Share

Bab 7

Mobil berwarna hitam milik petugas kelurahan yang membawa Asma dan Abah telah tiba di depan gedung pengadilan negeri yang berada di pusat kota. Lelaki bertubuh kurus itu bergegas turun dari dalam mobil. Diikuti pria berseragam coklat yang duduk di bangku kemudi, sementara Asma turun paling akhir. Sepanjang perjalanan wanita bergamis tosca itu diam seribu bahasa. Rasa sakit berkecamuk di dalam dadanya.

"Apakah bisa hari ini kita daftar, tapi langsung melakukan persidangan?" tanya Abah dengan nada memburui pada lelaki yang berjalan sejajarinya. Lelaki bertubuh kurus itu sudah tidak sabar untuk memisahkan Asma dengan Wisnu.

Lelaki berseragam coklat itu sekilas menatap pada Abah. "Tentu saja tidak bisa, Bah. Kita harus menunggu beberapa hari lagi. Baru kita bisa melakukan persidangan," balas lelaki itu. Abah mengangguk lembut tanda mengerti.

Saat mereka tiba di dalam gedung, rupanya sudah banyak sekali orang yang ingin mendaftarkan perceraian atau sedang menunggu persidangan. Lelaki berseragam coklat itu meminta Abah menunggu bersama Asma di bangku tunggu. Sementara dia, mendaftarkan berkas-berkas milik Asma pada petugas yang berjaga di loket pendaftaran.

Dada Asma terasa begitu sesak. Meskipun beberapa kali ia sudah berusaha menghelangi nafas panjang, tapi tetap saja rasa sesak itu masih ada. Asma berharap hari ini hanyalah mimpi, tidak pernah terbesit pun di dalam benaknya jika dirinya akan berpisah dengan cara seperti ini dengan Wisnu, lelaki yang sangat ia sayangi. Tapi pada kenyataannya, Asma tidak menjumpai tambatan hatinya yang sudah menghilang bagaikan ditelan bumi, untuk sekedar mengucapkan salam perpisahan.

"Asma!" Abah menepuk kasar paha Asma yang duduk di sampingnya. Gadis itu pun tergeragap, menoleh pada Abah.

"Malah melamun saja?" cetus Abah dengan nada kesal. Lelaki itu bersungut pada Asma. "Pasti tadi kamu tidak dengar apa yang Abah katakan, kan?" Abah menaikan nada suaranya. Melebarkan kedua netranya.

Asma menggeleng lembut. Terpaksa ia harus mengakui jika sejak tadi ia hanya tenggelam dalam lamunannya. Abah membuang wajah kesal dari tatapan Asma yang takut, sesaat.

"Sekarang dengarkan Abah baik-baik, nanti kalau kamu ditanya sama petugas, kamu harus bilang jika Wisnu itu adalah suami yang tidak baik sama kamu dan dia juga sudah meninggalkan kamu setahun yang lalu dan ...!"

Asma menarik tubuhnya menjauh dari Abah. Wajahnya menunjukkan ketidaksetujuannya pada ucapan lelaki tua itu.

"Tapi Bah ...!"

Lelaki tua bertubuh kurus yang berambisi untuk memisahkan Asma dan Wisnu itu semakin kesal karena putrinya tidak menuruti kemauannya. "Kamu ingin semua ini segera berakhir atau tidak, Asma?" cetus Abah membulatkan kedua matanya. "Kalau prosesnya cepat, bayarnya nanti juga murah kalau prosesnya lama, memangnya apa yang mau kamu pakai buat membayar persidangan?" Abah menaikkan nada suaranya. Hingga beberapa orang yang berada disekitar mereka menatap ke arah Asma dan Abah yang sedang berdebat.

"I-iya Bah!" lirih Asma.

Lelaki berseragam coklat khas pegawai pemerintah itu muncul dari dalam ruangan. Berjalan menghampiri Abah dan Asma yang sejak tadi sudah menunggu.

"Asma, kamu di panggil ke dalam!" ucap lelaki yang berdiri di depan Asma. Asma mendongak, menatap pada lelaki itu dengan jantung berdebar. Bibirnya gemetaran, dengan keringat yang membahasi peluh.

"Jangan lupa ya, Asma apa pesanku tadi," ucap lelaki itu saat Asma bangkit dari bangku. "Ingat, semakin cepat semuanya akan lebih baik." Lelaki yang mengenakan seragam berwarna coklat itu menepuk bahu Asma saat wanita itu melewatinya. Sementara Abah terlihat khawatir takut jika anak perempuannya yang terkenal lugu itu justru akan mengatakan sisi baik suaminya, yang justru akan semakin memperlambat proses persidangan.

_____

Lelaki berkacamata yang duduk di dalam ruangan membenarkan letak kaca mata yang bertengger di atas hidungnya. Setelah sekilas ia melihat kedatangan Asma yang duduk pada bangku di depan mejanya dengan wajah gugup.

"Asma shafiyyatul qolbu." Lelaki tua yang berada di depan Asma membaca deretan nama Asma yang tertulis pada berkas pengajuan gugatan cerai yang telah ia layangkan di atas meja lelaki itu.

"Iya, Pak!" sahut Asma terdengar lirih.

"Usia 24 tahun, ibu dari satu anak bernama Akbar Jalani dan Suami bernama Wisnu Pratama." Lelaki berkacamata itu menjeda ucapannya, mengalihkan tatapannya kepada Asma dengan netra melirik.

Asma mengangguk. "Iya!" balas Asma dengan suara yang sangat pelan sekali.

"Kenapa kalian berpisah?" ucap lelaki itu menjatuhkan tatapan serius Asma. Lalu membuka halaman berkas yang berada di atas mejanya. "Memangnya suami kamu sudah berapa lama tidak pulang?" ucapnya setelah membaca alasan Asma menggugat cerai suaminya.

Asma terdiam untuk sesaat. Degupan jantungnya memompa darah semakin cepat. "Sudah satu tahun!" balas Asma terpaksa harus berdusta. Mengingat ancaman lelaki bertubuh kurus yang saat ini sedang menunggunya di luar ruangan.

"Wah, lama sekali ya!" timpal lelaki yang sedang menuliskan sesuatu pada berkas yang ada di atas mejanya.

"Mungkin saja saudara Wisnu sedang pergi bekerja. Jadi dia belum bisa pulang. Apakah mungkin begitu?"

Asma lagi-lagi terdiam. Ia tidak terlalu pandai untuk membuat cerita palsu. Asma hanya menggeleng lembut dengan wajah takut.

"Apakah selama setahun kepergian saudara Wisnu, saudara Wisnu sama sekali tidak pernah menghubungi Mbak Asma?" ucap lelaki berkacamata itu pada Asma.

"Tidak, Pak!" balas Asma. Lelaki itu mengangguk lembut, jemarinya kembali menuliskan sesuatu pada berkas yang ada di atas meja.

"Apakah anda tau di mana alamat rumah saudara Wisnu Pratama?"

Asma memberikan jawaban yang sama, wanita itu menggeleng tanda tidak tau. Jemarinya semakin meremas kuat ujung pakaian yang ia kenakan.

"Baiklah!" timpal lelaki yang bertugas.

Sesaat kemudian lelaki berkacamata itu terlihat sibuk sedang menuliskan sesuatu.

"Karena saudara Wisnu tidak ada, maka Mbak Asma akan melakukan talak sendiri. Atau yang disebut dengan perceraian sepihak." Lelaki itu menyodorkan kembali sebagian berkas-berkas milik Asma ke dekat wanita itu. Asma yang dilanda kegugupan menggangguk lembut.

"Di tanggal ini, nanti sidang perceraian Mbak Asma akan dilakukan. Jadi kami berharap Mbak Asma bisa datang tepat waktu, agar proses persidangan bisa segera berjalan dengan lancar dan sesuai dengan apa yang Mbak Asma inginkan." Lelaki itu menunjuk pada tanggal persidangan Asma pada berkas yang ada di atas meja. Lalu mengalihkan tatapannya kepada Asma.

"Baiklah Pak!" balas Asma menerima berkas yang telah ditutup kembali. "Terimakasih!" balas Asma serata menyunggingkan senyuman paksa.

_____

Hari persidangan itu akhirnya tiba. Tubuh Asma gemetaran saat berdiri di ruangan persidangan. Tangannya ragu untuk memutar gagang pintu ruangan yang akan mengantarkannya dengan status baru.

"Ayo Asma cepat!" seru lelaki yang berdiri di belakang tubuh Asma. Lelaki bertubuh kurus itu memberikan dorongan kecil kepada Asma.

Asma perlahan memutar gagang pintu ruangan. Seketika udara dingin menyeruak menyentuh pori-pori kulit Asma. Ada sesak yang memenuhi saat melihat tiga lelaki yang duduk di dalam ruangan itu.

_____

Bersambung ...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Helmy Abdullah
asma , berbakti itu pada suami bukan pada bapak yang gila itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status