Sebelum menghadiri undangan, Nilam terlebih dulu mengantar Ara ke kediaman Bu Salma. Di sana Bu Salma sudah menunggu kedatangan Nilam di ruang tamu. Begitu mendengar suara mobil yang membawa cucu dan menantunya tiba, Bu Salma segera keluar menuju teras depan.“Assalamualaikum, Ma,” sapa Nilam dengan senyum santun. Dia langsung meraih tangan Bu Salma untuk bersalaman.“Waalaikmsalam, Nak Nilam. Ya ampun, udah lama nggak ketemu Mama. Pasti sibuk banget, ya.” Bu Salma terlihat sangat gembira melihat Nilam dan Ara mengunjunginya setelah beberapa hari. Ara melompat dari mobil dan gelendotan di kaki omanya.“Oma, hari ini aku mau main sama Oma dan Sus Yuni,” ucap Ara dengan riangnya.Bu Salma mengangguk lalu mencubit gemas hidung Ara. “Iya, Ara main sepuasnya aja di dalam. Sus Yuni udah beresin mainan Ara. Nanti Oma buatin camilan buat Ara, oke?”“Oke, Oma,” jawab Ara antusias.Tatapan Bu Salma kembali jatuh pada Nilam. “Mau masuk dulu atau langsung berangkat? Jam berapa sih undangannya, Na
Indra menyunggingkan senyum kepada Nilam. Padahal dalam hati, ia telah memiliki serangkaian rencana untuk menjatuhkan gadis ini. Jika Nilam pikir dia sedang berada di puncak kehidupan karena bisa membalas dendam padanya, maka Indra akan membalik posisi tersebut dengan cepat. Namun, tidak sekarang. Akan ada waktunya Indra beraksi.“Enggak ada apa-apa kok. Kenapa sih Bu Danyon kelihatan kesal pas lihat saya?” ucap Indra dengan nada mengejek. Bahkan dia dengan sengaja menekankan kata ‘Bu Danyon’ di depan Nilam.Nilam menghela napas. Kecurigaannya masih tetap ada.“Kalau nggak ada kepentingan apa-apa, tolong Sertu Indra pergi sekarang. Saya sibuk,” balas Nilam. Sekarang giliran dia yang menekan jabatan Indra dengan kata-katanya, membuat Indra sedikit jengkel.Akan tetapi, kali ini Indra harus bisa menahan emosinya. Setidaknya demi kelancaran rencananya. “Ck, sabar dikit ngapa. Aku cuma mau ngasih tau kalau Heri sama Bella mau nikah. Ingat mereka nggak? Harusnya inget, kan dulu kamu sama B
Tak terasa dua hari berlalu sejak Galih berpamitan ke luar kota. Sejauh ini semuanya masih dalam kendali Nilam. Ara tidak mencari ayahnya dan gadis itu bisa menghabiskan lebih banyak waktu bermain di taman. Namun, hari ini Ara mulai merengek saat Galih tidak terlihat di meja makan. Ara terus bertanya apakah sudah tiga hari dan ingin menghubungi Galih.Nilam bukannya tidak ingin menghubungi Galih sama sekali. Dia sudah berulang kali mencoba menelepon Galih, tetapi tidak ada tanda-tanda pria itu menerima panggilannya. Galih dan Nilam hanya berkomunikasi lewat chat pribadi. Itu pun Galih baru membalasnya berjam-jam kemudian ketika sedang senggang. Nilam tidak menyangka Galih akan sesibuk itu.“Ara, makan yuk sama Tante. Tante Nilam laper nih,” bujuk Nilam pada Ara yang meringkuk di sofa. Ara memeluk kakinya sambil berbaring memunggungi TV. Lagu anak-anak berputar di ruang tamu itu.“Ara nggak lapar. Mama makan sendiri aja,” jawab Ara ngambek. Nilam menggaruk bagian belakang kepalanya ya
Galih akan berangkat pagi-pagi sekali. Bahkan saat hendak berpamitan pada Ara, ia harus membangunkan bocah tiga tahun itu. Ara berjalan mengikuti orang tuanya dengan penampilan berantakan. Ia mengucek matanya yang mengantuk dan masih mengenakan setelan piyama bermotif panda. Nilam menggenggam tangan Ara karena takut gadis itu menabrak sesuatu ketika berjalan.“Papa kok bangunin Ara? Ara masih ngantuk,” keluh Ara dengan tampang masam.Galih berlutut untuk menyamakan tingginya dengan gadis itu. Dia mencubit pipi Ara dengan sayang. “Maaf, Ara. Kalau Ara masih tidur, Papa nggak bisa pamitan dong sama Ara.”Menyadari ayahnya akan pergi ke suatu tempat, matanya sontak terbuka lebar. Gadis itu mulai mengentak-entakkan kakinya dengan manja. Sudah pagi-pagi dibangunkan, sekarang dia mendengar ayahnya akan berangkat. Sudah jelas mood Ara langsung jelek. “Emangnya Papa mau ke mana?” tanyanya sambil merajuk.“Papa ada urusan di luar kota, Nak. Sementara ini Ara di rumah aja sama Mama Nilam, ya? N
Sejenak Hanif mematung di tempat, tidak menyangka dirinya akan mendengar Galih membentak Nilam saat berkunjung. Akan tetapi, Hanif segera menggelengkan kepalanya. Tidak baik menerka-nerka sesuatu tanpa mengetahuinya lebih dulu. Lebih baik dia mengetuk pintu dan melihat situasi di dalam dengan mata kepalanya sendiri.Di sisi lain Galih sudah lelah menegur Nilam. Rasanya malam ini dia sudah banyak sekali mengomeli istrinya. Nilam meringis pelan sambil memegangi jarinya yang terluka. Pada akhirnya, Galih menarik gadis itu secara paksa untuk membuatnya berdiri.Nilam terperanjat kaget. Kepalanya langsung berputar pada Galih yang sudah memasang raut kesal. "Anu... maaf, Pak Komandan... Aku tadi bener-bener nggak sengaja."Galih menghela napas sabar. “Ini bukan pertama kalinya kamu berbuat ceroboh. Saya sudah nggak kaget lagi dengan kelakuan kamu.”Nilam malah cengengesan, walau jarinya berdenyut-denyut nyeri. Tiba-tiba mereka mendengar suara ketukan di pintu depan. Sebelum Nilam sempat men
“Tolong, jangan asal bicara tentang pernikahan orang lain, Sertu Indra,” tegur Hanif dengan tatapan tak suka. Meski ia terkejut dengan pernyataan Indra barusan, Hanif tahu bukan tempat mereka untuk membicarakan pernikahan Galih dan Nilam. Apalagi Galih adalah atasan mereka. Bagaimana jika ada orang lain yang mendengar percakapan ini?Indra menghela napas pelan. Berpura-pura memasang wajah putus asa. “Saya nggak mengada-ngada. Saya adalah ajudannya Pak Danyon dan sudah melihat bagaimana interaksi mereka berkali-kali. Di depan banyak orang mungkin kelihatannya mereka dekat, tetapi kenyataannya bukan begitu.”Hanif memijat dahinya yang mendadak pening. Hanif akui, perasaannya untuk Nilam masih ada. Tetapi, apa yang Hanif lihat sangat berbeda dengan apa yang Indra katakan. Tentu saja Hanif tidak bisa percaya begitu saja kata-kata Indra Apalagi dia tidak melihatnya secara langsung.“Sertu Indra, apa yang kamu lihat itu hanya bagian luarnya saja. Karena menurut saya, pernikahan mereka terli