Dengan perlahan, Dave membuka kaos dan celana panjangnya, membiarkan tatapannya yang penuh nafsu tak pernah lepas dari tubuh Zara.
Dalam sekejap, mereka berdua sudah telanjang, terbuka tanpa belenggu apapun. Dave menindih tubuh Zara, sepenuhnya terfokus pada hasratnya yang meluap-luap.
Ketika bibir Dave hampir menyentuh bibir Zara, sentuhan yang penuh nafsu itu terhenti secara tiba-tiba.
Plak!
Sebuah suara bergema di ruangan yang dipenuhi oleh ketegangan. Wajah Dave terpental ke samping, terkena tamparan keras yang datang dari Zara.
Rasa sakit dan kejutan menyelimuti wajahnya, membuatnya terdiam sejenak, tak percaya pada apa yang baru saja terjadi.
“Aku membencimu!” Ucap Zara dengan ekspresi datar, suaranya terdengar dingin dan tanpa emosi.
Dave tertawa mengerikan, gelak tawa yang menyiratkan kenikmatan atas kekuasaannya yang tak terbantahkan. Tanpa ragu, ia mencengkram leher Zara dengan kasar, memaksa Zara untuk menatap mata tajamnya yang tidak menangkap perubahan ekspresi apapun.
“Kau kucing liar yang perlu kujinakan” bisik Dave di telinga Zara dengan suara yang penuh dengan ancaman, mengancam akan meruntuhkan setiap sisa martabat dan keberanian yang tersisa dalam dirinya
Dengan brutal, Dave memperkosa Zara, membuang segala belas kasihan dan kemarahan yang menyala-nyala di dalam dirinya.
Dia membuka kedua kaki Zara dengan paksa dan memasukkan kejantanannya dengan kasar ke dalam kewanitaan Zara, tanpa mempedulikan rintihan dan penolakan Zara.
Ciuman dan gigitan bercampur dengan desahan yang terengah-engah, menciptakan suasana yang penuh dengan kekerasan dan keinginan yang liar.
Zara berusaha memberontak, tetapi usahanya percuma. Tenaga Dave jauh lebih besar darinya, dan dengan mudahnya pria itu kembali memborgol tangannya, membuatnya terjebak dalam belenggu yang menyiksa
Zara merasakan dirinya tenggelam dalam lautan kegelapan yang tidak berujung, terperangkap dalam permainan penuh kekejaman yang diatur oleh pria yang mengklaimnya.
Sementara itu, Dave seakan haus akan nafsunya pada Zara, hingga tidak ada batas waktu yang mengikatnya. Keinginannya tak terpuaskan, dan dia tidak membiarkan Zara beristirahat sejenak pun.
Setiap gerakannya dipenuhi dengan hasrat yang ganas, setiap sentuhan membawa rasa sakit yang menyengat.
Dave tidak puas dengan apa yang telah dia miliki dari Zara, dia ingin menggali lebih dalam lagi, mengeksplorasi setiap sudut tersembunyi dalam diri Zara.
Tak peduli betapa Zara merintih dan berteriak dalam kesakitan, tak peduli betapa dia meronta-ronta untuk melepaskan diri, Dave terus saja mengejar ambisi dan obsesinya yang gelap.
Baginya, Zara hanyalah benda yang dia dapatkan untuk memuaskan keinginannya, dan dia tidak akan berhenti sampai dia merasa telah menguasai sepenuhnya setiap aspek dari kehidupan dan keberadaan Zara.
“Akhh…um-” Zara melenguh, mencoba menahan desahan yang hampir meledak dari bibirnya. Dia mengigit bibir bawahnya dengan keras, mencoba menekan rasa sakit dan keinginan yang tak terlukiskan dalam dirinya. Setiap sentuhan Dave menyulut api yang menyala di dalam dirinya, membakar hati dan jiwanya.
Namun, di tengah keputusasaan dan penderitaan yang melumpuhkan, suara halus terdengar di dalam benak Zara. "Ingat suamimu, Zara." Kata-kata itu menyala sebagai nyala kecil di dalam kegelapan yang menyelubungi pikirannya
“Mas Harry..” Zara bergumam lirih, menyebut nama suaminya dengan harapan akan membangkitkan kekuatan di dalam dirinya.
Mendengar itu, gerakan Dave terhenti, dan dia menatap Zara dengan tatapan yang tidak berarti, sebelum sesuatu di matanya mulai menggelap.
Dave mulai terkekeh. Awalnya terdengar lembut dan lambat, sebelum berubah menjadi tawa yang penuh dengan kekejaman dan kenikmatan yang sadis.
Tawa itu memicu getaran keguncangan di seluruh tubuh Zara, membuatnya merinding hingga ke tulang belulangnya.
“Humph”
Dave mencium dan mengigit bibir Zara dengan kasar, menyebabkan rasa sakit yang menusuk dan membuatnya merintih. “Mulut sialan” umpat Dave dengan suara penuh dengan kebencian
“Akh sakit..” Zara merintih, tubuhnya meronta-ronta dalam usaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman Dave. Tubuh bagian bawahnya sakit karena gerakan yang semakin tak terkendali.
Dave tidak kenal ampun. Dia terus memompa kejantanannya dengan kuat, tanpa belas kasihan, tanpa memperdulikan derita yang Zara alami.
Pria itu memeluknya erat, mengubah posisi mereka sambil tetap memeluk Zara dengan kuat, menambah intensitas dari segala penderitaan yang dia derita.
“Mas Harry..” Zara berbisik, suaranya teredam oleh kesakitan dan putus asa. Dia mencoba menyelamatkan diri dengan menyebut nama suaminya, mencoba menemukan sedikit kekuatan dan perlindungan dalam kenangan akan cinta yang pernah mereka bagi.
“Aku cinta Mas Harry..” Zara mencoba lagi, berharap kata-kata itu bisa menjadi penyembuh, tanpa menyadari bahwa itu hanya akan menjadi pemantik kemarahan Dave.
“Sungguh luar biasa, Zara. Mengungkapkan kata cinta pada suami yang menjual istrinya sendiri” kata Dave dengan nada sinis.
Dave memperlembut gerakannya, menyeka air mata dari sudut mata Zara sebelum kembali menatapnya sambil tersenyum lebar. "Bahkan aku tidak bisa menahan tangis memikirkannya!" lanjutnya dengan sarkasme yang menusuk hati
“Kamu biadab!” Seru Zara
Dave terkekeh, suaranya penuh dengan kesenangan yang menyakitkan. “Aku hanya ingin membantumu, Zara sayang..” Bisiknya serak, dengan nada yang mencerminkan kegembiraan yang jahat. “Siapa tahu jika melakukannya denganku maka perutmu akan menggembung selama sembilan bulan seperti keinginanmu selama ini.”
Kata-kata itu seperti pisau yang menusuk langsung ke dalam hati Zara. Kekejaman Dave begitu nyata, begitu tak terbantahkan.
Zara merasa hancur, tidak hanya secara fisik tetapi juga secara emosional.
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita