“Kenalkan namaku Mawar.Aku seorang kupu-kupu malam. Jalan hidupku yang begitu pahit dan terasa getir serta rumit, sudah aku rasakan sepanjang perjalanan dan kisah yang aku lalui di sini. "Kisah dan perjalanan hidup yang penuh liku-liku dan juga begitu keras harus aku lewati. Menjalani kehidupan nyata hanya untuk bertahan hidup di ibu kota, yang bernama Jakarta. Inilah kisahku.................... Warna bibir merah merona, berwajah manis dan bermata biru, tinggi semampai berbadan langsing. Ya, Itulah gambaran sekilas sosok diriku. Aku terlahir dari keluarga tidak mampu yang hanya bisa bersekolah sampai lulus sekolah dasar saja, dikarenakan beratnya biaya pendidikan yang membuat leher tercekik. Kami orang-orang yang tidak mampu membelinya hanya bisa gigit jari dengan semua kenyataan pahit. Aku anak tunggal, dibesarkan di desa terpencil dengan kasih sayang Ibu dan Ayahku yang memang banyak mengajarkan aku arti hidup dengan menerima kenyataan dan tak
“Dimanaaaa Om…?” “Sudah Om transfer uangnya..?” Sahutku pagi itu menyapa pria semalam yang berhasil mengencaniku. Sembari berucap manja. Membuat siapa saja laki-laki yang mendengar suara manjaku itu pasti akan seketika tertarik padaku dan akan menganggap aku adalah wanita cantik, seksi dan menawan. “Sudah Mawar sayanggg." "Jangan seperti itu dong…..” “Om lagi kerja nih…” Ucap laki-laki yang sudah beranak satu itu padaku. Menyuruh aku untuk berhenti bicara seperti itu lagi, melakukan hal yang menurutnya begitu menggoda karena kata-kata dan sikap manjaku itu. “Oom….....! “Tapi, aku mau shoppinggg” Ucapku dengan nada lagi-lagi begitu mesra pada laki-laki itu. “Sudah Om kirim kok sayangggg……” “Jangan begitu ya," "Oom lagi di kantor, Nanti jika didengar orang bisa bahaya loh, heheee.....” Laki-laki itu cen
"Kalian tentunya ingin tahu masa laluku bukan…..?” “Mari aku ceritakan kembali kisah pahit ini. Kisah sepanjang perjalanan hidupku!” Mencari tahu kenapa nasib dan jalan takdir diriku seperti ini sekarang. Sebelum…, kalian benar-benar memvonis dan menganggap aku buruk di mata kalian. Menganggap aku hanyalah sebagian sampah masyarakat atau sampah jalanan yang tak punya arti dan manfaat. “Mari duduk denganku," "Akan aku beberkan kisah ini satu persatu!” Aku tak tahu harus memulainya dari mana. Terlalu pahit semua yang akan aku ceritakan. Semua memang harus aku ungkapkan, agar suatu saat aku tetap tabah dalam melangkah dan menjalani hidup yang keras ini. Dapat memetik pelajaran berharga dari apa yang namanya kisah pahit dan pengalaman hidup yang terus mengajarkan diriku untuk tetap pasrah dan tetap tabah menjalaninya. Mengulang masa lalu….? "Ya, tentu saja. Masa lalu yang aku anggap sebagai misteri d
“Ini untukmu…!” Cantika berkata, sembari memberikan sesuatu padaku yang aku tidak ketahui barang apa itu sebenarnya. “Apa ini…..?” Aku seketika berkata pada Cantika malam itu. Penasaran sekali menanyakan benda apa yang diberikan cantika padaku. Kami berjalan untuk menuju sebuah tempat dunia malam. Tepat di sebuah jalan dekat gedung pertunjukan kami berhenti saat itu, gedung yang jika siang hari digunakan untuk berbagai kepentingan umum. Tapi jika malam hari, tempat itu berubah sepi. Hanya terlihat beberapa kendaraan melintas serta remang-remang cahaya lampu penerangan jalan, terlihat sudah rusak sebagian oleh tangan-tangan jahil. “Bodoh sekali kau..!” “Kau tak tahu itu apa……?" “Astaga.....,Hahaha. Kemana saja hidupmu selama ini…….?” Cantika hari itu tertawa dengan puasnya, tertawa dengan pertanyaan diriku yang dianggapnya sangat bodoh dan tak pantas untuk ditanyakan. Begi
Aku mencoba berdiri bangkit dari halte tempat aku berteduh, menghampiri temanku Cantika yang aku lihat telah berdiri di pinggir jalan raya. Tempat itu masih terlihat kendaraan roda dua atau roda empat melintas. Terkadang, aku berpikir dalam hati tentang bahaya yang mengancam jiwa. Bisa saja kami terserempet kendaraan yang lalu lalang di jalanan itu yang tak ada etika mengebut dengan kecepatan tinggi, melihat peluang jalan yang begitu lenggang. Seolah, jalan raya umum adalah sirkuit balap bagi mereka. Terpikir dalam benak serta pikiranku. Tentang orang-orang jahat yang tak akan aku duga melintas di tempat itu, apalagi jika keadaan malam hari seperti saat ini, tingkat kejahatan tentunya semakin rawan mengingat orang-orang yang sekarang semakin sulit mendapatkan pekerjaan, menghalalkan segala cara hanya untuk mencari harta. Sering kali remaja berumur lewat di tempat kami menjalani pekerjaan kotor itu. Sekedar mampir atau menggoda, “Aku takut
Gedung pertunjukan itu berlantai dua dengan halaman luas yang telah di aspal kasar di bawahnya. Hanya terlihat dari jauh gedung itu, tepatnya sekitar sepuluh meter dari jalan raya tempat kami berdiri. Ada gerbang masuk yang memang tak terkunci, penjaga gedung mungkin sudah maklum dengan kami yang mencari nafkah di area saa. Terlihat cuek dan acuh dengan segala aktifitas malam kami. Mungkin, penjaga gedung itu hanya berpikir yang penting kami tidak mengganggunya. Jalan itu simpang tiga tepatnya, pada bagian tengah kami berdiri tepat di pinggir jalan raya. Ada tiga jalur terbagi. Bagian tengah jalan terdapat pembatas yang seolah membelah jalan yang terbagi menjadi dua arus. Arus balik kendaraan dan arus pergi kendaraan. Di tengahnya terdapat beberapa tanaman yang berdiri di atas trotoar, terlihat layu dalam jambangan. Di bawah trototar hanya terlihat remang-remang cahaya yang terkena sorot malam lampu penerangan jalan yang sudah sebagian rus
Disaat aku duduk di sana, aku lihat pria pemilik mobil itu membuka kaca mobilnya. Dari halte usang itu, aku lihat dia memanggilku. Disaat itu aku belum berani dan masih terlihat ragu dan takut. Sejenak hatiku berontak, aku mencoba berdiri untuk melawan rasa malu, aku memaksa langkah kakiku berjalan ke arah mobilnya demi untuk bertahan hidup. Benar juga kata cantika, mau sampai kapan aku duduk di halte ini. Bagaimana hidupku esok hari dan seterusnya, kalau aku masih bertahan dengan rasa malu dan ketakutan yang saat itu melanda. Tampilannya keren dengan sedikit brewok di dagu, bermata sipit bertubuh kekar sempurna, terlihat rapi dengan kemeja hitam. Ya, pria berumur, kira-kira umur empat puluh tahunan. “Ayo masuk…,” kata pria itu seraya membuka pintu mobil, menyuruhku masuk ke dalam mobil miliknya malam itu. Aku pun menurut saja perkataan pria itu yang lebih layak dipanggil Om. Daripada tak makan dan hanya membuang waktu di
“Om, udah yah. Ini udah jam setengah empat.” “Aku takut temanku akan mencariku nanti,” “Maklum, aku baru di sini,Aku tak mau temanku cemas dan marah padaku, kalau aku terlambat pulang…” Aku berkata pada pria yang bertubuh gempal serta berisi. Pria yang tentu saja masih memeluk erat diriku di atas tempat tidur empuk, tepat di dalam kamar hotel yang dia sewa malam itu. Terasa sangat erat pelukannya, seakan tak mau melepas dekapan hangat yang aku rasa semakin nyaman. Tetapi apa daya, aku tak mau membuat Cantika temanku khawatir. “Aduhhhh…, bagaimana ini?” pikirku saat malam itu. “Kalau aku tak segera pergi dari hotel ini? bagaimana cantika mau percaya padaku lagi. Cantika yang telah mengajarkanku bertahan di ibu kota yang kejam serta keras ini. Tak kuasa aku hari itu di dalam cengekraman pria ini. Aku rasa begitu kuat badan pria itu, semakin lama seakan mendekapku semakin erat, tak mau lepas lagi. “Kamu tuh hebat…!” Ka