Share

Bab 6

Ketika mereka keluar rumah betapa terkejutnya mereka mendapati bayangan seseorang yang jatuh dari kursi panjang. Seketika Bu Leha langsung masuk ke dalam rumahnya untuk menyalakan lampu teras rumahnya yang memang kelupaan dan belum dia nyalakan dari tadi.

"Lisa, kamu tunggu dulu di sana! Sepertinya orang itu tampak diam saja karena kesakitan," ucapnya sambil berlalu dari hadapan Lisa.

Sedangkan di dalam hati Lisa di penuhi rasa ketakutan yang menyergap karena yang dia takutkan jika orang yang ada di hadapannya tiba-tiba berbuat jahat kepadanya.

Namun, ketika orang itu mengucapkan suaranya karena dirinya merasa kesakitan, Lisa kembali di buat tercengang karena suaranya mirip dengan suara suaminya.

Ketika lampu sudah menyala, sepasang matanya langsung terbelalak. Bahkan dia langsung terkejut seperti firasat yang sudah dari tadi datang menghantui pikirannya.

"Mas Riza? Kenapa Mas tidak mengetuk pintu?" ucapnya sambil berjalan ke arah Riza yang masib terduduk di lantai teras.

Sedangkan Bu Leha yang tadinya masih di dalam rumah, kini dia juga telah berada di teras yang juga merasakan keheranan sama seperti Lisa.

"Maafkan aku Lis, aku tidak bisa hidup kesepian tanpamu, kita sudah lama menjalin cinta dari semenjak bangku SMA, aku tidak ingin jauh darimu, aku mohon kembalilah tinggal bersamaku," sahutnya sambil memegang punggungnya yang mungkin memang sedang merasakan kesakitan.

Mendengar ucapan lelaki yang masih berstatus suaminya itu, membuat Lisa merasa kebingungan. Bahkan dia langsung memandang ke arah Ibunya yang berdiri di sampingnya.

Namun Bu Leha hanya memberi bahasa isyarat untuknya dengan mengangguk. Karena dia tidak ingin ikut campur dalam urusan masalah keluarganya.

"Ya sudah Mas, aku masih ingin hidup bersamamu tapi aku ingin tinggal di sini bersama Ibuku, aku juga masih sangat mencintaimu, maafkan aku yang telah berdosa dengan meninggalkan rumah tanpa seizinmu," Lisa membalas dengan di iringi air matanya yang berlinang.

Seketika Riza langsung terdiam karena dia tidak tahu harus berkata apa. Hatinya bimbang di antara dua pilihan. Dia tidak ingin membuat hati istrinya terluka, di sisi lain, dia tidak tega meninggalkan Ibunya sendirian di rumah.

Karena dia diam saja dari tadi ketika di ajak Lisa berbicara, Lisa akhirnya mengulangi perkataannya sampai ke tiga kali.

"Mas Riza, kamu kenapa melamun? Apa kamu keberatan lagi jika tinggal di sini?" tanyanya dengan penuh rasa heran.

"Ma-maaf Lis, sepertinya memang aku masih tidak tega jika meninggalkan rumah Ibuku, aku takut jika dia terjadi sesuatu atau butuh sesuatu sedangkan dia di rumah sendirian," balasnya dengan pandangan menunduk.

Seketika Lisa kembali menahan emosinya yang kesekian kali karena sikap suaminya yang tidak pernah tegas menjadi kepala keluarga.

Sementara itu Pak Bambang yang sedang berada di dalam kamarnya dan merasa terganggu karena suara keributan mereka, dia langsung berjalan ke arah teras.

Ketika dia sampai di depan pintu, kedua matanya langsung tercengang ketika melihat Riza yang tiba-tiba ada di rumahnya malam-malam.

"Riza, semenjak kapan kamu datang ke sini?" tanyanya sambil mengucek kedua mata.

"Maaf Pak, aku sudah dari tadi dan sempat tidur di kursi ini namun aku terjatuh. Maksud kedatangan saya untuk menjemput Lisa, aku tau jika aku salah, aku akan memperbaiki semuanya," ucapnya dengan nada lirih karena dia takut jika lelaki yang berstatus sebagai Bapak mertuanya marah.

Mendengar penjelasan dari Riza, Pak Bambang langsung terdiam. Dia tidak bisa melarang Lisa juga karena dia berpikiran jika tanggung jawab sudah berpindah alih.

"Semua aku kembalikan pada Lisa. Karena dialah yang menjalani, bukan saya, apalagi dia adalah seorang istri," balas Pak Bambang  sambil melihat ke arah Lisa.

Sementara itu, Lisa tampak kebingungan. Ada rasa takut, ada juga rasa berdosa yang menyergap hatinya. Bahkan ada rasa trauma dengan perkataan Ibu mertua dan Iparnya.

"Maaf Mas Riza, aku akan tetap tinggal bersama kedua orang tuaku, jika Mas Riza masih ingin hidup bersamaku, Mas Riza boleh tinggal di sini bersamaku," ucapnya setelah berpikir beberapa saat.

'(Degg)' Seketika jantung Riza seperti berhenti berdetak. Denyut nadinya yang tadinya berjalan normal, kini terasa lemah. Pandangannya buram dan pikirannya benar-benar kalut.

"Ya sudah Lis, jika kamu tidak mau ikut denganku, aku tidak keberatan juga. Tapi, jangan salahkan aku jika besok kamu mendengar kabar jika aku sudah tiada," ucapnya lirih.

Mendengar ucapan Riza, membuat banyak pertanyaan di hati Lisa. Dengan segera dia langsung bertanya kepadanya mengenai ucapannya tadi 

"Maaf Mas, maksudmu apa? Kenapa kamu berbicara seperti itu?" tanyanya dengan penuh penasaran.

"Aku pastikan jika ini adalag hidupku yang terakhir kali, jika kamu ingin melihatku, silahkan saja ikuti aku ke jembatan gantung penghubung desa ini dengan desa sebelah, saya permisi!" ucapnya dengan nada sedih.

Bahkan dia langsung berjalan dengan pandangan menunduk dalam kondisi pikiran yang kacau.

Sedangkan Pak Bambang yang sudah memiliki firasat yang kurang baik dari tadi, dia langsung menyuruh Lisa dan istrinya untuk mengikuti langkahnya.

"Sebaiknya kita segera ikuti Riza Bu, saya takut jika dia melakukan hal nekat dari nada bicaranya," sahut Pak Bambang sambil memperhatikan Riza yang tampak berjalan lambat di jalan depan rumahnya.

Mendengar ucapan suaminya, membuat Bu Leha semakin penasaran. Dia pun menanyakan keanehan itu.

"Ini sebenarnya ada apa Pak? Bapak tau sesuatu? Kenapa kita harus mengikuti Riza? Dia sendiri jadi kepala rumah tangga tidak bisa tegas kok, ya jangan salahkan Lisa, sudah bener jika Lisa memilih tinggal di sini," balas Bu Leha dengan pendapatnya.

"Ibu ini tidak tau, yang jelas ayo ikut Bapak saja sekarang, tidak usah banyak bicara kalian! Sebelum hal itu terjadi!" ucap Pak Bambang lagi.

Sedangkan di dalam hati Lisa masih mencerna ucapan suaminya itu di tambah ucapan Bapaknya yang penuh teka- teki. Namun, lamunannya langsung terpecah ketika Pak Bambang langsung menarik tangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status