LOGINSenyum tipis tersungging di bibir tamu VIP yang tertutup kumis itu.
“Gokil juga gadis ini. Dia bahkan tidak takut sedang berhadapan dengan siapa.” Bathin Tuan Malik terheran-heran, tidak menyangka bila gadis didepannya itu begitu berani dan percaya diri. Ia meletakkan kembali minuman kemasan botol kaca premium diatas meja. Entah kenapa adrenalinnya seketika terpacu saat bersama gadis yang menurutnya masih dibawah umur itu. Keinginan untuk menaklukkan sikap angkuh dan keras kepalanya begitu kuat hingga menyesakkan dada. “Kamu sendiri bagaimana? Saya juga butuh bukti yang bisa menguatkan posisimu kalau kamu memang benar dan layak untuk bekerja di tempat ini. Dengan begitu, saya akan menerima tuntutanmu. Akan saya obati kakimu dan membayar dendamu. Itu kompensasi yang bisa saya tawarkan padamu.” Tatap tajam Tuan Malik ke arah Alisa. “Jadi, bisakah kamu menunjukkan pada saya KTP-mu?” Balas Tuan Malik dengan elegan membalik semua pertanyaan Alisa. DEG! Dengan cepat, Alisa menggamit tas kecil miliknya di ketiak. “Oh iya, Tuan tadi minta lagu apa? Saya tadi tidak dengar. Musik Romantis ya?” jawabnya sengaja mengalihkan perhatian. Ia benar-benar takut ketahuan. Tangannya yang memegang remote tv, dengan acak memutar lagu romantis yang cukup jadul, yang berjudul ‘Since I found you’ dari Cristian Bautista dengan kerasnya. “Since I found you...” Ucapnya sengaja bernyanyi keras. Tidak ingin terkecoh lagi, Tuan Malik dengan perlahan namun pasti mendekat, lalu secepat kilat merampas paksa tas kecil yang terhimpit kuat di ketiak Alisa. Kesabarannya sudah habis menghadapi alasan-alasan kosong Alisa. Begitu kaget luar biasa Alisa, begitu menyadari tas kecil yang dengan segenap daya upaya ia jaga baik-baik, namun akhirnya terlepas juga dari penjagaannya. Dan pelakunya siapa lagi kalau bukan tamu member VIP disebelahnya. Sejak kapan pria kaya itu menjadi pencopet? “Kembalikan tasku, Tuan! Anda sungguh sangat tidak sopan sekali pada saya. Kembalikan...” Teriak Alisa begitu hebohnya sambil tangannya menggapai-gapai keatas. Berusaha merebut tas miliknya. Sambil terus mengangkat tas kecil itu tinggi-tinggi keatas, tangan Tuan Malik menggapai dan mencari-cari keberadaan Kartu identitas milik Alisa didalamnya. Ada satu lembaran kertas yang nyangkut di jemarinya. Dia pun tanpa ragu menarik kertas didalamnya “Kamu hanya bawa uang 5 ribu rupiah?” Ucapnya begitu terkejut saat menyadari lembaran kertas yang dipegangnya. Alisa memang sudah tidak memiliki uang lagi. Uang hasil berjualan gorengan di sekolah sebelumnya, sudah habis untuk mengganti rugi rantang susun plastik milik tetangga yang bolong karena ulah Andika, yang sengaja menyulutnya dengan rokok hingga bolong. Dan sisanya ia serahkan semua pada neneknya untuk modal berjualan di pasar. Meskipun merasa iba, Bos Besar yang mengaku sebagai tamu member VIP Klub malam itu terus mencari-cari benda yang ia incar. Hingga akhirnya ia menemukan lalu mengambil Kartu Pelajar dari dalam tas kecil tersebut. Dan membacanya dengan cepat. “Sudah kuduga, kamu ternyata masih dibawah umur.” Ucapnya dengan tatapan penuh kemenangan, ternyata dugaannya sejak awal memang benar. Ia pun mengembalikan lagi tas kecil beserta kartu pelajar pada pemiliknya. Kembali duduk di sofa sambil sibuk menggunakan ponselnya. “Hallo, Pak Riko, saya Malik Al Fatir, bisa tolong sambungkan dengan Bos anda! ... Ya benar, Bos Besar anda. Saya ingin melaporkan status pegawai anda yang bernama...?” ucapnya pura-pura menelpon Riko. Tuan Malik menatap tajam ke arah Alisa yang terlihat murka itu dan bertanya, “Siapa nama lengkapmu tadi?” “Bukankah Tuan sudah membacanya sendiri barusan? Lagipula, kenapa mesti dilaporin segala sih? Memangnya saya Koruptor? Yang suka nilep uang rakyat?” jawab Alisa kesal. Setelah mengambil kembali barang pribadi miliknya, Alisa pun mendaratkan bokongnya di sofa kulit, lalu melipat kedua tangannya dengan kasar. “Kritis juga jawabanmu. Tapi bukan itu tujuan saya. Saya hanya berusaha meluruskan peraturan pada jalurnya. Tidak ada maksud lain.” Jelas Tuan Malik diplomatis. Ia pun kembali berpura-pura berbicara serius mengenai diri Alisa pada Riko. Semua itu adalah bagian dari rencananya untuk membuat Alisa tidak nyaman dan mundur dengan sukarela. Meskipun suara lagu terdengar keras membahana, namun Alisa bisa mendengar kata demi kata yang terucap lancar dari bibir pria disampingnya. Mendengar penjelasan tersebut, tangan Alisa bergerak cepat mematikan lagu. Hal ini sangat serius, dan pria disampingnya itu ternyata tidak main-main dengan ancamannya. Ia bangkit dari sofa dan berdiri tepat didepan meja Tuan Malik lalu menyampaikan ganjalan didalam hatinya. “Apakah salah, kalau saya bekerja demi meringankan beban keluarga? Tidak bolehkah saya memperbaiki kehidupan keluarga saya agar menjadi lebih baik? Apakah dilarang bila orang miskin bercita-cita menjadi orang kaya?” Cecar Alisa cukup emosional. Sekaligus mempertanyakan dimana letak kesalahannya. “Apalagi saya bekerja atas inisiatif sendiri. Tanpa tekanan apalagi pemaksaan dari pihak keluarga.” imbuhnya membela diri. Tuan Malik menghela nafas panjang. “Bukan pekerjaannya yang salah, melainkan usiamu yang belum layak berada di tempat seperti ini! Ini area khusus dewasa, dan kamu belum waktunya untuk menyelami apalagi menjalani dunia malam seperti ini.” Tidak bosan-bosannya Tuan Malik memberi pengertian pada Alisa. Telinga Alisa terasa berdengung mendengar ceramah malam dari tamu member VIP yang dilayaninya. “Cukup, Mister! Saya muak mendengar ocehan Anda! Jangan merasa sok suci dan sok bersih! Anda sebagai orang kaya, tidak pernah merasakan bagaimana susahnya menjadi orang miskin. Kelaparan, penghinaan sudah menjadi makanan kami sehari-hari.” “Tuan pikir enak disuruh bekerja seperti ini apa? Tidak enak sama sekali! Tapi keadaan yang memaksa saya. Menerima kekerasan dari pengawal-pengawal Anda, bahkan Anda sendiri merendahkan saya! Mau pulang juga tidak bisa, karena tugas belum selesai. Dan gara-gara pekerjaan ini, saya sampai dibenci oleh teman akrab saya, padahal saya sudah menganggapnya sebagai saudara sendiri.” Nafas Alisa turun naik karena tak kuasa menahan luapan emosi. “Kalau anda menginginkan saya untuk tidak bekerja lagi di tempat ini, OKE FINE! I’m Quit Now! Saya akan pergi. Hengkang dari tempat ini secara sukarela. Semoga Anda PUAS!” Usai menyelesaikan kalimat terakhirnya, Alisa menghambur keluar tanpa menoleh lagi kebelakang. Sambil menahan sakit di dada, ia menyeka air matanya yang sudah tak terbendung lagi. Bullshit penghasilan besar! Bullshit jalur orang dalam. Dan Bullshit teman akrab. Ia sudah tidak tahan lagi menghadapi semua orang yang berhubungan dengan Klub malam itu. Mereka semua sepertinya sengaja bersekongkol untuk mempermainkan nasibnya malam ini. Sambil menahan nyeri di kaki, Alisa terus berlari menembus remangnya lampu trotoar dan pekatnya malam. Hari ini, kembali menjadi hari sialnya lagi. Di-dzalimi oleh orang kaya brengsek, di-exploitasi oleh manajer, dan di-benci teman akrab yang sudah dia anggap saudara sendiri. Dan Parahnya, dia malah pulang tidak membawa uang sepeser pun. Sia-sia sudah usahanya sejak petang tadi. Sementara itu, di tempatnya, Tuan Malik menyugar rambutnya kasar. Tertegun beberapa saat, menyesali perbuatannya. Ia sadar telah bersikap keterlaluan pada Alisa. Sungguh, dia tidak berniat melarang gadis yang sempat menjadi pemandunya tadi, untuk bekerja di tempatnya demi memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Hanya saja dia belum waktunya. Ia mengambil ponsel dan mulai melakukan panggilan ke nomor Riko. “Riko, coba kamu cari lagi gadis itu di loker! Kalau dia ingin pulang, biarkan saja! Jangan lupa berikan salary-nya hari ini.” Titahnya pada Riko. Nada suaranya sedikit bergetar, terdengar begitu mengkhawatirkan Alisa. Dahi Riko berkerut. “Jadi, si Lisa itu melarikan diri lagi?” ucapnya tidak suka. “Bos mau kasih harga berapa untuk jasa pelayanannya malam ini? Tarif LC sekelas Alisa itu hanya kisaran 100 ribu per service, Bos!” “Jangan 100 ribu, Riko! Itu terlalu murah. Beri dia 1 juta. Ditambah upah kerjanya didepan lobby tadi 500 ribu. Dan berikan kompensasi atas insiden tidak menyenangkan didepan lobby tadi sebesar 10 juta untuknya. Kakinya cedera gara-gara insiden tersebut.” Ucapnya dengan rinci pada anak buahnya. “Banyak sekali, Bos! Harga segitu biasanya sekelas artis. Nanti Marlena cemburu bagaimana?” Riko terkesan keberatan dengan keputusan yang diambil Bosnya tersebut. Heran juga Tuan Malik mendengar komentar miring dari manajer operasionalnya mengenai rincian gaji tetap yang akan diberikan Alisa nanti. “Kenapa menurutmu Marlena mesti cemburu dengan kisaran gaji yang akan diterima Alisa? Apa hubungannya?” Riko jadi kelimpungan mendapat pertanyaan balik seperti itu dari Bosnya. “Maafkan saya Bos! Saya kira Bos menyukai Marlena selama ini.” Dari balik ponsel, Tuan Malik mengulum senyum. “Saya memang menyukai Marlena dengan kapasitasnya sebagai penari profesional. Dan saya juga menyukai temannya karena kagum akan Keberanian dan Kegigihannya. Intinya, saya menyayangi semua pegawaiku yang memiliki talenta atau nilai plus di mataku.” Jelas Tuan Malik panjang lebar pada Riko. Anggukan kepala diberikan Riko karena kini semuanya menjadi jelas. “Jadi begitu rupanya. Saya mengerti sekarang, Bos! Kalau begitu, akan saya cari si Lisa sekarang!” “Baiklah. Urus semuanya sampai beres. Saya harus kembali ke rumah. Mau istirahat. Jangan lupa beritahu saya perkembangannya besok! Saya seminggu disini.” Perintahnya dengan jelas. “Siap, Bos!” Usai mendengar ucapan Riko, Tuan Ibnu Malik segera memutus panggilannya dan memanggil semua pengawalnya untuk bersiap kembali ke kediamannya.Seringai ganjil terukir disudut bibir Andika. “Kamu bilang aku mau apa?”Kepala Alisa mengangguk ngeri. “Iya. Kamu mau apa, Dika? Kamu sudah berjanji tak akan menggangguku lagi.”“Kita belum tanding bilyard. Jadi, masih ada waktu seminggu untuk mengganggumu, gadis licik!”“Lepaskan aku! Bukankah kalian semua tidak mengharapkan kehadiranku disini.” Tangan Alisa bergerak ingin melepaskan diri dari cekalan tangan Andika.“Siapa yang bilang? Dennis malah bilang, kamu mau jadi pasangan menariku.” Andika tidak ingin melepaskan tangan Alisa, sebelum tercapai kata sepakat, yang tentu saja lebih menguntungkannya.“Itu ide Dennis sendiri, Dika! Aku gak mau menari lagi. Dari tadi aku di tempat ini. Capek! Aku mau pulang.” Alisa beralasan. Pandangan matanya kini tertuju ke arah Nadia yang menatapnya begitu sinis, penuh dengan perasaan cemburu yang membuncah. “Gimana kalau kamu berpasangan saja dengan Nadia. Dia cantik dan lebih tinggi dari aku. Kalian terlihat sangat cocok.” Wajah Nadia seketika
Akhirnya, jadi juga Tuan Malik menelpon Pak Hendro anak buahnya, sekaligus supir pribadi Alisa untuk mengklarifikasi keberadaan gadisnya tersebut, sekaligus memerintahkannya agar bersiap diri didepan teras lobby Klub, karena Alisa sebentar lagi akan pulang.Usai menelpon, sungguh ia tidak menyangka, bila Marlena masih bisa mengenalinya meskipun dari jarak yang cukup lumayan jauh. Dan ia semakin panik ketika melihat Alisa berjalan persis dibelakang Marlena. Menuju ke arah tangga jembatan besi, dimana saat ini dirinya berada.“Pengawal! Cepat tutupi saya! Jangan biarkan orang lain mendekat apalagi menyentuh saya! Saya mau turun sekarang!” Perintahnya pada semua pengawalnya yang berjumlah enam orang itu, termasuk Thomas si Kepala pengawal.Sembari memberi perintah, kakinya melangkah tergesa melewati lantai jembatan besi, tangannya bergerak cepat mengenakan masker dan memakai kacamata hitamnya. Terus melangkah menuruni tangga besi.“Bos... Bos... Tunggu aku, Bos?” Teriak Marlena tidak
Senyum lebar menghiasi wajah Alisa yang belakangan ini jarang tersenyum, apalagi tertawa lepas seperti saat ini. Bersama Farel, selalu membuat hatinya yang awalnya tidak baik-baik saja selalu berubah drastis menjadi lebih baik dan lebih indah. Pria tampan dengan rambutnya yang sengaja dipanjangkan dan tampak sederhana itu, selalu mampu membuat hatinya ceria. Tak perduli apa pun masalah yang tengah dihadapinya, Farel selalu tulus membantu. Walau sering kali sikap menggodanya itu lebih dominan, namun tidak mengurangi keseriusannya dalam bertindak.Wajah ceria Alisa dan Farel yang saat ini tengah menari penuh suka cita di lantai dansa, tampak berbanding terbalik dengan wajah yang saat ini terlihat serius memperhatikan mereka diatas sana.Guratan kemarahan tersirat dari sorot matanya yang berkilat. Perasaan cemburu membara hingga menyesakkan dada. Pemandangan itu sungguh membuat darahnya mendidih.Ingin sekali ia mengumpat dan menghajar pemuda yang sudah berani menggoda gadis yang sudah
Didalam kantornya yang berada di lantai 5 gedung Sugar Babe Night Club, Tuan Malik memandang gelisah ponselnya yang tergeletak diatas meja. Tak biasanya ia segelisah ini memikirkan seseorang. Dan seseorang yang membuatnya gelisah adalah Alisa. Biasanya ia akan menelpon Pak Hendro, supir pribadi Alisa, hanya untuk menanyakan keberadaannya, dan memastikan bahwa gadis itu benar-benar berada di sekolah ataupun di rumah, bukan di tempat lain. Kalaupun tidak sempat atau sedang sibuk, ia hanya perlu melihatnya melalui GPS yang terpasang di nomor ponsel Alisa ataupun melalui kendaraan pribadinya yang terhubung langsung ke ponsel miliknya.Namun hari ini, Ia belum sama sekali melakukan semua rutinitas hariannya itu. Semenjak dirinya melarikan diri dari rumahnya sendiri, gara-gara rasa bersalahnya yang teramat dalam pada Alisa. Dan memutuskan untuk menempati Apartemennya saja yang jarang ia tempati. Tidak ingin melamun sedih meratapi kesendiriannya, ia pun memanggil Riko melalui telpon ex
Lampu warna-warni yang menyorot ruang lobby utama, menyambut langkah kaki dua gadis cantik yang berpakaian cukup seksi. Alisa yang malam ini mengenakan sweater rajut kerah V, rok mini lipit dari bahan wool, stoking jala, serta sepatu boots dari bahan perca suede, terlihat lebih dewasa dari usianya.Sedangkan Marlena sendiri, dengan blus offshoulder dari bahan viscose, celana pendek dari bahan sutra, serta sepatu bertali pita kulit warna hitam, membalut tubuh sintalnya hingga tampak semakin seksi.Keduanya berjalan penuh percaya diri dengan kepala sedikit mendongak keatas. Sekali-kali berlagak seperti orang kaya boleh khan?“Permisi, Kak?” Seru Alisa sambil berjalan mendekati meja resepsion. Menyapa lebih dahulu.Petugas resepsionis yang tengah sibuk didepan meja komputer, segera mengalihkan pandangannya menuju ke asal suara. Pantulan cahayanya begitu berkelas, karena hampir semua dindingnya terbuat dari kaca serta cermin.“Selamat malam. Sudah reservasi belum, Kak?”Sapa dan tanya pe
Tak ingin masalah pribadinya diketahui oleh petugas yang berjaga di ruang UKS, Alisa pun menyanggupi permintaan Andika. Apalagi dirinya kini sudah terbebas dari hukuman rumah. Jadi, Tuan Malik pasti tidak akan mempermasalahkannya, pikirnya sejenak.“Baiklah, Dika! Aku terima tantanganmu! Tapi beri aku waktu seminggu untuk persiapan!” Setengah terpaksa, Alisa menerima tantangan Andika, namun dengan syarat.Kepala Andika mengangguk setuju. “Setuju! Kita Deal!” Kepalan tangannya diulurkan ke arah Alisa dari kejauhan.“DEAL!” Angguk Alisa singkat sambil membalas kepalan tangan Andika dari kejauhan. Setelah kesepakatan terbentuk, Andika berbalik, kemudian melangkah pergi meninggalkan Alisa yang masih dalam pemeriksaan petugas UKS.Saat istirahat, Alisa mendatangi kelas Marlena yang tumben tidak sedang berada di kantin. Mengajaknya untuk mencari tempat yang sepi dengan duduk dipojokan kelas. Ia mulai curhat mengenai perbuatan Tuan Malik semalam. Tak disangka, Marlena juga balik curhat pada







