Share

Bab 4 *Kembali Ke Rumah Orang Tua*

Setelah beberapa saat mendekam di dalam kamar, akhirnya Lisa memutuskan untuk keluar dari kamar dan bertekad untuk pulang ke rumah orang tuanya untuk menenangkan diri. Dengan langkah yang malas, dia memberanikan diri untuk berbicara kepada Riza yang kebetulan sedang duduk bersama Ibu mertuanya dan juga Kakak iparnya.

Kebetulan letak kamar Lisa berada di sebelah ruangan keluarga. Ketika melihat Lisa yang baru saja membuka pintu, Bu Karni kembali menyindir Lisa dengan ucapannya yang kasar.

"Sudah yang drama menangisnya? Sudah puas melihat Mita sakit hati gara-gara suaminya membela kamu? Ingat ya, awas saja kamu menjadi duri dalam rumah tangga Mita, tak segan-segan aku akan memecat kamu sebagai menantu. Biar saja kamu menjadi janda lapuk, siapa sih yang mau menerima wanita mandul sepertimu kecuali anakku! " sindir Bu Karni sambil melirik sinis ke arah Lisa yang baru saja menutup pintunya kembali setelah keluar kamar.

"Aku mengerti kok Bu, aku ke sini mau berbicara sama Mas Riza. Mas, aku meminta izin untuk pulang ke rumah Ibu hari ini. Aku akan tinggal di rumah Ibu untuk satu minggu. Apakah kamu mengizinkan?" tanya Lisa di hadapan keluarga Riza.

Seketika semua anggota keluarga Riza termasuk Ibunya, tercengang mendengar ucapan Lisa yang ternyata sudah mulai sedikit berani melawan dan tidak takut akan ancaman yang telah di lontarkan Ibu mertuanya.

"Lisa, apakah aku harus ikut denganmu ke sana?" tanya Riza yang penasaran.

"Tidak usah Mas, aku akan pergi ke rumah orang tuaku sendiri saja. Kamu di sini menemani Ibu biar tidak sendirian di rumah. Kan kamu tidak pernah tega jika Ibu sendirian," balas Lisa dengan perkataan sindirannya.

"Apa kamu sudah tidak mencintaiku? Kenapa kamu berbicara seperti itu padaku?"  Riza kembali melontarkan pertanyaannya karena merasa heran jika istrinya selama ini belum pernah berbuat seperti ini.

Mendengar ucapan suaminya, Lisa hanya diam dan kembali masuk ke dalam kamarnya. Dia hanya ingin menyiapkan pakaiannya dan ingin segera pergi ke rumah orang tuanya yang jaraknya memakan waktu satu setengah jam dari rumah Riza. Setelah semua pakaian telah di kemasnya, barulah dia pamit kepada Riza dan juga Ibu mertuanya. Tanpa berganti baju ataupun berdandan, Lisa pergi dari rumah Riza hanya mengenakan pakaian seadanya. Riza yang dari tadi hanya tercengang melihat tingkah istrinya yang tidak seperti biasanya, dengan rasa penasarannya dia pun bertanya kembali saat Lisa yang sudah berada di depan pintu.

"Lisa! Kamu belum menjawab pertanyaanku yang tadi, cobalah kamu menjawab sepatah kata!" 

"Baiklah Mas, aku akan menjawab apakah aku sudah tidak mencintaimu? Coba tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kamu peduli dengan hatiku? Aku pamit Mas, sebelum tidak ada angkot yang lewat," balas Lisa sambil melangkahkan kakinya keluar rumah dan mengabaikan teriakan Riza yang terus memanggilnya.

"Lisa! Lisa! Kamu jangan menjadi istri yang durhaka! Aku belum mengizinkanmu keluar rumah! Lisa!" teriakan Riza berhasil terekam di telingan Lisa yang telah berjalan sampai di sebrang jalan.

Sedangkan Hadi dan Bu Karni yang melihat Riza berteriak di teras rumah, mereka pun menghampiri Riza untuk menenangkannya.

"Riza! Jangan malu-maluin Ibu, ayo masuk ke dalam rumah. Buat apa kamu peduli dengan istri yang sudah durhaka padamu. Sudah, ayo masuk ke dalam rumah. Tidak enak di dengar oleh tetangga kita," ajak Bu Karni dengan rayuannya.

"Benar Riza, kita bicarakan semua ini di dalam saja. Soalnya banyak tetangga kita yang lewat. Alangkah baiknya jika kamu menyikapi sikap istrimu dengan kepala dingin. Kamu harus membayangkan menjadi di posisi Lisa. Betapa tertekannya dia yang selalu di salahkan. Memangnya kata bisa, menciptakan manusia? Tidak kan? Makannya jangan selalu menyalahkan salah satu pihak. Nyawa kita itu hanyalah titipan. Tidak ada satu orang yang meminta kekurangan, pasti semua orang menginginkan kelebihan dan itu mustahil bagi kita yang hanya sebagai manusia," Hadi kembali memberikan nasehat yang baik yang berhasil membuat hati Riza merasa bersalah atas sikapnya yang baru saja dia lakukan pada Lisa. Rasa menyesal tiba-tiba muncul di dalam benaknya.

Sementara Bu Karni kurang suka dengan sikap bijak Hadi yang menasehati Riza dengan perkataan yang memang benar. Bahkan yang ada di pikirannya hanyalah cara untuk memisahkan Riza dengan Lisa. 

"Itu tidak benar yang di ucapkan Kakakmu Riza, selama ini kita kan sudah menerima kekurangan Lisa, jadi apa salahnya jika kesabaranmu sudah mulai habis? Lisa juga tidak bisa di banggakan, apa selama ini dia membantumu bekerja, tidak kan? Dia hanya meminta uangmu saja. Enak sekali hidupnya," sahut Bu Karni sambil mendengus kesal.

Mendengar ucapan Ibunya dan juga Kakaknya, membuat pikirannya menjadi tambah pusing. Tanpa membalas ucapan Ibu dan Kakaknya, Riza langsung pergi ke kamarnya untuk merenungi semua yang telah dia lakukan kepada Lisa. Bahkan saat Rendi menyapanya, dia justru mengabaikannya. Hatinya benar-benar menyesal telah melukai istrinya. Tidak terasa air matanya menetes membasahi foto Lisa yang dia pegang. Biasanya saat ini Lisa menyiapkan makan siang untuknya dan selalu di iringi candaan manjanya. Setelah Lisa pergi, dia benar-benar merasa ada yang hilang dalam hidupnya. Bahkan saat ini pintu kamarnya dia kunci dan tidak menjawab teriakan Ibunya yang terus berteriak memanggil namanya.

"Riza! Ini sudah siang Nak, ayo kita makan. Sudah, jangan pikirkan Lisa. Nanti juga balik lagi kok, jika dia tidak balik, masih ada wanita subur di luar sana. Ayo keluar Riz, apa kamu mau jadi anak durhaka?" ucap Bu Karni dengan ancaman mautnya yang biasanya Riza akan luluh jika di bilang jadi anak durhaka tapi kali ini dia gagal membujuk anak lelakinya itu. Riza masih saja menatap foto Lisa sambil membayangkan masa-masa indah bersamanya dan mengabaikan ucapan Ibunya. Sampai pada akhirnya Bu Karni menyerah memanggil Riza dan memutuskan ke meja makan untuk makan bersama dengan Hadi dan juga Mita.

"Hadi, bagaimana ini dengan Riza. Dia tidak mau makan, bahkan besok kan dia juga sudah mulai bekerja di kantor tempatmu bekerja. Ibu harus bagaimana?" tanya Bu Karni sambil mengunyah kerupuk tengiri.

"Kalau menurut aku sih, biarkan Riza menginap di rumah Lisa beberapa hari sambil menunggu Lisa mau kembali ke sini lagi Bu, Ibu kayaknya harus mengalah dulu dalam hal ini. Katakanlah pada Riza jika Ibu mengizinkannya untuk tidur di rumah Lisa. Apa Ibu mau, jika Riza sakit dan tidak bisa bekerja untuk Ibu? Pasti tidak mau itu terjadi kan," balas Hadi dengan pendapatnya sendiri karena dia tau jika Ibunya tidak ingin kekurangan uang apalagi selama ini yang dia ketahui jika Riza yang paling banyak memberikan uang kepada Ibunya itu di banding dengan dirinya. 

Mendengar jawaban dari Hadi, membuat Bu Karni menjadi berpikir kembali bahwa yang di bilang anaknya itu ada benarnya. Sedangkan Lisa yang masih dalam perjalanan, di sepanjang jalan dia masih dalam membayangkan meninggalkan suami tanpa mendapatkan restu. Bukan keinginannya menjadi seperti ini, namun hatinya sudah terlalu sakit untuk tetap bertahan di rumah suaminya itu. Bahkan dia tidak tahu sampai kapan akan tetap tinggal di rumah kedua orang tuanya. Setelah satu setengah jam lamanya dalam perjalanan, akhirnya mobil angkot yanh di tumpanginya berhenti di gang jalan rumahnya. Setelah membayar ongkos, Lisa turun dari mobil dengan wajah yang lesu.

Dengan langkah yang santai dan tatapan yang kosong, akhirnya langkahnya telah terhenti sampai di depan rumah yang kebetulan kedua orang tuanya, Pak Bambang dan Bu Leha sedang berbincang di teras rumah. Melihat anaknya dengan wajah yang lesu dan sendirian, Bu Leha langsung menghampiri anaknya.

"Lisa? Kamu kok datang ke sini sendirian, di mana suamimu? Wajahmu kenapa murung? Kamu habis menangis ya? Apa ada masalah?" tanya Bu Leha dengan sederet pertanyaan karena rasa penasarannya yang begitu tinggi.

"Ibu, Lisa kan baru saja datang. Biarkan dia masuk ke dalam rumah untuk bercerita. Ayo Nak, kita masuk ke dalam dulu," sambung Pak Bambang sambil menggandeng tangan Lisa.

Masih dengan wajah yang lesu, Lisa pun masuk bersama kedua orang tuanya tanpa menjawab pertanyaan. Setelah Lisa duduk, barulah Pak Bambang bertanya kembali.

"Lisa, apa kamu sedang ada masalah dengan suamimu? Bapak dan Ibu bukannya mau ikut campur. Tapi kami hanya menebak dari raut wajahmu itu," tanya Pak Bambang dengan lembut.

"Apakah Bapak dan Ibu merasa malu memiliki aku yang belum bisa memberikan cucu?" bukannya menjawab pertanyaan, justru balik memberikan pertanyaan.

"Loh, kok kamu malah balik bertanya. Bapak dan Ibu ya jelas tidak malu lah Lis, apa yang mesti di maluin. Anak itu titipan rezeki, tiada manusia yang tau. Apa kamu ada masalah dengan suamimu dalam masalah anak? Apa itu benar? Jawab yang jujur Lis," Pak Bambang kembali memberikan pertanyaannya.

Mendengar pertanyaan dari Bapaknya, Lisa bingung harus menjawab apa, dia tidak ingin jika masalah rumah tangganya sampai pada telinga kedua orang tuanya namun jika dia tidak jujur, lambat laun jika ada apa-apa, dia pasti sangat di salahkan karena tidak jujur. Seketika Pak Bambang dan Bu Leha diam sambil memperhatikan mulut Lisa yang akan mengatakan sesuatu. Setelah di pikir-pikir, akhirnya Lisa memberanikan diri untuk mulai bercerita. Namun, ketika hendak mengucapkan kata, ponselnya berdering tanda ada telfon masuk untuknya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status