Share

Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta
Dibalik Pintu Megah Keluarga Ananta
Author: Yooraphile

Bab 1 : Lona Batara

"Aku menemukan buku catatan milik Mama. Disimpan rapi di tempat persembunyiannya. Aku mengambilnya secara diam-diam, tanpa sepengetahuan siapa pun." Sabrina Ananta mengeluarkan sebuah buku dari tasnya, kemudian buku itu ia letakkan di atas meja.

"Aku yakin Oma akan marah besar padaku kalau dia tahu soal ini." Lona menatap benda itu dalam hening.

"Aku tahu tentangmu dari buku itu. Lebih tepatnya, buku itu yang membawa aku padamu."

Melihat lawan bicaranya masih tampak kebingungan, Sabrina kembali buka suara.

"Kamu dan aku seperti buah pinang dibelah dua, apa kamu tidak mencoba untuk berasumsi sesuatu tentang kita?"

Saat itu juga Lona Batara tertegun. Cukup mengerti maksud dari perkataan wanita di hadapannya. Prasangka yang semula ia anggap konyol, ternyata benar.

"Bagaimana bisa begini." Lona bergumam pelan. Masih sulit untuk menerima kenyataan tentang identitasnya sendiri.

"Aku pun tak tahu pasti, tapi kurasa buku catatan Mama bisa menjawabnya kalau kamu mau mencari tahu lebih lanjut."

Lona Batara tampak mematung, barangkali terkejut dengan fakta yang disampaikan Sabrina. "Minumlah dulu. Aku tahu hal ini mengejutkan."

"Ya," jawabnya pelan. Dia kemudian menyeruput minuman pesanannya.

"Aku juga begini waktu pertama kali mengetahuinya."

Kening Lona berkerut mendengar ucapan Sabrina. Wanita muda itu lalu menjauhi sedotan dari bibirnya. "Kamu juga baru tahu?"

"Tidak ada satupun selain Mama, Bi Ratih dan Bi Sekar, wanita yang selama ini kau pikir ibu kandungmu. Selama ini mereka berhasil menyimpan rahasia ini rapat-rapat."

"Apa yang ditulis Mama tentangku di dalam buku itu?"

"Buku itu seperti puzzle, Lona. Mama tidak menulisnya secara gamblang. Banyak dari isinya yang aku tidak mengerti juga. Dia hanya menulis kalau dia memberikanmu pada seseorang melalui Bi Ratih." Pandangan keduanya terpaku pada buku itu.

"Aku akan memberikan buku itu padamu. Kamu bisa melihatnya sendiri, Lona." Kepala Sabrina mendongak, lalu ia melipat kedua tangannya di atas meja. Tubuhnya ia condongkan sedikit. Menatap Lona dengan serius. "Kamu meras aneh tidak? Kupikir ada sesuatu yang Mama tutupi selama ini."

Kening Lona berkerut, menatap bingung Sabrina. "Aneh kenapa?"

"Kamu tidak penasaran tentang alasan Mama memberikanmu pada Bi Ratih?"

■⁠-⁠■-■⁠

"Anak siapa yang kau bawa itu, Mbak?!" Sekar kaget bukan main mendapati kehadiran sang kakak yang pulang membawa seorang bayi digendongnya.

"Pelankan bicaramu!" pinta Ratih. "Dia anak majikanku."

Masih dengan perasaan terkejut dan bingung, Sekar menjawab, "Kenapa kau bawa kesini, Mbak?!"

"Nyonya sendiri yang menyuruhku." Sekar memandangi wajah bayi yang terlelap pada gendongan kakaknya. Baru lahir, masih ada sisa-sisa noda putih di kulitnya.

"Kenapa?" Suaranya memelan, fokusnya masih sama.

"Aku juga tidak tahu, aku hanya menjalankan perintahnya. Dia menyuruhku untuk membawa bayi ini."

"Aku teringat denganmu, Sekar. Daripada aku membawanya ke panti asuhan, lebih baik aku memberinya padamu. Rawatlah dia. Ini yang kamu mau, kan? Dia bisa menemanimu." Sekar memandang wajah sang kakak penuh ragu. Ada rasa takut di dalam hatinya. "Tapi apa alasannya, Mbak? Kenapa sampai dipisahkan dari ibunya. Kalau terjadi apa-apa nanti bagaimana?"

"Nyonya sendiri yang mau. Dia tidak memberitahukan alasannya padaku. Nyonya ingin aku segera membawanya sebelum keluarga besar mengetahuinya."

"Sekar, dia kembar. Nyonya melahirkan diperjalanan ke rumah sakit bersamaku. Rumah sedang sepi saat kami pergi, sopir-sopir semuanya sedang bertugas kepada anggota keluarga yang lain. Jadi, Nyonya memutuskan untuk menelpon taksi. Tidak ada seorangpun dari anggota keluarga yang tahu kalau Nyonya melahirkan anak kembar. Dia segera menyuruhku pergi membawa anak ini sesampainya kami di rumah sakit." Sekar tak berkutik. Entah bagaimana mau merespon.

"Kamu tidak perlu khawatir, ini perintah Nyonya. Kamu punya kesempatan untuk merawat seorang anak sekarang. Jagalah dia. Nyonya juga akan memberi uang. Pergi, bawa dia ke kampung halaman. Semua ini akan jadi rahasia yang akan kita simpan rapat-rapat." Ratih memberi alih sang adik untuk menggendong bayi itu.

"Sekarang aku harus pergi. Aku akan kembali ke sini besok." Ratih hendak bergegas pergi, tetapi terhenti sejenak tatkala teringat dengan kalimat majikannya.

"Lona Batara. Nyonya memberi namanya Lona Batara, Sekar."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status