Ketika Marsya sudah sampai di rumah baru orang tuanya. Marsya tidak sengaja mendengar pembicaraan pak Bowo dan Bu Tasya. Dia tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya.
Marsya seakan hilang keseimbangan di saat dia mendengar ucapan pak Bowo. Untung saja Reval langsung sigap memegang badan Marsya. Reval menatap wajah Marsya dengan penuh kasihan.
Marsya menutup mulut dengan tangan kanannya. Tidak terasa air mata jatuh di pelupuk mata Marsya. Bibir Marsya seakan kelu dan dia menggelengkan kepalanya beberapa kali.
"Sudah jangan ditangisin. Ayo, kita keluar," bisik Reval.
"Tapi …." Marsya meneteskan air matanya.
"Sudah, ayo!" Reval memegang tangan Marsya lalu membawanya keluar.
Marsya melonjak kaget. Akan tetapi, Marsya tetap mengikuti sang suami berjalan. Tangan Marsya dipegang erat oleh Reval. Sang istri menangis sambil berjalan mengikuti sang suami.
"Sudah jangan menangis, buat apa kamu tangisin mereka."
Marsya hanya mengangguk lalu menghapus air matanya. Dia kemudian melihat Reval mengambil vas bunga yang ada di meja luar dan malah melemparkannya ke dalam rumah. Reval kemudian menarik tangan Marsya dan mengajak berlari.
Marsya dibuat heran oleh kelakuan sang suami. Untuk beberapa detik mereka saling menoleh dan menatap satu sama lain. Jantung mereka berdetak sangat kencang, entah perasaan apa yang dirasakan oleh mereka. Reval tersenyum kepada sang istri dan Marsya membalas senyuman sang suami.
***
"Sudah tidak usah cengeng. Buat apa nangisin orang tua tidak tahu diri. Mereka bukan orang tuamu. Pantas saja orang tuamu tega kamu dijadikan penebus hutang sama aku. Tahunya kamu bukan anaknya."
"Terus siapa orang tua saya? Kenapa saya bisa ada sama mereka. Kenapa mereka tidak bilang kalau saya bukan anak mereka," ucap Marsya masih sambil menangis.
"Ya, mana aku tahu siapa orang tuamu," sahut Reval.
Reval menoleh sesaat kepada Marsya. Ternyata Marsya masih menangis. Ia kemudian meminggirkan mobilnya.
"Sudah tidak usah menangis, yang terpenting sekarang kamu berada sama orang yang tepat. Yaitu aku, kamu harus bersyukur karena aku yang dapatin kamu," ucap Reval dengan penuh percaya diri.
"Tepat sih, tepat. Tapi, Tuan tidak menganggap saya sebagai istri hanya karena saya sudah tidak perawan," timpal Marsya lalu cemberut.
"Itu urusan aku. Sudah kita mau ke mana?" tanya Reval.
"Hah, mau ke mana!" bingung Marsya.
"Iya, kamu mau ke mana? Malah bingung lagi kamu."
"Tuan, 'kan tadi sudah tahu saya mau ke mana. Bukannya, Tuan yang mau menjemput pacar, Tuan. Kenapa malah nanya sama saya."
"Maksud aku, kamu mau pulang atau ikut aku ke rumah Angel?" sanggah Reval.
"Buat apa saya ikut. Tuan saja yang ke rumah dia. Mendingan saya pulang," kesal Marsya.
Reval menyunggingkan senyumnya di saat mendengar ucapan Marsya.
"Ya, sudah kalau kamu tidak mau ikut. Aku tidak akan jadi ke rumah Angel. Aku lagi baik sama kamu. Kamu, 'kan lagi sedih. Jadi aku akan ajak kamu jalan-jalan."
"Jalan-jalan! Jalan-jalan ke mana?" Marsya tersenyum senang.
"Tidak usah senyum-senyum dan juga kegeeran," ketus Reval.
"Siapa yang kegeeran. Biasa saja tuh," timpal Marsya.
***
Reval mengajak jalan-jalan Marsya ke taman hiburan. Di saat turun dari mobil, Marsya tersenyum bahagia. Reval memperhatikan Marsya, dia sangat senang melihat Marsya bahagia.
"Tuan kita naik itu yuk," ajak Marsya pada Reval.
Reval malah terdiam di saat Marsya mengajaknya naik roaler coaster.
"Ayo, Tuan kita ke sana." Marsya memegang lengan Reval dan membawanya ke wahana roller coaster.
Reval tersenyum senang di saat Marsya memegang tangannya. Reval kemudian mengikuti sang istri berjalan. Marsya masih saja memegangi tangan sang suami.
"Kamu yakin mau menaiki ini," tanya Reval setelah berada di wahana tersebut.
"Iya, yakin. Soalnya saya mau teriak-teriak."
"Ya, sudah."
Marsya dan Reval sudah menaiki roller coaster. Benar saja, Marsya langsung berteriak sekencang mungkin. Reval melirik Marsya, dia pun mengikuti sang istri berteriak.
***
Marsya terlihat senang setelah menaiki roller coaster begitupun dengan Reval. Selain menaiki roler coaster Marsya menaiki wahana yang lain. Reval selalu menuruti keinginan sang istri.
Baru kali ini Reval merasakan senang dan bahagia bersama seorang wanita. Marsya sangat berbeda dengan wanita lain. Marsya gadis sederhana.
Biasanya bila wanita dekat dengan Reval mereka selalu memanfaatkan Reval. Yang pastinya uanglah yang ingin mereka dapatkan. Juga mereka selalu menggoda Reval dengan keseksian mereka.
"Makasih ya, Tuan. Sudah ajak saya ke taman hiburan. Saya senang banget. Saya bisa meluapkan emosi saya sambil naik roller coaster, kora-kora, pokoknya banyak lagi, Tuan." Marsya menyebutkan wahana mainan sambil tangan menyentuh pundak Reval. "Maaf, Tuan tidak sengaja." Wajah Marsya merah merona.
Reval hanya tertawa melihat tingkah laku Marsya.
"Nah, gitu dong, Tuan ketawa. Tahu tidak kalau, Tuan ketawa tuh, tambah ganteng," ucap Marsya.
"Ketawa tidak ketawa aku sudah ganteng," timpal Reval.
"Iya, iya yang sudah ganteng dari sananya."
***
Reval dan Marsya sudah sampai di rumah Reval. Mereka turun dari mobil kemudian jalan berbarengan sambil tersenyum. Di saat Reval dan Marsya mendekati halaman rumah Reval.
"Tuan!" Marsya bersembunyi di balik tubuh Reval.
"Kenapa kamu jalan sama dia! Kamu, 'kan mau antar aku ke pantai!" Angel bertolak pinggang sambil menatap sinis ke arah Marsya.
"Aku ada perlu sama Marsya."
"Ada perlu apa sama pembantu sampai pulang malam begini?"
"Bukan urusanmu, sudah minggir sana!" Reval mendorong Angel. "Sorry aku tidak bisa jemput kamu. Aku ada keperluan mendadak," jelas Reval.
"Keperluan! Keperluan apa? Jalan sama dia, pembantu kamu!" kesal Angel sambil menunjuk Marsya.
Marsya sedang berada di samping Reval. Dia hanya bisa menunduk karena Marsya bingung harus berkata apa.
"Kamu jangan salahin dia. Dia tidak salah apa-apa. Aku yang minta dia buat antar aku," kelit Reval.
"Memangnya kamu ada perlu ke mana? Bukanya kamu mau jemput aku. Kamu bilang sama aku kalau kamu lagi on the way. Tapi kenapa kamu malah ada perlu."
"Sudahlah tidak usah dibahas, tidak penting membahas masalah ini. Kalau kamu mau membahas masalah ini. Kamu pulang sana, tidak usah di sini. Lagian aku capek mau tidur," usir Reval, "ayo, Marsya kita masuk." Reval memegang tangan Marsya.
"Apa-apaan kamu, Reval. Dia hanyalah seorang pembantu! Buat apa kamu pegang-pegang tangan dia. Dia tidak selevel sama kamu!" Angel menarik tangan Marsya.
"Heh, pembantu sialan! Bisa-bisanya kamu goda pacarku. Reval milik aku bukan milik kamu. Dasar pembantu sialan, tidak tahu diri!" Angel mendorong tubuh Marsya.
"Cukup, Angel dia bukan pembantu!" teriak Reval.
"Apa! Apa kamu bilang? Dia bukan pembantu, terus apa? Kamu sendiri, 'kan yang bilang kalau dia pembantu. Atau jangan-jangan dia wanita penggoda yang pura-pura jadi pembantu."
"Sialan kamu, Angel dia bukan pembantu dan juga bukan wanita penggoda."
"Terus siapa, hah? Kenapa kamu membela dia terus! Pembantu sialan!" geram Angel.
"Berengsek! Dia adalah istriku!"
"Saya mohon maafkan saya. Jangan masukkan saya ke penjara. Saya mohon Tuan. Saya mengakui saya telah bersalah kepada Marsya. Saya ... Saya benar-benar minta maaf." Pak Bowo mengangkat kedua tangannya memohon sambil menundukkan kepalanya. Reval menyunggingkan senyumnya sambil memperhatikan Pak Bowo. "Minta maaf? Aku tidak salah dengar! Anda jangan minta maaf kepadaku, tetapi kepada Marsya anakmu!" jerit Reval, "Sekarang Anda minta maaf setelah semuanya sudah terbongkar. Ke mana saja Anda selama ini? Bahkan Anda masih memanfaatkan Marysa dan akan menjadikan mantan istriku sebagai wanita malam. Dan sekarang Anda berkata menyesal. Dasar manusia tidak tahu diri. Jika Marsya tidak mengenal teman Anda, Anda tidak mungkin melakukan hal ini. Oke, tunggu saja. Dalam waktu satu kali dua puluh empat jam Anda dan teman Anda akan masuk ke penjara!" desis Reval.Pak Bowo bangun dari duduknya lalu menghampiri Reval. "Tuan saya mohon jangan penjarakan saya. Saya mohon, Tuan!" Pak
Marsya tiba-tiba berteriak dan menangis histeris. Jantungnya berdetak tidak karuan dan tubuhnya bergetar hebat. Reval merasa bingung melihat Marsya. "Sayang kamu kenapa?" Reval memegangi tubuh Marsya sambil memperhatikan wajah sang mantan istri dengan penuh khawatir. "Orang itu ... orang itu ada lagi." Marsya berucap dengan terbata dan menangis lalu menyembunyikan wajahnya di dada Reval. Reval mengerutkan keninnya sambil berpikir lalu memperhatikan Pak Bowo dan teman pemilik rumah bordil yang sedang berjalan. "Tuan Reval." Pak Bowo menundukkan kepalanya setelah berada di depan Reval. Namun, dia merasa bingung melihat Marsya sedang menangis. "Ada ... ada apa dengan anak saya?" tanya Pak Bowo lalu menoleh kepada pemilik rumah bordil. Sang pemilik rumah bordil pun merasa bingung sambil mengerutkan keningnya.
"Sudah tahu Marsya masih mencintaiku. Kenapa kamu memaksanya?" kesal Reval, "asal kamu tahu, Garvin. Sebenarnya aku malas menemuimu, tetapi demi mengembalikan cincin ini aku terpaksa menemuimu. Aku tidak mau kamu berpikiran kalau Marsya masih menyimpan cincin pemberianmu. Hanya cincin pemberian dariku yang akan melingkar di jari manisnya." Reval mencondongkan badannya ke arah Garvin. Garvin menyunggingkan senyumnya. "Oke, sekali lagi aku mengaku kalah. Harusnya kamu berterima kasih kepadaku. Kalau malam itu bukan aku yang menemui Marsya. Marsya tidak akan selamat. Dia mungkin sudah dijamah dan ditiduri oleh pria hidung belang. Apa lagi penampilan Marsya saat itu sangat cantik dan seksi. Siapa yang tidak akan tergoda melihat ...." Garvin malah membayangkan penampilan Marsya lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Sialan! Kamu sedang membayangkan apa, hah?" Reval bangun dari duduknya. "Tuan Reval. Su
Marsya dan Reval sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Marsya. Mereka duduk berpelukan dan saling tersenyum. Reval tidak henti-hentinya menciumi kening sang mantan istri. "Senang sekali melihat mereka bahagia. Aku harap kalian berdua tidak akan terpisahkan." Farhan sekilas menoleh ke kaca spion sambil berbicara dalam hati. "Kamu kalau ada apa-apa cerita sama aku, ya. Kalau ada orang yang menekanmu jangan diam saja." Reval memeluk Marsya sambil tangan kanannya mengelus rambut Marsya. "Iya, Reval. Sekali lagi terima kasih, ya. Kamu sudah menolongku," ucap Marsya, "emm, tapi ...." Marsya tidak melanjutkan kata-katanya. "Kenapa?" tanya Reval khawatir. "Aku takut pulang, Reval. Bapak mau ...." "Sudah kamu pulang saja, tidak apa-apa kamu aman," ucap Reval lalu mencium kening Marsya. "Aman?" tanya Marsy
"Kita tunggu di sini saja. Aku ingin menunggu Marsya." Reval duduk di kursi. "Baik, Tuan." Farhan ikut duduk di samping Reval. Beberapa menit kemudian Garvin berjalan sambil menarik tangan Marsya. Dia melewati Reval dan Farhan yang sedang duduk dan sama sekali dia tidak menyadari adanya mereka. "Marsya!" Reval bangun dari duduknya. "Kenapa dia membawa Marsya seperti itu?" kesal Reval, "Kita ikuti dia! Awas saja kalau dia macam-macam!" Reval berjalan mengikuti Garvin secara pelan agar Garvin tidak mengetahuinya. "Hati-hati Tuan jangan sampai Mr. Garvin tahu kita mengikutinya." "Hhhmmm." Reval berjalan sambil memicingkan matanya. Reval kemudian berhenti dan memperhatikan Garvin yang sudah berada di depan mobil. "Berengsek! Kasar sekali dia!" Reval mengepalkan tangannya lalu melangkah. "Tuan ... jangan gegabah. Kita lihat saja dulu. Kita
"Honey, sepertinya mantan suamimu sedang cemburu." Garvin menatap tajam Reval sambil berbisik kepada Marsya. "Reval?" kaget Marsya lalu matanya mencari keberadaan sang mantan suami. "Kita temui dia." Garvin meraih tangan Marsya lalu menggenggam jari jemari Marsya. "Buat apa?" Marsya menahan langkahnya dan berusaha melepaskan tangannya dari Garvin. "Sudah kita temui dia!" Garvin tetap berjalan membawa Marsya. Marsya ingin sekali menolak. Dia tidak ingin membuat sang mantan suami sakit hati melihat dirinya bersama Garvin. "Reval maafkan aku, aku tidak mau seperti ini." Marsya berbicara dalam hati sambil mengikuti Garvin. "Hai, Reval," sapa Garvin setelah berada di hadapan Reval. Reval menundukkan kepalanya lalu menatap Marsya. "Tahan, Reval jangan memperlihatkan kemarahan dan kecemburuan di mata bule berengsek ini!" batin Reval. "Asisten Farhan," sapa Garvin. Mr. Garvin." Farhan menundu
"Ibu sebenarnya sudah menyadarinya. Cuma Ibu ingin kamu yang bercerita sama Ibu. Kalau Ibu yang bertanya duluan kamu tidak akan mungkin menjawab jujur," kata Bu Tasya "Iya, Bu. Marsya belum siap bercerita sama Ibu. Cuma Marysa juga tidak mungkin pendam sendiri. Apa lagi bapak sudah ikut campur dan malah memaksa Marsya untuk merayu Mr. Garvin. Marsya tidak mau, Bu. Merayu salah tidak merayu pun salah," ucap Marsya lalu menghela napas pelan."Kamu minta tolong sama tuan Reval. Kamu putuskan hubunganmu dengan Mr. Garvin. Kamu, 'kan tidak mencintai Mr. Garvin. Kamu tuh cintanya sama tuan Reval. Iya, 'kan?" Marysa mengangguk lalu tersenyum. "tapi Marsya bingung, Bu. Marysa tidak mungkin memutuskan hubungan Marsya dengan Mr. Garvin. Ini sudah pilihan Marsya. Mr. Garvin memberikan pilihan yang aneh sama seperti Bapak," kesal Marsya. "Aneh bagaimana maksudnya?" tanya Bu Tasya. Marsya kemudian menceritakan awal mula dia harus menjadi pacar M
Reval sudah berada di ruangan rapat. Kedua matanya langsung menatap tajam ke arah Garvin yang sedang duduk di meja sebelah kiri. Tatapannya bagaikan elang yang akan memangsa buruannya. "Kamu tidak akan lama bersama Marsya. Lihat saja Garvin. Kamu boleh sombong di hadapanku untuk saat ini dan kesombonganmu tidak akan lama." Reval berbicara dalam hati sambil mengepalkan kedua tangannya. "Tuan Reval! Silakan dimulai," bisik Karin. "Hhhmm." Reval hanya berdeham dan tatapannya masih kepada Garvin. Garvin pun malah membalasnya menatap Reval sambil tersenyum. "Ada yang sedang terbakar cemburu sepertinya," batin Garvin. Sementara Farhan hanya bisa menghela napas pelan. Dia kemudian memperhatikan Reval dan menggelengkan kepalanya kepada sang CEO. Reval pun mengerti melihat Farhan seperti itu. Dia kemudian menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya. Keadaannya sudah bisa terkontrol dan Reval memulai rapatnya. ***
Marsya membelalakkan matanya ketika secara tiba-tiba Reval langsung bertanya ke inti permasalahan. Dia meremas-remas tangannya sendiri. Tenggorokannya seakan tercekat dan dia tidak berani menatap Reval. "Kenapa diam saja? Ayo, jawab, Marsya!" Reval menatap tajam wajah Marsya yang sedang menunduk.Dada Reval kembang kempis dan dirinya benar-benar emosi. Namun, sebisa mungkin dia menahan emosinya di hadapan Marsya. Sementara Farhan memperhatikan Marsya secara seksama. Dia pun ingin bertanya, tetapi dia tidak ingin ikut campur. "Marsya!" panggil Reval lalu menggelengkan kepalanya, "Aku yakin ada sesuatu yang tidak beres. Makanya kamu seperti ini, ada yang mengancammu, 'kan?" tanya Reval mengintimidasi. Marsya langsung mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan sang mantan suami. "Tidak ada. Siapa yang mengancamku? Itu memang keinginanku. Waktu kamu pergi, di situ aku berpikir. Sepertinya aku salah jika harus dekat kembali denganmu. Aku t