Galih langsung was-was. Pemikiran Nilam meminta cerai setelah dirinya melakukan kesalahan bukanlah hal yang mustahil. Nilam tidak pernah berbicara dengan Galih seserius ini. Namun, bukan Galih namanya jika tidak bisa menjaga ketenangannya. Galih berdeham pelan lalu menganggukkan kepalanya. “Silakan. Bicara saja dulu, saya akan mendengarkan.”Nilam mendesah pelan. Dia mengeluarkan undangan dari Indra dan menunjukkannya kepada Galih. Undangan itu sudah kusut dan lusuh. Nilam terlalu banyak meremasnya setelah menyadari dirinya ditipu.“Indra kasih aku undangan ini pas Pak Komandan pergi,” tutur Nilam tiba-tiba.Alis Galih sontak bertaut heran. Ternyata bukan perceraian yang Nilam bicarakan, melainkan bagaimana bisa dirinya berada di hotel yang sama dengan Hanif. Galih meraih undangan itu dan membaca isinya lamat-lamat. Tertulis jelas nama Heri dan Bela, tanggal, waktu, beserta nama tempat acara itu diadakan. “Jadi, undangan ini yang membuat kamu pergi ke hotel itu?” tanyanya penasaran.
Tangan Nilam sudah gemetaran, sangat gatal untuk segera melayang ke pipi Indra dengan telak. Nilam berusaha menahan diri agar tidak menampar pria brengsek itu karena saat ini mereka berada di tempat umum. Apalagi dengan statusnya sebagai istri Galih, Nilam tidak mungkin melakukan kekerasan pada ajudan suaminya sendiri.“Kok diem? Nggak bisa ngelak lagi, ya?” ujar Indra sambil menatap Nilam sinis. Kedua tangannya bersilang di depan dada. Dia mencondongkan tubuhnya ke arah Nilam, matanya menyalang licik. “Yaiyalah, orang udah ketahuan selingkuh. Kasihan banget kamu ckck. Status langsung turun begitu diceraikan.”“Jaga bicara kamu, Indra!” bentak Nilam kesal. Biasanya, Nilam tidak akan tersulut emosi ketika berhadapan dengan Indra, tetapi kali ini pria itu sudah keterlaluan. Menjebak Nilam dan Hanif di kamar hotel yang sama lalu memberitahu Galih tentang keberadaan mereka. Nilai Nilam di mata Galih menjadi rendah karena Indra.Nilam menunjuk tangan wajah sok Indra dengan amarah meluap-lu
“Apa yang sudah kulakukan?” batin Galih, tak bisa berkata-kata dengan tindakannya. Penyesalan instan itu langsung mendera dirinya. Bagaimana tidak? Tak cukup menuduh Nilam dan merendahkan harga diri gadis itu, Galih bahkan menggaulinya secara paksa. Galih merasa seperti bajingan paling buruk di dunia. Kedua tangannya yang berada di kedua sisi kepala Nilam terkepal erat. Ia memejamkan matanya, tak sanggup mengucapkan maaf.Namun, bagian lain dari dirinya menginginkan hal ini. Panas di tubuhnya sudah menggebu-gebu dan mana mungkin Galih mengabaikan kenikmatan ini begitu saja? “Nilam, tolong lihat saya,” ujar Galih sambil berusaha membuka lengan Nilam dari wajahnya.“Enggak mau!” Nilam menolak dan tetap menutupi wajahnya yang merah karena menangis. Galih mengembuskan napas gemetar. Lagipula, pergulatan di antara mereka sudah terlanjur terjadi, jika Galih menghentikannya di tengah jalan, itu akan membuat dirinya dan Nilam sama-sama menderita. Dengan perasaan bersalah luar biasa, Galih
Hanif dan Nilam langsung menoleh ke arah pintu. Keduanya membulatkan mata begitu melihat Galih dan seorang staf hotel menyaksikan adegan itu. Untuk sesaat, baik Nilam maupun Hanif tidak bisa bergerak. Seakan-akan mereka melakukan kesalahan besar dengan posisi tersebut. Barulah ketika Galih berteriak dengan nyaring, Hanif segera menjauhkan dirinya dari Nilam. Pria itu mundur beberapa langkah, meninggalkan Nilam yang terpaku di atas ranjang.“Pak Danyon? Bagaimana bisa Anda di si—ukh!”Ucapan Hanif terpotong. Galih mengambil langkah seribu ke arahnya dan menyambar kerah bajunya dengan agresif. “Kamu masih punya keberanian bertanya bagaimana saya bisa di sini? Setelah terang-terangan menyentuh istri saya!?”Darah sontak menghilang dari wajah Hanif, dia benar-benar pucat pasi. Reaksi Galih ini bahkan lebih menakutkan dari saat dia menolong Nilam di rumah dinas. “Tolong, tunggu dulu. Apa yang Pak Danyon lihat itu bukan seperti yang Pak Danyon pikir. Enggak ada yang terjadi antara saya dan
Sebelum menghadiri undangan, Nilam terlebih dulu mengantar Ara ke kediaman Bu Salma. Di sana Bu Salma sudah menunggu kedatangan Nilam di ruang tamu. Begitu mendengar suara mobil yang membawa cucu dan menantunya tiba, Bu Salma segera keluar menuju teras depan.“Assalamualaikum, Ma,” sapa Nilam dengan senyum santun. Dia langsung meraih tangan Bu Salma untuk bersalaman.“Waalaikmsalam, Nak Nilam. Ya ampun, udah lama nggak ketemu Mama. Pasti sibuk banget, ya.” Bu Salma terlihat sangat gembira melihat Nilam dan Ara mengunjunginya setelah beberapa hari. Ara melompat dari mobil dan gelendotan di kaki omanya.“Oma, hari ini aku mau main sama Oma dan Sus Yuni,” ucap Ara dengan riangnya.Bu Salma mengangguk lalu mencubit gemas hidung Ara. “Iya, Ara main sepuasnya aja di dalam. Sus Yuni udah beresin mainan Ara. Nanti Oma buatin camilan buat Ara, oke?”“Oke, Oma,” jawab Ara antusias.Tatapan Bu Salma kembali jatuh pada Nilam. “Mau masuk dulu atau langsung berangkat? Jam berapa sih undangannya, Na
Indra menyunggingkan senyum kepada Nilam. Padahal dalam hati, ia telah memiliki serangkaian rencana untuk menjatuhkan gadis ini. Jika Nilam pikir dia sedang berada di puncak kehidupan karena bisa membalas dendam padanya, maka Indra akan membalik posisi tersebut dengan cepat. Namun, tidak sekarang. Akan ada waktunya Indra beraksi.“Enggak ada apa-apa kok. Kenapa sih Bu Danyon kelihatan kesal pas lihat saya?” ucap Indra dengan nada mengejek. Bahkan dia dengan sengaja menekankan kata ‘Bu Danyon’ di depan Nilam.Nilam menghela napas. Kecurigaannya masih tetap ada.“Kalau nggak ada kepentingan apa-apa, tolong Sertu Indra pergi sekarang. Saya sibuk,” balas Nilam. Sekarang giliran dia yang menekan jabatan Indra dengan kata-katanya, membuat Indra sedikit jengkel.Akan tetapi, kali ini Indra harus bisa menahan emosinya. Setidaknya demi kelancaran rencananya. “Ck, sabar dikit ngapa. Aku cuma mau ngasih tau kalau Heri sama Bella mau nikah. Ingat mereka nggak? Harusnya inget, kan dulu kamu sama B