Beranda / Young Adult / Diasuh Bos Besar / Bab 4. Alasan Mangkir

Share

Bab 4. Alasan Mangkir

Penulis: Maemoonah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-04 20:28:19

Waktu terus berjalan. Tanpa terasa, sudah 30 menit berlalu. Di ruang loker wanita, Alisa hanya diam duduk terpaku memandangi Kartu Pelajarnya yang menunjukkan kalau usianya saat ini masih 16 tahun. Memang belum layak untuk bekerja. Sedangkan usia 17 tahunnya baru enam bulan lagi.

“Ternyata usiaku memang belum layak untuk bekerja.” Desahnya memendam sedih.

“Lantas aku harus bagaimana? Kalau ketahuan bagaimana? Apa Tuan Malik akan melaporkanku pada Bos Besar? Tapi, Marlena sudah bilang ke Pak Riko kalau usia kami sama.” ucapnya resah tiada akhir. Membuatnya tak kunjung beranjak dari kursi loker.

Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22.10 wib.

Di ruang VIP karaoke, Tuan Ibnu Malik duduk resah, tidak sabar menunggu Alisa. “Kemana gadis itu.”

Tangannya bergerak menelpon Riko. “Riko! Suruh segera kesini, si Lisa itu! Dia pamit ke loker untuk mengambil KTP hampir satu jam yang lalu.” Titah sekaligus lapornya pada bawahan.

Riko terlonjak kaget dari kursinya, begitu mendengar laporan dari Bosnya tersebut. “Apa Bos? Dari tadi Bos sendirian disana gara-gara menunggunya? Astaga! Kenapa tidak menyuruh saya saja? HRD punya banyak kunci cadangan.”

“Itu tidak etis, Riko! Bawa saja dia kesini! Sekarang!” perintah Tuan Malik dengan tidak sabar.

“Siap, Bos!”

Dengan terburu-buru, Riko bergerak menuju ke loker wanita yang ada di lantai bawah, untuk mencari Alisa.

Begitu sampai disana, Riko jadi kelabakan. Ternyata ia menemukan, Alisa dan Marlena sudah berganti pakaian, dan bersiap untuk pulang.

“Tunggu dulu kalian! Jangan pergi dulu!” Teriak Riko ketika mereka hampir keluar dari loker.

Keduanya sontak menoleh ke arah datangnya suara. Wajah Alisa tampak pucat pasi begitu melihat kehadiran manajer operasional klub malam yang berjalan mendekat.

Alisa menggamit tas kecil miliknya. Ia tahu, pasti Riko ingin meminta KTP-nya. Berdasar pada kecurigaan dari tamu member VIP-nya, Tuan Malik.

“Ada apa Pak manajer? Apa tugas kami belum selesai?” Marlena berjalan mendekati Riko. Menuntut penjelasan darinya.

“Tugasmu sudah selesai, Lena sayang! Tapi tugas temanmu itu yang belum.” Tunjuk Riko ke arah Alisa. Wajahnya seketika berubah galak.

Cukup terkejut juga Marlena mendengar pengakuan dari Manajernya. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Alisa. “Benarkah kamu belum selesai dengan tugasmu, Liz?”

“Tugasku didepan lobby sebagai Frontline girl sebenarnya sudah selesai, Lena! Hanya saja ini tugas tambahan dari Pak Riko.” Jelas Alisa dengan jujur pada teman akrabnya. Ia tidak ingin terjadi kesalah-pahaman antara dirinya dengan sahabatnya.

Kini Alisa menatap ke arah Riko dengan wajah gemas. “Bukankah sesuai dengan kesepakatan kita sebelumnya, Pak Riko! Bahwa saya diperbolehkan pulang pukul 10 malam.” Kata Alisa membela diri.

“Benar sekali kamu diperbolehkan pulang jam 10 malam sesuai kesepakatan kita sebelumnya, Lisa! Masalahnya, kamu bahkan belum melaksanakan tugasmu dengan semestinya. Bagaimana bisa kamu menelantarkan tamu member VIP kami di ruangan VIP Karaoke selama satu jam? Kemana saja kamu selama itu?”

Tanpa ragu Riko membeberkan perbuatan Alisa yang berani mangkir dari tugasnya, didepan Marlena.

Bagai disambar petir di siang bolong, Marlena begitu shock mendengarnya. “Apa??? Kamu berani menelantarkan tamu member VIP Klub diruangan VIP karaoke? Bagaimana bisa kamu berbuat seperti itu, Liz?” Tanya Marlena dengan murkanya.

“Kamu tadi ngotot-ngotot minta dicarikan kerja ditempat ini. Sekarang, giliran sudah diberi kerja, Kamu malah melarikan diri. Kamu benar-benar tidak bertanggung-jawab!” Tambah Marlena tidak percaya. Dia bahkan tidak ragu untuk memperingatkan sikap teman akrabnya tersebut, yang menurutnya sudah keterlaluan.

Tatapan Riko terkesan mencemooh Alisa. Kini ia tidak perlu susah-susah memarahi Alisa, karena tugasnya itu sudah digantikan oleh Marlena.

Alisa jadi serba salah dan merasa menyesal. Kalau tahu jadinya seperti ini, mending ditolak saja tawaran Riko tadi.

“Bukan begitu, Lena. Ini tugas tambahan. Aku hanya dimintai tolong oleh Pak Riko untuk membantunya. Jadi wajar saja kalau aku...”

“Sudahlah! Jangan bikin aku malu, Liz! Kamu sudah menyanggupi pekerjaan itu. Maka seharusnyalah kamu bertanggung-jawab dengan keputusanmu. Selesaikan dulu tugasmu! Baru kamu boleh pulang! Jangan pernah mangkir lagi!” Ungkap perasaan Marlena cukup emosional, sembari memberi peringatan.

Harus bagaimana lagi Alisa menjelaskan pada teman akrabnya tersebut. Padahal sekarang sudah lewat jam 10 malam. Ia khawatir sang nenek akan mencarinya.

“Ya sudah, Aku pergi dulu. Jangan khawatir soal nenekmu, aku akan bilang kalau kamu tidur di rumahku.” Marlena menambahkan. Seakan ia tahu apa yang ada didalam pikiran Alisa.

Alisa diam tidak bereaksi. Ia menunduk pasrah.

Marlena kemudian menatap ke arah Riko. “Titip temanku ya, Pak Manajer! Dan jangan lupa upah dia hari ini. Biar dia bisa pulang naik taksi.” Marlena mengingatkan kewajiban Riko.

Senyum tipis diberikan Riko untuk Marlena. “Tentu saja, Marlena sayang!”

“Tapi, Lena! Gimana kalau tugasku tidak kunjung selesai?” seru Alisa ke arah Marlena yang sudah mulai melangkah pergi.

“Kalau begitu, Bersabarlah, Liz! Tidak ada pekerjaan yang tidak ada akhirnya. Semua tergantung kamu. Mau diselesaikan atau digantung.” jawab Marlena tidak perduli.

Sambil memegang tas wanita yang tersampir di pundak, Marlena meninggalkan Alisa sendiri bersama Riko. “Maafkan aku, Liz! Aku hanya ingin mengenalkan padamu, bagaimana kerasnya dunia kerja di malam hari.”

“Tenang aja! Kamu pasti akan tersenyum lebar setelah tahu berapa banyak penghasilanmu dalam semalam di tempat itu.”

Sambil mengulum senyum, Marlena memacu kencang motor maticnya yang mewah dan mahal. Menembus kencangnya angin dan pekatnya malam.

Riko melempar kasar tubuh Alisa ke dalam ruang VIP karaoke usai membuka pintunya. Kemudian menutupnya dengan cepat.

“Selesaikan tugasmu, sana!”

Alisa sampai jatuh nyungsep disambut lantai, saking kerasnya lemparan. “Mentang-mentang tubuhku kecil, semua orang pada seenaknya memperlakukanku.” Dengusnya dengan jengkel lalu berusaha bangkit.

“Kemana saja kamu!”

Suara bariton seorang laki-laki sangat dewasa menggema di ruangan. Nadanya tegas dan menuntut.

Alisa pura-pura membersihkan debu pada dress yang digunakannya. Terusan selutut dengan kerah sabrina motif bunga-bunga yang sebelumnya ia pinjam dari Marlena. Rambut panjangnya yang hitam kemerahan karena paparan matahari, tergerai kusut menutupi bahunya yang terbuka. “Maafkan saya, Mister! Karena sudah membuat anda menunggu lama.”

Dengan wajah tertunduk, Alisa meminta maaf pada tamu member VIP klub yang sengaja ditinggalkannya karena takut ditinggal Marlena pulang.

“Tidak masalah, selama kamu kembali, saya tidak akan menuntut.” Cukup lega hati pria dewasa didepannya, saat mendengar untaian kata penyesalan yang meluncur dari bibir mungil Alisa.

Tidak ingin membuang-buang waktu percuma, Alisa meraih remote televisi dan mulai menggulir lagu. “Tuan mau menyanyi lagu apa? Pop, dangdut, rock, slow rock, jazz, hip-hop rap atau tembang kenangan?” tawar Alisa tanpa menatap ke arah tamunya yang terus menatapnya. Ia jadi merasa canggung.

“Kamu ganti  baju?” Tanya Tuan Malik yang tidak menghiraukan pertanyaannya. Ia justru memperhatikan penampilan Alisa yang terlihat beda dari sebelumnya. Tidak seperti gadis SMP lagi. Melainkan lebih feminin, dewasa dan... cantik.

Alisa mendengus kesal. “Ya. Itu karena saya tadi mau pulang bersama Marlena, Mister! Sudah jam 10 malam lebih. Besok saya harus sekolah. Pak Riko juga sudah berjanji pada saya. Apalagi kaki saya sedang sakit, terkilir saat jatuh di teras tadi. Ulah dua pengawal anda yang arogan itu!” tanpa rasa takut, Alisa menceritakan semua ganjalan di hatinya pada Tuan Malik.

“Bukankah saya sudah meminta maaf tadi. Apa itu belum cukup?”Jawab Tuan Malik dengan santai, lalu menenggak air mineral dalam kemasan botol kaca yang sudah disediakan di meja sejak awal.

“Belum cukup! Kalau hanya sekedar omongan saja, siapa yang nggak bisa. Saya perlu bukti atau kompensasi. Anda harus mengobati kaki saya yang terkilir ini sampai sembuh. Baru itu namanya impas."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diasuh Bos Besar   Bab 56. Ally dan Penyusup

    Seringai ganjil terukir disudut bibir Andika. “Kamu bilang aku mau apa?”Kepala Alisa mengangguk ngeri. “Iya. Kamu mau apa, Dika? Kamu sudah berjanji tak akan menggangguku lagi.”“Kita belum tanding bilyard. Jadi, masih ada waktu seminggu untuk mengganggumu, gadis licik!”“Lepaskan aku! Bukankah kalian semua tidak mengharapkan kehadiranku disini.” Tangan Alisa bergerak ingin melepaskan diri dari cekalan tangan Andika.“Siapa yang bilang? Dennis malah bilang, kamu mau jadi pasangan menariku.” Andika tidak ingin melepaskan tangan Alisa, sebelum tercapai kata sepakat, yang tentu saja lebih menguntungkannya.“Itu ide Dennis sendiri, Dika! Aku gak mau menari lagi. Dari tadi aku di tempat ini. Capek! Aku mau pulang.” Alisa beralasan. Pandangan matanya kini tertuju ke arah Nadia yang menatapnya begitu sinis, penuh dengan perasaan cemburu yang membuncah. “Gimana kalau kamu berpasangan saja dengan Nadia. Dia cantik dan lebih tinggi dari aku. Kalian terlihat sangat cocok.” Wajah Nadia seketika

  • Diasuh Bos Besar   Bab 55. Dia Bukan Tuan Malik-Ku

    Akhirnya, jadi juga Tuan Malik menelpon Pak Hendro anak buahnya, sekaligus supir pribadi Alisa untuk mengklarifikasi keberadaan gadisnya tersebut, sekaligus memerintahkannya agar bersiap diri didepan teras lobby Klub, karena Alisa sebentar lagi akan pulang.Usai menelpon, sungguh ia tidak menyangka, bila Marlena masih bisa mengenalinya meskipun dari jarak yang cukup lumayan jauh. Dan ia semakin panik ketika melihat Alisa berjalan persis dibelakang Marlena. Menuju ke arah tangga jembatan besi, dimana saat ini dirinya berada.“Pengawal! Cepat tutupi saya! Jangan biarkan orang lain mendekat apalagi menyentuh saya! Saya mau turun sekarang!” Perintahnya pada semua pengawalnya yang berjumlah enam orang itu, termasuk Thomas si Kepala pengawal.Sembari memberi perintah, kakinya melangkah tergesa melewati lantai jembatan besi, tangannya bergerak cepat mengenakan masker dan memakai kacamata hitamnya. Terus melangkah menuruni tangga besi.“Bos... Bos... Tunggu aku, Bos?” Teriak Marlena tidak

  • Diasuh Bos Besar   Bab 54. Pengaruh Kekuasaan Pemimpin

    Senyum lebar menghiasi wajah Alisa yang belakangan ini jarang tersenyum, apalagi tertawa lepas seperti saat ini. Bersama Farel, selalu membuat hatinya yang awalnya tidak baik-baik saja selalu berubah drastis menjadi lebih baik dan lebih indah. Pria tampan dengan rambutnya yang sengaja dipanjangkan dan tampak sederhana itu, selalu mampu membuat hatinya ceria. Tak perduli apa pun masalah yang tengah dihadapinya, Farel selalu tulus membantu. Walau sering kali sikap menggodanya itu lebih dominan, namun tidak mengurangi keseriusannya dalam bertindak.Wajah ceria Alisa dan Farel yang saat ini tengah menari penuh suka cita di lantai dansa, tampak berbanding terbalik dengan wajah yang saat ini terlihat serius memperhatikan mereka diatas sana.Guratan kemarahan tersirat dari sorot matanya yang berkilat. Perasaan cemburu membara hingga menyesakkan dada. Pemandangan itu sungguh membuat darahnya mendidih.Ingin sekali ia mengumpat dan menghajar pemuda yang sudah berani menggoda gadis yang sudah

  • Diasuh Bos Besar   Bab 53. Bersenang-Senang Bersama

    Didalam kantornya yang berada di lantai 5 gedung Sugar Babe Night Club, Tuan Malik memandang gelisah ponselnya yang tergeletak diatas meja. Tak biasanya ia segelisah ini memikirkan seseorang. Dan seseorang yang membuatnya gelisah adalah Alisa. Biasanya ia akan menelpon Pak Hendro, supir pribadi Alisa, hanya untuk menanyakan keberadaannya, dan memastikan bahwa gadis itu benar-benar berada di sekolah ataupun di rumah, bukan di tempat lain. Kalaupun tidak sempat atau sedang sibuk, ia hanya perlu melihatnya melalui GPS yang terpasang di nomor ponsel Alisa ataupun melalui kendaraan pribadinya yang terhubung langsung ke ponsel miliknya.Namun hari ini, Ia belum sama sekali melakukan semua rutinitas hariannya itu. Semenjak dirinya melarikan diri dari rumahnya sendiri, gara-gara rasa bersalahnya yang teramat dalam pada Alisa. Dan memutuskan untuk menempati Apartemennya saja yang jarang ia tempati. Tidak ingin melamun sedih meratapi kesendiriannya, ia pun memanggil Riko melalui telpon ex

  • Diasuh Bos Besar   Bab 52. Member Baru VIP

    Lampu warna-warni yang menyorot ruang lobby utama, menyambut langkah kaki dua gadis cantik yang berpakaian cukup seksi. Alisa yang malam ini mengenakan sweater rajut kerah V, rok mini lipit dari bahan wool, stoking jala, serta sepatu boots dari bahan perca suede, terlihat lebih dewasa dari usianya.Sedangkan Marlena sendiri, dengan blus offshoulder dari bahan viscose, celana pendek dari bahan sutra, serta sepatu bertali pita kulit warna hitam, membalut tubuh sintalnya hingga tampak semakin seksi.Keduanya berjalan penuh percaya diri dengan kepala sedikit mendongak keatas. Sekali-kali berlagak seperti orang kaya boleh khan?“Permisi, Kak?” Seru Alisa sambil berjalan mendekati meja resepsion. Menyapa lebih dahulu.Petugas resepsionis yang tengah sibuk didepan meja komputer, segera mengalihkan pandangannya menuju ke asal suara. Pantulan cahayanya begitu berkelas, karena hampir semua dindingnya terbuat dari kaca serta cermin.“Selamat malam. Sudah reservasi belum, Kak?”Sapa dan tanya pe

  • Diasuh Bos Besar   Bab 51. Rencana Bersenang-Senang di Klub Malam

    Tak ingin masalah pribadinya diketahui oleh petugas yang berjaga di ruang UKS, Alisa pun menyanggupi permintaan Andika. Apalagi dirinya kini sudah terbebas dari hukuman rumah. Jadi, Tuan Malik pasti tidak akan mempermasalahkannya, pikirnya sejenak.“Baiklah, Dika! Aku terima tantanganmu! Tapi beri aku waktu seminggu untuk persiapan!” Setengah terpaksa, Alisa menerima tantangan Andika, namun dengan syarat.Kepala Andika mengangguk setuju. “Setuju! Kita Deal!” Kepalan tangannya diulurkan ke arah Alisa dari kejauhan.“DEAL!” Angguk Alisa singkat sambil membalas kepalan tangan Andika dari kejauhan. Setelah kesepakatan terbentuk, Andika berbalik, kemudian melangkah pergi meninggalkan Alisa yang masih dalam pemeriksaan petugas UKS.Saat istirahat, Alisa mendatangi kelas Marlena yang tumben tidak sedang berada di kantin. Mengajaknya untuk mencari tempat yang sepi dengan duduk dipojokan kelas. Ia mulai curhat mengenai perbuatan Tuan Malik semalam. Tak disangka, Marlena juga balik curhat pada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status