Share

Bab 7

Bab 7

Bu Leha langsung menarik tangan Lisa untuk berjalan cepat mengikuti suaminya yang memang berjalan dengan jarak berjauhan dengannya. Bahkan di sepanjang jalan, hati Lisa di liputi rasa khawatir yang berlebihan. Sampai-sampai, perutnya berkali- kali merasakan mulas.

"Ibu, sebenarnya Bapak mengikuti Mas Riza kemana ya bu? Sepertinya kok serius banget, mana perutku terasa keram dan mulas ini mungkin karena terlalu panik," ucapnya dengan lirih.

"Tidak tau juga Ibu Lis, yang jelas kamu yang sabar ya Lis, ikuti saja Bapakmu itu, semoga saja tidak ada hal- hal yang tidak di inginkan, soalnya sepertinya dari tadi Ibu merasakan sesuatu yang tidak enak setelah melihat ekspresi Bapakmu yang seperti itu!" sahutnya yang terus memperhatikan suaminya yang berjalan dengan cepat.

Sementara itu, posisi Riza sudah tidak terlihat dari pandangan Pak Bambang. Namun dia yakin jika menantunya itu pasti akan mendatangi jembatan gantung yang terletak di ujung desa.

"Aduh Riz, setan apa yang menghantuimu sehingga kamu bertekad seperti ini!" gumamnya di dalam hati.

Sementara itu Lisa yang terus menahan rasa sakit mulas di perutnya itu, dia berusaha mengajak Ibunya untuk istirahat tetapi Bu Leha mengabaikan permintaannya dan mereka akhirnya tetap berjalan dengan cepat. Sampai akhirnya langkah mereka terhenti di sebuah keramaian.

"Ibu, di sana ada ramai- ramai ada apa ya Bu? Itu seperti baju Bapak kan? Bapak tadi memakai baju warna itu kan Bu? Kenapa dia teriak- teriak di sana?" Pertanyaan demi pertanyaan berhasil di lontarkan oleh Lisa karena rasa penasarannya.

"Ibu juga tidak tau Lis, perasaan Ibu semakin tidak karuan. Kita berlari saja untuk pergi ke sana ya, kamu masih kuat kan?" tanya Bu Leha sambil memperhatikan wajah Lisa yang tampak begitu pucat yang kemungkinan menahan rasa sakit.

Setelah langkah mereka mendekat di keramaian itu, mereka langsung meminta izin dan menerobos di sela- sela kerumunan orang. Ketika melihat siapa yang berdiri di atas tiang jembatan, sepasang mata Lisa langsung terbelalak. Tangisnya seketika pecah di tempat, air matanya langsung mengalir deras. Bahkan dia berkata dengan nada gemetar.

"Mas Riza, aku mohon jangan lakukan itu! Turunlah!" teriak Lisa dari bawah.

Sementara itu Pak Bambang juga masih mencari cara agar menantunya itu mau turun dan mengurungkan niatnya lagi. Meski tenggorokan sampai serak, Lisa terus berteriak ke arahnya dengan suara yang lantang.

"Mas Riza, aku mohon jawab pertanyaanku! Apa yang membuatmu  menjadi lelaki yang mudah putus asa? Mas, aku mohon turunlah dari atas sana! Apa kamu tidak kasihan sama aku?" Lisa berteriak lagi dan masih berharap jika suaminya itu kembali turun.

Setelah teriakan Lisa yang ke lima kali akhirnya Riza membalas teriakannya itu. Bahkan tampak dari wajah Riza yang kalut.

"Kamu kenapa datang ke sini Lisa? Bukankah kamu senang jika aku tiada? Sudahlah Lisa, aku akan pergi untuk selamanya," ucapnya sambil menutup wajahnya.

"Tapi Mas, kamu jangan berpikiran pendek seperti itu, semua bisa kita bicarakan dengan baik- baik," Lisa masih berusaha membujuk suaminya itu dengan suara yang lantang meski suaranya hampir habis karena terus berteriak.

Tetapi, apalah daya Riza tetap bersikukuh ingin meloncat dari atas pagar pembatas jembatan itu. Melihat posisi darurat, Pak Bambang langsung membujuk Lisa untuk menuruti permintaannya terlebih dahulu untuk sekedar memancing agar Riza tidak melakukan hal dosa itu.

"Mas Riza, dengarkan aku baik- baik ya, aku sayang kamu! Aku mau hidup satu rumah denganmu di rumahmu! Tapi, aku mohon kamu turun sekarang!" Dengan susah payah Lisa berteriak lagi sampai suaranya sangat serak.

Mendengar perkataan istrinya, seketika hati Riza langsung luluh. Bahkan dia menangis sampai akhirnya dia langsung meloncat ke arah jalan raya.

Semua orang yang menyaksikannya langsung bersorak ke arahnya karena aksinya yang menggemparkan itu.

"Aduh Mas, Mas, nasi masih enak kok ya mau bunuh diri! Apa Masnya sudah punya banyak amal? Jika masih belum cukup amal, jangan sok- sok'an ingin mati!" sahut salah satu penonton yang menyaksikannya.

"Bener tuh, dan ternyata tidak jadi mati deh, aduh tau gini aku tidak menonton," sahut warga yang lainnya dengan maksud ucapan menyindir.

Sementara itu, Riza hanya terdiam sambil menundukkan kepalanya karena dia merasa malu jika di lihat oleh warga dengan pandangan yang kurang suka.

Melihat suaminya seperti orang yang terkucilkan, membuat Lisa merasa kasihan pada suaminya itu. Dia langsung mendekat di samping Riza. Sedangkan Pak Bambang langsung membubarkan kerumunan orang yang tampak saling bergosip satu sama lain

"Mas Riza, kamu kenapa nekad seperti ini? Lihatlah orang- orang di sekitarmu, pasti mereka akan membicarakanmu hal yang tidak baik. Sekarang kita bicarakan ini di rumah," Setelah berkata, Lisa langsung pergi dari hadapannya.

Sedangkan Riza terus berteriak memanggil namanya namun dia hiraukan. Bahkan Lisa tak sedikitpun menoleh ke belakang hanya karena masih ada rasa malu.

Ketika sudah sampai di halaman rumah Ibunya, barulah Lisa berhenti karena di sanalah dia akan meminta penjelasan dari Riza.

"Lisa, kenapa kamu meninggalkanku sendiri? Kamu bukannya sudah berjanji jika akan ikut bersamaku lagi? Apa kamu membohongiku?" tanyanya sambil menarik nafasnya yang panjang.

Seketika Lisa langsung menoleh ke belakang mendengar ucapannya. Bahkan di dalam hatinya menganggap jika suaminya masih seperti anak kecil.

"Mas Riza, aku mau imamku itu bisa menjadi panutan yang baik bukannya malah memberi contoh yang buruk! Bagaimana bisa aku mempunyai imam dengan kondisi mental yang mudah goyah?" Lisa langsung berbicara terus terang bahkan dengan lantang.

Mendengar ucapan Lisa, seketika Riza langsung naik pitam. Otot- otot pada lehernya seakan- akana ingin kelur dari sarangnya. Karena dia memang merasa di rendahkan.

"Lisa, apa maksudmu berbicara seperti itu?" Karena rasa penasarannya, Riza langsung menanyakan hal itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status