima kasih ya,  Tuan." Marsya tersenyum senang karena Reval mengizinkannya ikut. 

***

Marsya dan Reval sudah dalam perjalanan. Reval tidak memakai supir pribadi. Dia membawa kendaraannya sendiri.

"Ingat ya, setelah kamu berada di rumahmu. Kamu jangan macam-macam. Awas kalau kamu macam-macam! Kamu sudah jadi milikku. Bukan milik orang tuamu lagi,  mengerti kamu!"

"Mengerti,  Tuan. Sekali lagi terima kasih, Tuan sudah mau mengantar saya," ucap Marsya, "oh, iya,  Tuan memangnya,  Tuan mau ke mana sama model itu?" lanjut Marsya. 

"Dia punya nama. Kenapa selalu menyebut dia model! Kamu lupa nama dia siapa,  hah!" kesal Reval. 

"Ingat,  Tuan. Namanya Angel," ketus Marsya. 

"Terus kenapa susah bilang Angel doang."

"Iya,  maaf,  Tuan."

"Kamu jangan lama-lama di rumah orang tuamu. Sebelum aku pulang kamu harus sudah pulang. Ingat itu!" perintah Reval. 

"Iya, baik,  Tuan," jawab Marsya. 

Reval sudah berada di halaman rumah orang tua Marsya. Marsya diam sejenak melihat rumah baru orang tuanya. Tidak menyangka Reval akan memberikan rumah bagus. Walaupun tidak sebagus dan semewah rumah Reval. 

"Malah bengong lagi. Ayo,  turun!" Reval geleng-geleng kepala melihat Marsya. 

"Baik, Tuan," ucap Marsya.

"Aku mau ikut dulu ke dalam. Aku mau bertemu orang tuamu dulu," pinta Reval lalu membuka pintu mobil. 

"Tuan, 'kan mau menjemput Non Angel, nanti terlambat menjemputnya," kata Marsya setelah berada di luar mobil. 

"Sok tahu kamu. Tidak usah larang-larang aku. Sudah ayo, kita masuk." Reval memegang tangan Marsya.

Sontak saja Marsya kaget karena tangannya tiba-tiba dipegang oleh Reval. 

"Kenapa tidak ada orang tuamu. Tapi pintu malah terbuka." Reval dan Marsya masuk ke rumah. 

"Iya,  Tuan saya juga tidak tahu," ucap Marsya. 

Reval melirik ke arah Marsya. Dia baru menyadari kalau tangannya sedang memegang tangan Marsya. Reval langsung melepaskannya secara kasar. Marsya hanya bisa menghela napas ketika Reval melepaskan tangannya. 

Marsya dan Reval berada di ruang tamu. "Ibu,  Ibu," panggil Marsya. 

Namun,  tidak ada jawaban dari sang bunda. 

"Kita ke sana saja." Reval mengajak ke arah belakang. 

"Sudahlah, Bu. Ngapain kangen-kangen segala sama si Marsya. Toh, dia sudah enak hidupnya. Yang penting kita dapat duit. Sok-sokan kangen, mending dia anak kita. Dia bukan anak kita ini, sudah biarkan saja."

Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
yuyunitaa
ya ampun, ternyata Marsya bukan anaknya?
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status