Memuat adegan dewasa 21+ Diusia pernikahan mereka yang menginjak 5 tahun, Zara tak menyangka jika sang suami menjualnya pada seorang pria yang merupakan bos sebuah klub malam sebagai jaminan pembayaran hutang. Zara harus melayani seorang pria kejam seperti Dave Carpenter. Pria yang memperlakukan Zara sebagai objek untuk memuaskan hasrat besarnya. Tak sampai disana, kekecewaan dan keputusasaan yang tak terkira turut dirasakan Zara saat dia mengetahui alasan dibalik hutang suaminya
View More"Mas mohon Zara, cuma kamu yang bisa membantu mas" pinta Harry dengan suara penuh kerendahan hati. Dia berlutut di hadapan Zara, istrinya. Matanya memandang wajah cantik Zara yang dipenuhi dengan emosi, antara kemarahan, kekecewaan dan kesedihan.
Hanya jarum jam yang berdetak perlahan mengisi keheningan di antara dua jiwa yang terikat dalam tatapan diam.
Harry menahan erat tangan wanita di sampingnya, matanya memerah karena menyimpan beban yang tak terungkap, sementara Zara hanya terdiam, sibuk merenungkan apa yang ada dalam benaknya.
“Mas mohon, hanya sekali saja, setelah itu kita akan kembali hidup normal, mas akan menerimamu kembali” Ucap Harry dengan nada membujuk
Mata Zara melotot, tak percaya dengan ucapan sang suami "Apa mas sudah gila!? Mas tidak mencintaiku lagi? Permintaanmu itu keterlaluan, mas, bagaimana kamu bisa meminta istrimu sendiri untuk melakukan itu?!" balas Zara dengan emosi memuncak sambil mencoba menahan air matanya.
"Sayang, mas terpaksa. Mas mencintai Zara. Tapi, mas juga tak ingin melihatmu menderita, itulah mengapa ini satu-satunya jalan untuk melunasi hutang kita" jelas Harry dengan nada penuh penyesalan.
“Dengan menjualku?!” Dengan kasarnya Zara melepaskan tangan Harry yang menggenggamnya
“Zara, Mas mohon…”
“Kalau begitu coba mas jelaskan, kenapa mas bisa berhutang sebanyak ini? Bahkan hutang disebuah bar?! Sejak kapan mas mengenal tempat gelap itu?!” Derasnya air mata Zara tidak terbendung. Kekecewaan merambah dihatinya saat sang suami pulang dengan keadaan berantakan dan sebuah surat berisikan jumlah hutang yang dimilikinya.
“Mas khilaf sayang”
“Khilaf mas bilang? Sampai kapan mas akan terus menggunakan kata khilaf saat mas sendiri sudah sadar jika yang mas lakukan itu salah” Zara terdiam selama beberapa detik sebelum melanjutkan ucapannya “Aku kecewa, mas. Kamu yang berbuat, namun aku yang harus bertanggung jawab" Ucap Zara dengan nada tenang yang mengundang makna berat
Harry mencoba menghapus air matanya, menangis, dan menunduk sambil berlutut di hadapan Zara. "Maafkan mas, tapi apa bisa untuk sekali ini saja Zara bantu mas" ucapnya dengan suara yang penuh penyesalan.
"Aku membencimu mas!” seru Zara dengan penuh amarah.
“ZARA!!”
“Zara dengar Mas…”
Zara memasuki kamar dengan langkah yang berat. Dengan cepat, dia mengunci pintu kamarnya, lalu dengan kelelahan bersandar di pintu, merosot ke lantai sambil menangis dan meremas dadanya. Rasa sakit yang teramat dalam menghantam hatinya.
Harry, suaminya, berniat menjual dirinya kepada bos pemilik klub malam untuk melunasi hutang besar yang diakibatkan oleh kegemarannya berjudi dan minum alkohol.
Zara bertanya-tanya, mengapa Harry melakukan hal ini? Padahal setau Zara, Harry selalu jujur dan terbuka padanya namun ternyata, suaminya kecanduan judi, dan rumah tangga mereka dibangun dengan penuh kebohongan
Zara jadi berpikir, apa selama ini, Harry memberi nafkah dengan uang yang diperoleh dari kegiatan judi ilegal? Padahal, Harry sudah memiliki pekerjaan tetap di sebuah perusahaan industri, yang sebenarnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka.
"Zara, maafkan mas. Buka pintunya, Zara. mas terpaksa melakukannya. Jika menolak maka mas akan dibunuh, dan kamu akan dijadikan pelacur di klub itu untuk selamanya Zara" Terdengar suara Harry dari luar kamar.
"Apa mas pikir aku peduli? Pergi!" jawab Zara dengan tegas.
"Tolong pikirkan, Zara. Apapun yang terjadi, cinta mas padamu tidak akan berubah. Hanya semalam dan setelah itu hidup kita akan kembali normal" pintanya Harry dengan harapan.
‘Gila’ Satu kata yang berputar dalam pikiran Zara saat Harry mengucapkan itu. Derai air matanya mengalir dengan deras, suaminya benar-benar sudah berubah dan Zara seperti tidak mengenal sosok Harry saat ini.
“Zara?” Harry kembali memanggil namun Zara tetap tidak membuka mulutnya “Mas pergi dulu, pikirkan lah lagi permintaan mas” Sambung Harry
Hening. Hanya terdengar langkah kaki menjauhi pintu kamar. Harry telah pergi, meninggalkan Zara yang terdiam seperti mayat hidup, hatinya terluka.
Zara merenung "Apa yang harus kulakukan, Ma? Apa aku memang harus mengakhiri semuanya? Tapi aku tidak memiliki siapapun selain mas Harry"
Ya inilah masalah Zara, dia tidak memiliki kerabat disini, hanya ada rumah peninggalan orangtuanya yang kini ditempati oleh mereka.
Zara meraih handphonenya, menghubungi Layla, satu-satunya teman yang Zara punya
“Lay..”
“Zara kamu kenapa?!” Layla bertanya dengan perasaan panik begitu mendengar lirihan Zara di telpon
"Mas Harry berubah, Lay" lirih Zara dengan nada penuh kekecewaan.
"Berubah gimana, Ra? Coba jelaskan pelan-pelan" Layla mencoba menenangkan Zara.
"Dia berjudi" kata Zara dengan suara parau.
Layla terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja didengarnya. "Apa kamu serius? Bagaimana bisa? Kapan ini terjadi?"
"Aku juga gak tahu Lay, tiba-tiba mas Harry datang bawa surat hutang dari sebuah bar. Dia ditagih bayar hutang dan kalau gak bisa bayar kami diancam” Zara menjelaskan secara garis besarnya dengan suara gemetar.
“Berapa hutangnya Ra?”
“350 juta”
“Astaga Harry…., bagaimana bisa dia berhutang sebanyak itu??” Tanya Layla tak habis pikir
“Aku juga gak tau Lay, aku bingung”
“Aku ada 25 juta ditabungan, nanti aku transfer 20 jutanya ya buat bantu kamu. Terus coba kamu bilang sama Harry, supaya dia bisa pinjam uang diperusahaannya, aku yakin untuk pegawai dengan jabatan seperti Harry bisa dikasih 300 juta-an”
Zara tersenyum tipis “Makasih ya Layla, maaf udah repotin kamu”
“Ih santai aja kali Ra, kamu udah kaya saudara aku sendiri kok” ucap Layla
Panggilan telpon itu berakhir lalu Zara mulai mengikuti saran Layla, dia berjalan keluar kamar, mencari keberadaan suaminya namun Harry tidak ada disana.
Zara juga menelpon suaminya namun sayang entah berapa kali Zara menelponnya, Harry juga tidak mengangkat panggilan Zara
Lalu tak lama sebuah pesan masuk ke ponsel Zara, awalnya Zara kira itu Harry tetapi saat melihat notifikasi, pesan itu dikirimkan oleh nomor yang tidak Zara simpan
“Nomor siapa?” Zara mengerutkan kening bingung dan untuk mengakhiri rasa penasarannya Zara membuka pesan itu
‘suamimu’
-Foto
Tangan Zara bergetar, itu adalah sebuah foto suaminya disebuah klub malam dan sedang berbicara pada seorang wanita dengan pakaian kurang bahan
“Apa lagi yang kamu lakukan, Mas??” Gumam Zara sedikit khawatir dan kekecewan yang besar
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments