Share

Kena Omel

Penulis: Brata Yudha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-21 11:13:14

Awalnya, Nilam tidak memiliki clue sama sekali tentang siapa gerangan pria yang memiliki tatapan tajam dan mengintimidasi, tetapi sekaligus berwibawa tersebut. 

Pria itu jelas lebih dewasa dari Nilam. Posturnya lebih tinggi dan gagah di banding tentara lain. Saat Indra menyebut kata 'Komandan', Nilam langsung menghampiri pria tersebut dengan segala rasa jengkel dan marah di hatinya. Ia yakin kalau pria itu mungkin atasan atau seniornya Indra. 

Tak terlihat raut takut atau secuil rasa segan yang ditunjukkan Nilam untuk sang Komandan. Ia justru dengan beraninya berhadapan dengan pria tersebut dan menunjuk Indra dengan segenap emosi. 

"Pak! Ini si Indra bawahan Anda, tukang PHP! Tukang selingkuh! Sombong sundul langit!" kata Nilam menggebu-gebu di depan hidung pria tersebut. 

Ketiga pria yang ada di tempat tersebut kompak terlihat kaget. Si supir membelalakkan matanya. Indra ikut melotot dan menatap protes ke arah Nilam. Sementara pria yang dipanggil Nilam Komandan hanya mengernyitkan kening dan menaikkan sebelah alisnya. 

"Nilam! Nggak usah ngomong aneh-aneh sama Komandan!" ucap Indra yang wajahnya mulai pias. 

Nilam menatap tajam ke arah Indra. "Diam kamu, Bang! Biar atasan kamu tahu orang seperti apa sebenarnya bawahannya yang sok tentara ini!" balasnya. 

"Nilam!" Indra tampak geram dan mulai bangkit emosinya. Ingin rasanya ia menarik tangan Nilam dan menjauhkan gadis itu dari sana. Namun, ia takut salah bertindak. Jangan sampai sang Komandan marah dan menganggapnya berbuat kasar terhadap perempuan. 

"Dan Anda! Anda sebagai atasan orang ini tolong didik anggota Anda dengan benar. Kalian itu aparat pengayom masyarakat, tapi kelakuannya kok nggak bisa dicontoh!" lanjut Nilam kembali menumpahkan unek-uneknya tanpa berpikir panjang. Seakan ia tak peduli kalau orang yang berhadapan dengannya sekarang adalah seorang tentara yang pastinya memiliki senjata dan kedudukan tinggi yang mungkin berbahaya. 

Sang Komandan masih tidak menjawab. Mungkin merasa shock karena tiba-tiba ditodong amarah seorang gadis yang begitu berapi-api. 

Indra tampak mengepalkan telapak tangannya. Di satu sisi, ia masih menjaga sikap karena orang yang mereka hadapi adalah komandannya sendiri. Namun, di sisi lain, ia benar-benar geram dengan Nilam dan geram ingin segera membungkam mulut gadis tersebut. 

Nilam merasa di atas awan. Ia tahu Indra tidak akan berani berbuat macam-macam kepadanya selama masih ada Komandan tersebut. Sikap diam sang Komandan juga membuatnya semakin bersemangat menumpahkan segala amarah dan kekesalannya kepada Indra. 

"Bilangin tuh sama anggota Anda yang namanya si Indra ini, jangan sombong jadi manusia! Digaji dari uang rakyat aja belagunya minta ampun! Anda nggak mau kan disebut Komandan gagal?!"

Oke, cukup! Kesabaran Indra benar-benar habis. Sebelum Nilam kembali mengoceh yang tidak-tidak, ia nekat saja menarik tangan Nilam secara paksa untuk mengusir gadis itu dari sana. 

"Cukup, Nilam! Jangan bikin keributan! Pergi kamu dari sini!" 

Nilam langsung mengempas tangan Indra dengan tak kalah kasarnya.

"Aku bisa pergi sendiri! Jangan pegang tanganku!" seru Nilam. 

"Kamu ini maunya apa, hah! Jangan macam-macam, Nilam. Kamu lupa kamu lagi ada di mana?" 

Nilam berdecih. Baiklah, ia akan pergi dari sana. Lagipula, ia sudah puas mengeluarkan unek-uneknya di hadapan atasan Indra. Tanpa mengatakan apa pun lagi, ia benar-benar angkat kaki dari tempat tersebut dengan langkah pincang. Kakinya masih sakit karena lecet yang ditimbulkan akibat jatuh ke selokan tadi. 

Ketiga pria yang ada di sana hanya diam melihat Nilam menjauh. Mereka sibuk dengan pemikiran masing-masing. Sang Komandan bahkan terus menatap punggung Nilam yang semakin menjauh dengan tatapan tajamnya. 

"Mbak, mau saya bantu," kata tentara yang berjaga dan tadi menyambut kedatangan Nilam.

"Nggak usah! Saya bisa sendiri!" jawab Nilam yang tanpa sadar melampiaskan emosinya kepada setiap tentara yang dilihatnya.

Ah, Indra benar-benar berhasil membuat Nilam seakan alergi dengan siapa pun pria berseragam loreng. Sebenarnya bukan profesi tentara yang membuatnya kesal, tetapi kesombongan Indra sebagai seorang tentara. 

Indra yang masih belum beranjak tampak mengepalkan tangannya. Sekarang, ia benar-benar tidak punya muka di hadapan Sang Komandan. Indra yakin setelah ini ia pasti akan dihukum. 

Kalau saja tahu kedatangan gadis itu hanya akan menghadirkan masalah untuknya, sejak awal Indra pasti enggan menemui gadis tersebut. 

"Sialan!" batin Indra kesal. 

*

Nilam pulang dengan hati yang luar biasa sakitnya. Ia tak menyangka pertemuannya dengan Indra akan berakhir kacau seperti ini. Padahal, sebelum berangkat tadi Nilam masih menyimpan harapan kalau ketakutannya tidak akan terjadi. 

Penampilan Nilam berantakan. Ia pulang dengan luka di telapak tangan dan beberapa lecet di kaki. Sang ibu yang menyambut kedatangannya langsung heboh karena mengira telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap gadis itu. 

"Nilam! Kamu dari mana, toh? Terus kenapa penampilan kamu berantakan kayak gini? Ini telapak tangan kamu kenapa? Kok luka-luka?" tanya sang Ibu yang bahkan belum menyadari kaki serta hati sang putri juga tengah terluka. 

Nilam yang sejak tadi berusaha keras menahan tangis akhirnya tak bisa bertahan lebih lama. Tangisnya pecah di hadapan sang Ibu. Tanpa mengatakan apa pun, ia langsung memeluk ibunya.

Ibu Nilam tentunya jadi semakin panik. Bermacam pikiran buruk menghampirinya. Apakah telah terjadi sesuatu yang menimpa Nilam? Mungkinkah putrinya baru saja menjadi korban jambret? Atau jangan-jangan Nilam sempat mengalami kecelakaan yang mungkin tak terlalu parah?

"Ada apa toh, Lam? Cerita sama Ibu." 

Nilam menggelengkan kepalanya, enggan buka suara dan malah memperkencang suara tangisannya. Sang Ibu membiarkan Nilam memeluknya erat meskipun penasaran apa gerangan yang menjadi penyebab putrinya menangis sampai seperti ini. 

Keesokan harinya, Nilam melihat sang Ibu siap-siap berangkat kerja. Nilam mengernyitkan keningnya. 

"Mau ke mana, Bu?" tanya Nilam. 

"Ke rumah Bu Mona, Lam."

Nilam langsung menatap ibunya tidak setuju. "Ibu masih kerja di sana?" 

Giliran Ibu Nilam yang mengernyitkan keningnya. Jelas saja ia merasa aneh dengan pertanyaan Nilam.  

"Ya kan Ibu memang kerja di situ, Lam. Emangnya mau kerja di mana lagi? Bu Mona dari kemarin udah nelponin Ibu terus. Dia nanya Ibu masih niat kerja atau nggak. Bu Mona mau cari pembantu lain kalau Ibu izin terus."

Jujur saja, Nilam sebenarnya kasihan melihat ibunya bekerja sebagai pembantu. Apalagi jadi pembantu di rumah calon istri Indra. Ia tidak rela. Pertemuannya dengan Indra kemarin membuatnya ingin menutup akses apa pun yang berhubungan dengan pria itu. 

"Bu, berenti aja kerja di rumah Bu Mona, ya." Nilam tiba-tiba berkata seperti itu saat sang Ibu sudah bersiap-siap berangkat. 

Ibu Nilam mengernyitkan keningnya bingung. "Loh, kenapa, Lam? Kalau Ibu nggak kerja, kita mau makan apa?" tanyanya. 

Nilam diam sesaat. Sebenarnya ia juga memikirkan hal yang sama. 

"Ibu tenang aja, nanti Nilam cari kerja, ya." 

"Tapi Ibu udah nggak pegang uang sama sekali, Lam." 

Nilam mengepalkan tangannya. Sejujurnya, ia juga tidak memiliki tabungan sama sekali. 

"Udah, begini aja, Lam. Ibu tetap kerja sampai kamu dapat kerjaan yang pasti, ya." 

"Tapi, Bu--" 

"Kalau nggak begini, kita nggak punya uang, Nak." 

Nilam menghela napas panjang. Pasrah. 

"Ya udah, Nilam janji bakal cari kerjaan secepatnya, Bu. Ibu jangan terlalu kecapekan kerjanya, ya." 

Sebenarnya Nilam bisa saja menggantikan ibunya seperti kemarin. Namun, sekarang hatinya masih tidak baik-baik saja. Ia rasanya tak sanggup menginjakkan kaki di rumah wanita yang akan menjadi calon istri Indra. Lagipula, ia masih ingat dengan segala sikap Bu Mona yang ketus dan galak kepadanya. 

Mau tidak mau, Nilam pun mengantarkan ibunya ke kampung sebelah, ke rumah Bu Mona. Ia langsung pulang karena enggan ikut masuk ke rumah itu. 

Sore harinya, Nilam kembali datang ke rumah Bu Mona untuk menjemput sang Ibu. Namun, ibunya tak kunjung keluar, padahal jam pulang sudah lewat lima belas menit. 

"Duh, Ibu kok lama, ya?" keluh Nilam. 

Nilam terkejut saat mendengar suara ribut dari dalam rumah. Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Saat mendengar suara ibunya yang seperti sedang menangis, Nilam tak lagi berpikir panjang. Ia langsung menerobos memasuki rumah itu dan terbelalak melihat apa yang terjadi di ruang tamu. 

Di sana, sang Ibu sedang berlutut di depan kaki Nyonya Mona sambil menangis. Kejadian itu disaksikan oleh banyak orang. 

"Ibuuu...."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Fitnah Keji

    Nilam langsung berlari menghampiri sang Ibu. Tampak wajah ibunya basah oleh air mata. Meskipun belum tahu apa yang sebenarnya terjadi, hati Nilam benar-benar sakit melihat ibunya menangis seperti itu. "Ibu, ngapain sih berlutut gini?" tanya Nilam. Nyonya Mona tersenyum sinis melihat kedatangan Nilam. "Ooh, ini anaknya maling muncul. Main selonong pula. Memang benar-benar keluarga nggak punya adab!" ucapnya. Nilam terkejut. Ia fokus dengan kalimat 'anaknya maling' yang diucapkan Nyonya Mona. "Maksud Ibu apa?" tanya Nilam yang enggan memanggil wanita paruh baya itu dengan sebutan 'Nyonya'. "Ibu kamu ini kepergok maling uang saya!" Nilam terbelalak. Ia langsung menoleh ke arah ibunya yang langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak. Itu nggak benar, kan, Bu?" tanya Nilam yang tidak mempercayai ucapan Nyonya Mona. "Iya, Nya. Saya nggak mencuri. Demi Allah," jawab ibu Nilam dengan suara gemetar. Nilam memegang bahu ibunya, mencoba membantu sang Ibu berdiri. Namun, Ibu Nilam menolak u

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Kena Omel

    Awalnya, Nilam tidak memiliki clue sama sekali tentang siapa gerangan pria yang memiliki tatapan tajam dan mengintimidasi, tetapi sekaligus berwibawa tersebut. Pria itu jelas lebih dewasa dari Nilam. Posturnya lebih tinggi dan gagah di banding tentara lain. Saat Indra menyebut kata 'Komandan', Nilam langsung menghampiri pria tersebut dengan segala rasa jengkel dan marah di hatinya. Ia yakin kalau pria itu mungkin atasan atau seniornya Indra. Tak terlihat raut takut atau secuil rasa segan yang ditunjukkan Nilam untuk sang Komandan. Ia justru dengan beraninya berhadapan dengan pria tersebut dan menunjuk Indra dengan segenap emosi. "Pak! Ini si Indra bawahan Anda, tukang PHP! Tukang selingkuh! Sombong sundul langit!" kata Nilam menggebu-gebu di depan hidung pria tersebut. Ketiga pria yang ada di tempat tersebut kompak terlihat kaget. Si supir membelalakkan matanya. Indra ikut melotot dan menatap protes ke arah Nilam. Sementara pria yang dipanggil Nilam Komandan hanya mengernyitkan ke

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Dia Berubah

    Nilam menatap wajah Indra dengan nanar. Wajah itu masih sama seperti yang diingatnya. Nilam hapal bentuk setiap bagian wajah Indra. Alisnya, hidungnya, bibirnya. Tak ada yang berubah dari terakhir mereka bertemu. Yang berubah adalah tatapan pria tersebut. Tak ada lagi kehangatan dan binar antusias seperti dulu. "Kamu... kamu sadar kan pas ngomong semua itu, Bang?" tanya Nilam lirih. Indra mengangguk yakin. "Ya maaf-maaf aja kalau kesannya nyakitin. Tapi kamu memang harus dibikin sadar diri biar nggak mimpi terlalu tinggi lagi," jawabnya. Jleb! Mimpi terlalu tinggi? Nilam rasanya tak memercayai pendengarannya sendiri. Bagaimana bisa Indra berkata seperti itu? Padahal pria itulah yang sejak dulu melambungkan harapan dan angan Nilam. "Kamu kok tega sama aku, Bang?" Nilam kembali berkata dengan lirih. "Ya biar kamu sadar, Nilam. Kamu dan Selina itu nggak bisa dibandingkan. Jauh! Jelas aku lebih milih dia daripada kamu." "Kamu lupa sama janji kamu sendiri, Bang?" Indra mengernyitka

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Kamu Cuma Anak Pembantu!

    “Pelan-pelan toh, Lam, makannya.” Sang Ibu mengingatkan. Nilam tak menyahut ucapan ibunya. Ia lebih tertarik untuk menuntut penjelasan dari sang Ibu. “Bu, maksud Ibu, Ibu mau jodohin Nilam sama anaknya Bu Salma? Sama papanya Ara?” Ia kaget, jelas saja.“Kan kenalan dulu, Lam. Siapa tau cocok,” jawab sang Ibu dengan enteng. “Tapi, Bu....”“Kalau kamu nggak mau nggak apa-apa, kok. Ibu nggak akan maksa.” Nilam kembali meneguk minumannya. Berusaha menenangkan diri dari keterkejutannya. “Tapi menurut Ibu, nggak ada salahnya juga kenalan dulu, Lam. Anaknya Bu Salma itu sudah mapan. Kalau kamu menikah sama laki-laki seperti dia, Ibu yakin hidup kamu nggak akan kekurangan, apalagi sampai harus kerja jadi pembantu lagi. Masa depanmu akan cerah,” ucap ibunya memberi nasihat. Nilam menunduk. Ia paham betul sang Ibu bermaksud baik demi masa depannya. Namun, jatuh cinta pada orang lain tidak segampang jatuh cinta seperti di film-film. Apalagi Nilam juga masih mengharapkan seseorang saat ini.

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Tamu

    “Mama!” Anak kecil itu terus memanggil Nilam dengan sebutan Mama, sambil berusaha turun dari gendongan neneknya. Tangannya menggapai baju Nilam namun segera dihentikan oleh sang nenek.“Ara, itu bukan Mama kamu, Sayang,” ucap Bu Salma menenangkan anak kecil bernama Ara itu.Nilam sempat shock ketika ia dipanggil Mama. Tetapi kemudian menjadi haru saat Bu Salma—Mantan majikan ayahnya menjelaskan kenapa tingkah cucunya seperti ini.“Maaf, ya, Nak Nilam. Ara memang merindukan figur seorang ibu. Sejak bayi, dia memang tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang Ibu. Ibunya meninggal sewaktu melahirkan Ara. Jadi ya kadang-kadang suka begini, manggil-manggil Mama ke sembarang orang. Maaf ya, jadi nggak enak saya. Tapi sebenarnya saya juga kasihan sama Cucu saya ini. Ara butuh sosok seorang ibu, tapi... papanya malah belum mau menikah lagi hingga sekarang.” Bu Salma terlihat sedih saat menceritakan kehidupan cucunya.Nilam terenyuh. Hatinya menjadi ikut sedih. Ia menatap bola mata gadis ke

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Mama

    Wajah Nyonya Mona memerah, campuran antara rasa marah dan malu yang dirasakannya karena perbuatan Nilam. Sementara itu, Nilam masih berdiri mematung seraya menatap Indra yang membuang wajah dan bersikap seolah tidak mengenalnya. Nyonya Mona berdiri dan menghampiri Nilam. "Apa-apaan ini, Nilam?" serunya membentak Nilam. Nilam terkesiap. Ia tersadar dan langsung kaget menyadari nampan yang tadi dipegangnya sudah tidak lagi di tangan. Matanya terbelalak melihat kepingan gelas dan air menggenangi lantai. "Kamu ini bisa kerja atau nggak sebenarnya, hah! Bikin malu saja!" maki Nyonya Mona lagi dengan emosi yang tertahan. Tampak ia berusaha tidak terlalu melampiaskan kekesalannya karena perlu menjaga muka di hadapan calon besan dan calon menantu."M-maaf, Nya," balas Nilam yang masih shock dengan kehadiran Indra di sana. "Cepat bersihkan!" perintah Nyonya Mona. Nilam langsung berjongkok dan membersihkan kekacauan yang tidak sengaja diciptakannya itu. Tangannya tanpa sadar bergetar hebat

  • Dibuang Ajudan Dinikahi Komandan   Berita Duka

    "Minimal jadi bidan atau sarjana lah, baru Abang mau nikah sama kamu, Dek. Kalau cuma lulusan SMA kayak kamu gini, maaf-maaf aja, Dek. Kita nggak setara. Aku ini tentara, loh."Kata-kata itulah yang selalu diingat Nilam dalam hidupnya. Kata-kata yang memotivasi dirinya hingga akhirnya lulus menjadi Sarjana muda di usianya yang baru 22 Tahun. Ia mengambil jurusan bahasa Inggris di universitas ternama dengan jalur beasiswa. Berkat kegigihannya, ia lulus dengan gelar cumlaude. Nilam bukan berasal dari keluarga mampu, ia berasal dari keluarga miskin yang ayah dan ibunya bekerja menjadi seorang pembantu dan supir di rumah keluarga kaya raya."Aku yakin, Bang Indra mau nerima aku sekarang," ucapnya percaya diri. Ia sudah membayangkan akan menikah dengan pria impiannya dan menjadi Cinderella di prosesi sangkur pora mereka nanti.Pria itu bernama Indra Sanjaya, seorang tentara berpangkat Sersan satu yang saat ini bertugas menjadi Caraka/Ajudan yang membantu Pak Danyon (Komandan Batalyon) di k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status