Share

Bab 2 : Kesepakatan

Kemarin pagi, seorang perempuan muda bertamu ke rumah. Ketika itu Lona tengah membantu ibu di dapur, suara ketukan pintu membuat ia bergegas menuju ke depan, mengecek siapakah gerangan yang datang. Tanpa ragu Lona membuka pintu. Niat hati ingin menyambut kedatangan seorang tamu, dia malah berakhir mematung terkejut menatap wanita muda yang ada di hadapannya.

Pertemuan tersebutlah yang kemudian membawa Lona Batara duduk di salah satu kafe, berhadapan dengan wanita yang memperkenalkan diri sebagai Sabrina Ananta. Menceritakan segala hal yang tidak mudah untuk Lona maklumi begitu saja, tentang identitas Lona yang sebenarnya. Belum lagi, ketika Sabrina mengutarakan tujuan utamanya datang kepada Lona.

"Meskipun ada sedikit perbedaan, aku yakin yang lain tidak akan menyadarinya."

Mudah untuk dimengerti oleh Lona apabila Sabrina meminta ia kembali pada keluarganya sendiri, tapi permintaan Sabrina justru terdengar sedikit tidak masuk akal.

Daripada harus bertukar peran, kenapa tidak langsung saja memperkenalkan dia pada keluarganya sendiri. Namun, Sabrina Ananta punya alasan tersendiri. Kepentingan yang mengantar ia ke hadapan Lona, membawa sebuah rencana demi kelangsungan hidupnya.

"Aku melanjutkan kuliah di Jogja. Oma tidak mengizinkanku merantau awalnya, tapi aku bersikeras. Aku hanya ingin hidup lebih bebas, Lona. Aku tahu kamu mengerti."

"Selama ini aku menjalani hubungan diam-diam dengan Devan, tidak ada satu pun diantara keluarga kami yang tahu, lalu waktu itu Devan mengunjungiku. Lona, aku jujur! Kami tidak pernah seperti itu sebelumnya! Malam itu, kami—"

"Tidak perlu dilanjutkan, aku rasa, aku tahu kelanjutannya." Lona menghela napas berat. Memijit kedua pelipisnya secara bersamaan.

"Lalu apa masalahnya. Pulang saja ke keluargamu, jangan beritahu soal itu."

Sabrina menggeleng cepat. "Aku mengandung anak Devan."

Mendengar kalimat yang diutarakan oleh Sabrina membuat kepala Lona pusing bukan main. Belum tuntas dia mencerna tentang asal muasalnya sendiri, permasalahan yang menimpa wanita seumuran yang ternyata adalah kembarannya semakin membuat Lona kelimpungan.

"Kalau sampai Oma tahu, dia akan mengugurkan kandunganku, Lona! Aku tidak mau. Aku lebih memilih mempertahankannya, aku siap menjalani hidupku berdua dengan anak ini. Tolong bantu aku, aku mohon!" Lona stagnan. Tidak mudah baginya untuk mengerti akal pikiran Sabrina.

"Kalau seandainya kamu tidak ingin, ku mohon, setidaknya bantu aku sampai anak ini lahir, tapi aku berharap kau mau menjaganya bersama Bi Sekar. Sebagai balasannya, aku juga akan membantu kalian. Aku akan membantu membiayai kehidupan kalian."

Lona sulit menerima permintaan Sabrina. Lagipula jika tidak disatukan pada keluarga Ananta pun ia tidak akan membuat perkara ini menjadi sebuah permasalahan besar, tidak serta-merta datang pada keluarga itu, meminta mereka mengakui dirinya sebagai bagian dari keluarga dari garis keturunan yang sah.

Dia pikir, kalau dari bayi ibu kandungnya sendiri sudah memisahkan dirinya dari keluarga, itu artinya Lona memang diminta untuk tidak hidup menjadi bagian dari keluarga tersebut. Meski tidak tahu pasti alasan Derina Batara memisahkan ia dari keluarga besarnya, Lona yakin wanita itu pasti punya alasan yang mendasari, penting atau tidak.

"Aku rasa aku tidak bisa."

Lona enggan mengambil resiko. Wanita muda itu berpikir, bagaimanapun keadaan yang menimpanya, Sabrina lebih baik bertanggungjawab atas perbuatannya sendiri.

■-■-■⁠

Malam harinya, Sekar berbaring memeluk Lona sambil salah satu tangannya mengelus lembut surai Lona. Kehadirannya membantu Lona untuk memudahkannya mencerna segala hal yang terjadi hari ini, sekaligus memperjelas segala hal yang selama ini ia sembunyikan dari Lona Batara.

"Ibu dan Bi Ratih tidak tahu pasti alasan yang mendasari Ibu kandungmu memberimu pada Ratih untuk dititipkan ke panti asuhan atau siapapun yang bisa merawatmu ..." Sekar menjeda ucapannya. Jari-jemarinya membenarkan poni Lona.

" ... tapi Ibu yakin, dia tidak bermaksud untuk memisahkanmu tanpa sebab yang pasti. Barangkali ada sesuatu yang membuat ia memutuskan untuk melakukan itu." Yang Lona lihat dibalik mata Sekar ketika ia berbicara seperti itu adalah keteguhannya. Lona tidak melihat ada tatapan sedih yang teramat dari mata itu, atau barangkali wanita itu menyembunyikannya.

"Ibu selama ini tidak mau menerka terlalu dalam bagaimana jika hari ini tiba, hari dimana ada seseorang yang mengenali asal muasalmu, atau hari dimana orangtua kandungmu mendatangi Ibu, meminta kamu kembali kepada mereka."

"Tapi Ibu akan berusaha untuk menerimanya, memberikan semua keputusannya pada dirimu sendiri. Kamu sudah dewasa, sudah punya hak untuk memutuskan sesuatu dengan pikiran yang matang."

Sekar membawa kedua telapak tangan Lona untuk digenggam, kemudian dielusnya. "Tapi, boleh Ibu beri sedikit saran?"

Sekar segera melanjutkan kalimatnya setelah melihat Lona mengangguk. "Saat melihat wajahnya, Ibu benar-benar seperti tengah melihat dirimu, Lona. Kamu tahu kalau Ibu sangat-sangat menyayangimu, kan?" Lona kembali merespon dengan anggukan.

"Melihatnya dalam kesulitan, seperti melihatmu dalam kesulitan. Ibu tidak bisa membayangkan kalau tidak ada seseorang yang berada di sisimu pada saat-saat seperti itu." Sekar tersenyum. Mengecup kening putri Batara yang selama ini sudah ia anggap seperti anak dari darah dagingnya sendiri.

"Permasalahan Sabrina tampaknya berat. Ibu sarankan kamu untuk membantunya. Mau bagaimanapun, dia saudaramu." Lona menatap ragu pada Sekar.

"Kalau pun pilihanmu adalah tetap tinggal bersama Ibu, bantulah dia untuk beberapa bulan saja. Atau jika nanti kamu mau kembali pulang ke keluarga aslimu, itu bukan berarti kamu akan melupakan Ibu, kan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status