Ketika mereka keluar rumah betapa terkejutnya mereka mendapati bayangan seseorang yang jatuh dari kursi panjang. Seketika Bu Leha langsung masuk ke dalam rumahnya untuk menyalakan lampu teras rumahnya yang memang kelupaan dan belum dia nyalakan dari tadi.
"Lisa, kamu tunggu dulu di sana! Sepertinya orang itu tampak diam saja karena kesakitan," ucapnya sambil berlalu dari hadapan Lisa.Sedangkan di dalam hati Lisa di penuhi rasa ketakutan yang menyergap karena yang dia takutkan jika orang yang ada di hadapannya tiba-tiba berbuat jahat kepadanya.Namun, ketika orang itu mengucapkan suaranya karena dirinya merasa kesakitan, Lisa kembali di buat tercengang karena suaranya mirip dengan suara suaminya.Ketika lampu sudah menyala, sepasang matanya langsung terbelalak. Bahkan dia langsung terkejut seperti firasat yang sudah dari tadi datang menghantui pikirannya."Mas Riza? Kenapa Mas tidak mengetuk pintu?" ucapnya sambil berjalan ke arah Riza yang masib terduduk di lantai teras.Sedangkan Bu Leha yang tadinya masih di dalam rumah, kini dia juga telah berada di teras yang juga merasakan keheranan sama seperti Lisa."Maafkan aku Lis, aku tidak bisa hidup kesepian tanpamu, kita sudah lama menjalin cinta dari semenjak bangku SMA, aku tidak ingin jauh darimu, aku mohon kembalilah tinggal bersamaku," sahutnya sambil memegang punggungnya yang mungkin memang sedang merasakan kesakitan.Mendengar ucapan lelaki yang masih berstatus suaminya itu, membuat Lisa merasa kebingungan. Bahkan dia langsung memandang ke arah Ibunya yang berdiri di sampingnya.Namun Bu Leha hanya memberi bahasa isyarat untuknya dengan mengangguk. Karena dia tidak ingin ikut campur dalam urusan masalah keluarganya."Ya sudah Mas, aku masih ingin hidup bersamamu tapi aku ingin tinggal di sini bersama Ibuku, aku juga masih sangat mencintaimu, maafkan aku yang telah berdosa dengan meninggalkan rumah tanpa seizinmu," Lisa membalas dengan di iringi air matanya yang berlinang.Seketika Riza langsung terdiam karena dia tidak tahu harus berkata apa. Hatinya bimbang di antara dua pilihan. Dia tidak ingin membuat hati istrinya terluka, di sisi lain, dia tidak tega meninggalkan Ibunya sendirian di rumah.Karena dia diam saja dari tadi ketika di ajak Lisa berbicara, Lisa akhirnya mengulangi perkataannya sampai ke tiga kali."Mas Riza, kamu kenapa melamun? Apa kamu keberatan lagi jika tinggal di sini?" tanyanya dengan penuh rasa heran."Ma-maaf Lis, sepertinya memang aku masih tidak tega jika meninggalkan rumah Ibuku, aku takut jika dia terjadi sesuatu atau butuh sesuatu sedangkan dia di rumah sendirian," balasnya dengan pandangan menunduk.Seketika Lisa kembali menahan emosinya yang kesekian kali karena sikap suaminya yang tidak pernah tegas menjadi kepala keluarga.Sementara itu Pak Bambang yang sedang berada di dalam kamarnya dan merasa terganggu karena suara keributan mereka, dia langsung berjalan ke arah teras.Ketika dia sampai di depan pintu, kedua matanya langsung tercengang ketika melihat Riza yang tiba-tiba ada di rumahnya malam-malam."Riza, semenjak kapan kamu datang ke sini?" tanyanya sambil mengucek kedua mata."Maaf Pak, aku sudah dari tadi dan sempat tidur di kursi ini namun aku terjatuh. Maksud kedatangan saya untuk menjemput Lisa, aku tau jika aku salah, aku akan memperbaiki semuanya," ucapnya dengan nada lirih karena dia takut jika lelaki yang berstatus sebagai Bapak mertuanya marah.Mendengar penjelasan dari Riza, Pak Bambang langsung terdiam. Dia tidak bisa melarang Lisa juga karena dia berpikiran jika tanggung jawab sudah berpindah alih."Semua aku kembalikan pada Lisa. Karena dialah yang menjalani, bukan saya, apalagi dia adalah seorang istri," balas Pak Bambang sambil melihat ke arah Lisa.Sementara itu, Lisa tampak kebingungan. Ada rasa takut, ada juga rasa berdosa yang menyergap hatinya. Bahkan ada rasa trauma dengan perkataan Ibu mertua dan Iparnya."Maaf Mas Riza, aku akan tetap tinggal bersama kedua orang tuaku, jika Mas Riza masih ingin hidup bersamaku, Mas Riza boleh tinggal di sini bersamaku," ucapnya setelah berpikir beberapa saat.'(Degg)' Seketika jantung Riza seperti berhenti berdetak. Denyut nadinya yang tadinya berjalan normal, kini terasa lemah. Pandangannya buram dan pikirannya benar-benar kalut."Ya sudah Lis, jika kamu tidak mau ikut denganku, aku tidak keberatan juga. Tapi, jangan salahkan aku jika besok kamu mendengar kabar jika aku sudah tiada," ucapnya lirih.Mendengar ucapan Riza, membuat banyak pertanyaan di hati Lisa. Dengan segera dia langsung bertanya kepadanya mengenai ucapannya tadi "Maaf Mas, maksudmu apa? Kenapa kamu berbicara seperti itu?" tanyanya dengan penuh penasaran."Aku pastikan jika ini adalag hidupku yang terakhir kali, jika kamu ingin melihatku, silahkan saja ikuti aku ke jembatan gantung penghubung desa ini dengan desa sebelah, saya permisi!" ucapnya dengan nada sedih.Bahkan dia langsung berjalan dengan pandangan menunduk dalam kondisi pikiran yang kacau.Sedangkan Pak Bambang yang sudah memiliki firasat yang kurang baik dari tadi, dia langsung menyuruh Lisa dan istrinya untuk mengikuti langkahnya."Sebaiknya kita segera ikuti Riza Bu, saya takut jika dia melakukan hal nekat dari nada bicaranya," sahut Pak Bambang sambil memperhatikan Riza yang tampak berjalan lambat di jalan depan rumahnya.Mendengar ucapan suaminya, membuat Bu Leha semakin penasaran. Dia pun menanyakan keanehan itu."Ini sebenarnya ada apa Pak? Bapak tau sesuatu? Kenapa kita harus mengikuti Riza? Dia sendiri jadi kepala rumah tangga tidak bisa tegas kok, ya jangan salahkan Lisa, sudah bener jika Lisa memilih tinggal di sini," balas Bu Leha dengan pendapatnya."Ibu ini tidak tau, yang jelas ayo ikut Bapak saja sekarang, tidak usah banyak bicara kalian! Sebelum hal itu terjadi!" ucap Pak Bambang lagi.Sedangkan di dalam hati Lisa masih mencerna ucapan suaminya itu di tambah ucapan Bapaknya yang penuh teka- teki. Namun, lamunannya langsung terpecah ketika Pak Bambang langsung menarik tangannya.Bab 9Baru saja Lisa sampai di rumah, dia harus mengalami tekanan batin lagi. Sampai- sampai dia merasakan kurang sehat. Bahkan saat ini kepalanya berdenyut pusing karena akhir- akhir banyak.Sampai akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Saat dia berjalan menuju dapur, dia melihat suaminya yang saat ini sedang berbincang dengan Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya. Meskipun begitu, dia sama sekali enggan mengucapkan sesuatu.Tapi, Bu Karni yang melihatnya melintas di depannya, dengan nada ketus dia langsung memberikan sindiran pedas."Udah tuh yang lagi ngambek? Cuma di katain begitu saja sudah langsung ngambek, bagaimana dengan rumah tanggamu jika istri saja tukang ngambek?" sindir Bu Karni dengan sedikit mencibir.Mendengar ucapan Ibu mertuanya dia hanya diam dan menahan rasa sakit hati. Namun, hari ini rasa sakit hagi itu terkalahkan oleh rasa sakit di kepalanya yang terasa berat. Bahkan kali ini di sertai dengan perutnya yang keram.Ketika dia sampai di dapur, tiba- t
Karena terlalu risau dengan sahutan Riza yang dia lontarkan terus menerus, membuat Lisa merasa tidak tenang. Dia pun langsung berjalan menuju arah suaminya itu lagi sambil memasang wajah yang sangat kesal."Mas Riza, cobalah kamu berpikir secara dewasa sedikit! Pastinya kamu mengerti apa yang aku maksud kan, kamu itu seharusnya berpikir jernih sebelum melakukan sesuatu. Apalagi ini menyangkut harga dirimu! Apa kamu tidak malu ya, bersikap konyol seperti tadi?" sahut Lisa sambil memperhatikan wajah suaminya yang memucat."Maafkan aku Lisa, aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi, aku janji Lis," ucapnya dengan nada memohon.Ketika mendengar anak dan menantunya yang sedang berbincang dengan nada yang seperti orang bertengkar, seketika Pak Bambang langsung menghampiri ke arah Lisa untuk melerainya."Lisa, kamu ini seorang istri dan seharusnya menuruti apa kata suami. Coba saja kamu buka kembali hatimu dan memaafkan segala kesalahan suamimu, aku akan mendukung semua keputusanmu, tapi s
Bab 7Bu Leha langsung menarik tangan Lisa untuk berjalan cepat mengikuti suaminya yang memang berjalan dengan jarak berjauhan dengannya. Bahkan di sepanjang jalan, hati Lisa di liputi rasa khawatir yang berlebihan. Sampai-sampai, perutnya berkali- kali merasakan mulas."Ibu, sebenarnya Bapak mengikuti Mas Riza kemana ya bu? Sepertinya kok serius banget, mana perutku terasa keram dan mulas ini mungkin karena terlalu panik," ucapnya dengan lirih."Tidak tau juga Ibu Lis, yang jelas kamu yang sabar ya Lis, ikuti saja Bapakmu itu, semoga saja tidak ada hal- hal yang tidak di inginkan, soalnya sepertinya dari tadi Ibu merasakan sesuatu yang tidak enak setelah melihat ekspresi Bapakmu yang seperti itu!" sahutnya yang terus memperhatikan suaminya yang berjalan dengan cepat.Sementara itu, posisi Riza sudah tidak terlihat dari pandangan Pak Bambang. Namun dia yakin jika menantunya itu pasti akan mendatangi jembatan gantung yang terletak di ujung desa."Aduh Riz, setan apa yang menghantuimu s
Ketika mereka keluar rumah betapa terkejutnya mereka mendapati bayangan seseorang yang jatuh dari kursi panjang. Seketika Bu Leha langsung masuk ke dalam rumahnya untuk menyalakan lampu teras rumahnya yang memang kelupaan dan belum dia nyalakan dari tadi."Lisa, kamu tunggu dulu di sana! Sepertinya orang itu tampak diam saja karena kesakitan," ucapnya sambil berlalu dari hadapan Lisa.Sedangkan di dalam hati Lisa di penuhi rasa ketakutan yang menyergap karena yang dia takutkan jika orang yang ada di hadapannya tiba-tiba berbuat jahat kepadanya.Namun, ketika orang itu mengucapkan suaranya karena dirinya merasa kesakitan, Lisa kembali di buat tercengang karena suaranya mirip dengan suara suaminya.Ketika lampu sudah menyala, sepasang matanya langsung terbelalak. Bahkan dia langsung terkejut seperti firasat yang sudah dari tadi datang menghantui pikirannya."Mas Riza? Kenapa Mas tidak mengetuk pintu?" ucapnya sambil berjalan ke arah Riza yang masib terduduk di lantai teras.Sedangkan Bu
Lisa yang tadinya akan memulai cerita, akhirnya dia memutuskan untuk mengangkat telfon yang masuk pada ponselnya. Dia membaca nama yang memanggilnya dan ternyata bertuliskan Bu Karni. Itu tandanya Ibu mertuanya yang menelfonnya saat ini. Selama ini, Ibu mertuanya tidak pernah menelfonnya kecuali ada hal penting yang akan dia bicarakan. Lisa pun meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk mengangkat telfon. Dia pun langsung mengawali percakapan dengan Ibu mertuanya di sebrang telfon."Halo Lis, Riza kabur dari rumah. Apa dia ada di sana?" tanya Bu Karni yang menanyakan anaknya masih dengan suara yang lantang meski lewat ponsel."Tidak Bu, aku saja baru sampai di rumahku, memangnya ada apa dengan Mas Riza?" Lisa membalas dengan rasa penasarannya."Riza tidak ada di rumah. Ibu hanya menyuruh dia makan saja, Hadi yang mendobrak pintu kamar dan ternyata suamimu tidak ada di rumah. Ini semua gara-gara kamu yang pergi dari rumah, anakku sampai nekat kabur entah kemana. Awas saja jika terjad
Setelah beberapa saat mendekam di dalam kamar, akhirnya Lisa memutuskan untuk keluar dari kamar dan bertekad untuk pulang ke rumah orang tuanya untuk menenangkan diri. Dengan langkah yang malas, dia memberanikan diri untuk berbicara kepada Riza yang kebetulan sedang duduk bersama Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya.Kebetulan letak kamar Lisa berada di sebelah ruangan keluarga. Ketika melihat Lisa yang baru saja membuka pintu, Bu Karni kembali menyindir Lisa dengan ucapannya yang kasar."Sudah yang drama menangisnya? Sudah puas melihat Mita sakit hati gara-gara suaminya membela kamu? Ingat ya, awas saja kamu menjadi duri dalam rumah tangga Mita, tak segan-segan aku akan memecat kamu sebagai menantu. Biar saja kamu menjadi janda lapuk, siapa sih yang mau menerima wanita mandul sepertimu kecuali anakku! " sindir Bu Karni sambil melirik sinis ke arah Lisa yang baru saja menutup pintunya kembali setelah keluar kamar."Aku mengerti kok Bu, aku ke sini mau berbicara sama Mas Riza. Mas, aku