Wanita bertubuh subur itu berjalan masuk ke dalam rumah. Sedikitpun ia tidak menatap pada Rani yang masih berbincang dengan Ibu Fatimah. Ia terlihat kesal, karena Rani telah membohonginya. Jika ia tau Rani memiliki uang, maka ia tidak akan mungkin meminjam pada Ustaz Azhar."Terimakasih Ran, ibu minta maaf karena hampir saja marah-marah sama Umi kamu." Suara dari luar rumah terdengar hingga di ruang makan rumah Umi. Rupanya segelas air putih yang sudah Umi teguk hingga tandas tidak cukup untuk melegakan kerongkongannya yang terasa begitu sesak. Beberapa saat kemudian terdengar suara derap langkah kaki Rani yang berjalan masuk ke dapur. Setelah suara derit pintu rumah yang terdengar tertutup."Umi, rupanya Umi di sini?" ucap Rani menyunggingkan senyuman saat menemukan wanita bertubuh subur itu berada di ruangan makan.Dengan wajah senang Rani berjalan menghampiri Umi. Sedikitpun Umi tidak menatap pada gadis bertubuh kurus tinggi itu. Ia memilih untuk membuang tatapannya ke arah lain.
Senja telah menguning di ufuk barat. Beberapa saat lagi, cahaya jingga itu akan berganti dengan pekatnya malam yang mencekam. Rani semakin gusar, kantor tempatnya berkerja telah sepi karyawan sejak satu jam yang lalu. Tapi lelaki yang berjanji akan menjemputnya tidak kunjung juga datang menjemput.Perlahan gerimis jatuh membahasi bumi, butirannya begitu lembut membasahi lantai paving yang berada di depan kantor tempat Rani bekerja. Bahkan kini suara merdu pemanggil sholat pun telah berkumandang di seluruh penjuru saling bersahutan."Kenapa sih, Bang Azhar? Kalau tidak berniat menjemput harusnya dia tidak berjanji," gerutu Rani semakin kesal. Beberapa kali ia menghentakkan kakinya kesal pada lantai. Netranya menatap ke arah jalanan besar yang berada di depan kantor. Kendaraan berlalu lalang di jalanan besar itu."Jika tau begini, lebih baik aku naik angkutan umum saja," desah Rani dengan bibir mengerucut. Tidak hanya kesal pada Ustaz Azhar, ia juga kesal pada dirinya sendiri yang terla
Sekuat tenaga Rani menendang dada bidang lelaki yang berada di atas tubuhnya. Tubuh lelaki itupun menjauh setelah terdengar suara cukup keras. Tubuh Bagas terpental mengenai atap mobil miliknya."Aduh ... !" Bagas mengaduh. Rani mengambil kesempatan itu untuk membukakan pintu mobil, tapi usahanya sia-sia. Bagas sudah mengunci pintu mobil itu sebelum ia menjalankan aksinya.BRUAK! BRUAK!Seseorang memukuli jendala kaca belakang mobil dari luar. Sosok lelaki itu seketika membuat Rani lega."Bang, tolong aku Bang!" teriak Rani pada lelaki yang berusaha untuk membuka pintu mobil dari luar."Sialan!" hardik Bagas kesal saat melihat Ustaz Azhar di luar mobilnya.Lelaki itu bergegas turun dari dalam mobil dengan bertelanjang dada. Menghampirinya Ustaz Azhar yang sudah mengganggu rencananya."Dasar manusia tidak beradab! Apa yang akan kamu lakukan pada Rani!" sentak Ustaz Azhar pada Bagas yang berjalan ke arahnya. Wajah lelaki merah menyala, penuh amarah."Apa yang sedang kamu lakukan, manus
"Asma!" Umi segera berhambur menghampiri wanita yang keluar dari dalam mobil. Ia sangat senang sekali akhirnya Asma telah kembali ke kampung."Umi!" ucap Asma tidak kalah senangnya, akhirnya kerinduannya kepada Umi pun tersampaikan. Setelah beberapa hari tertahan."Sini, biar Umi saja yang membawa Akbar." Umi meraih Akbar dari dalam gendongan Asma. Asma mengalihkan tatapannya kepada Rani yang terdiam dan mematung di depan beranda rumah. Tidak ada ekspresi apapun yang wanita itu tunjukkan. Hanya tatapan datar kepada Asma yang baru tiba."Rani, bagaimana kabar kamu?" tanya Asma pada Rani saat wanita itu tiba di depan Rani. "Kamu sudah lebih baik, kan?" imbuhnya di sambut dengan anggukan lembut oleh Rani."Iya Mbak, aku sudah sembuh," ucap Rani datar."Syukurlah," balas Asma tersenyum penuh rasa syukur."Nak Wisnu ayo masuk!" Ajak Umi pada Wisnu yang masih asyik mengobrol dengan pengemudi yang mengantarkannya pulang."Iya Umi, sebentar lagi," jawab Wisnu sekilas menatap pada Umi. Lalu k
Asma menarik tubuhnya keluar dari pintu rumah. Setelah berberapa saat yang lalu ia memilih untuk bersembunyi dan mengintip dari balik pintu. Saat Ustaz Azhar datang ke rumahnya dan menjemput Rani yang akan pergi ke kantor. Entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal batin Asma. Seperti tidak rela, namun dirinya bukanlah siapa-siapa. Asma hanya tidak ingin Ustaz Azhar salah' memberikan hatinya pada Rani."As!" ucap Umi saat melihat Asma yang muncul di belakang punggungnya. Wanita bertubuh subur itu menatap pada kepergian motor Ustaz Azhar yang membawa Rani pergi."Semenjak kedekatannya dengan Azhar, Rani banyak sekali berubah. Dia jadi lebih baik." Umi menatap pada Asma yang berdiri mensejajarinya menatap pada motor Ustaz Azhar yang telah menghilang di ujung jalan."Itu bagus Umi, Rani memang butuh seorang pemimpin yang bisa membimbingnya," tutur Asma. "Tapi apakah mungkin Rani serius ingin berubah?" Asma mengeryitkan dahi, menatap pada Umi."Umi pikir Rani memang sudah berubah, As, semo
Lelaki bertubuh jangkung itu berjalan dengan santai menghampiri Nada. Menjatuhkan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di samping meja tempat Nada berada. Nada mengalihkan tatapannya pada lelaki yang kini berada di depannya."Berapa kali aku sudah bilang padamu, Nad, jika Wisnu pada akhirnya justru akan melupakan kamu," ucap lelaki yang duduk berambut ikal itu dengan nada sinis. Ia tidak peduli dengan netra sembab Nada. Wanita berbalut dress berwarna putih itu terdiam. Menjatuhkan tatapan datar pada lelaki yang terus mengulitinya."Mas Wisnu tidak akan pernah meninggalkan aku!" cetus Nada penuh penekanan. Ia menjatuhkan tatapan serius pada lelaki berjas hitam yang ada di depannya penuh keyakinan.Senyuman sinis tersungging dari kedua sudut bibir lelaki bertubuh jangkung yang duduk di sampingnya. "Dia tidak meninggalkan kamu, tapi dia juga akan meninggalkan dia," balas lelaki yang membersamai Nada dengan suara mengejek. Senyuman yang Nada benci pun tersungging dari bibir lelaki itu.
"As, Abang pulang dulu ke rumah ya! Nanti Abang langsung ke perkebunan," ucap Wisnu pada Asma yang sedang menyuapi makan untuk Akbar. Lelaki berpakaian rapi itu berjalan terburu-buru menuju ke arah pintu rumah Umi."Bang, tunggu!" seru Asma bangkit mengejar Wisnu yang melangkahkan kakinya cepat."Kenapa As?" tanya Wisnu menghentikan langkah kakinya saat hampir di ambang pintu rumah. Ia menoleh pada Asma yang berjalan mendekat."Aku belum cium tangan Abang!" ucap Asma dengan nada manja. "Katanya kalau mencium tangan suami itu seperti mencium hajar Aswad," tutur Asma disambut dengan senyuman oleh Wisnu. Bahkan saat Asma berucap seperti itupun pipinya memerah seketika."Iya Ustazah," jawab Wisnu membiarkan Asma mencium punggung tangan tangannya. Lelaki itu membalas Asma dengan kecupan pada ujung kepala Asma. Kemudian melangkahkan kakinya pergi."Hati-hati di jalan, bang!" seru Asma pada lelaki yang berjalan menjauh dari ambang pintu rumah."Assalamualaikum!" seru Wisnu berjalan cepat."W
Wanita berbalut kerudung berwarna nude itu membiarkan Rani masuk ke dalam rumah. Antara percaya dan tidak dengan ucapan yang baru saja keluar dari bibir Rani."Apakah mungkin Ustaz Azhar dapat melupakanku begitu cepat!" batin Asma dengan wajah berpikir. Selama ini ia yakin jika Ustaz Azhar sangat mencintainya."Bisa jadi!" ucapnya pada dirinya sendiri._____Wisnu terdiam saat lelaki yang berada di balik telepon mengatakan apa maksud dari tujuannya menghubunginya. Lelaki dengan wajah tampan itu nampak berpikir untuk sesaat."Tuan akan kembali ke rumah jika Tuan muda Akbar sudah berada di rumah, Tuan," ucap suara berat dari balik telepon.Wisnu membuang nafas berat. Itu adalah hal yang sangat sulit sekali baginya. Ia tidak mungkin membawa Asma ke Jakarta dan tinggal serumah dengan Nada, wanita yang juga sangat ia cintai. Namun disatu sisi ia harus menuruti permintaan Tuan Sangir."Itu adalah hal yang sulit, Hamzah!" ucap Wisnu setelah membuang nafas berat. Wajahnya terlihat sangat kaca