Share

Keluar dari rumah suami

Pazel kembali mengingat kejadian satu tahun yang lalu. Pada saat itu Pazel sedang mencari kado untuk hadiah satu tahun pernikahannya dengan Silvia di sebuah toko perhiasan.

Di sana dia melihat seorang wanita yang ia kenal. Dia menemui wanita itu yang ternyata adalah mantan kekasihnya Rima. Mereka saling bertukar nomor handphone. Bahkan Pazel mengurungkan niatnya untuk membeli perhiasan. Dia malah mengajak Rima untuk pergi ke sebuah restoran.

Meski sudah ada istri yang cantik dan setia, dia tetap tidak bisa mengabaikan perasaannya yang masih ada untuk wanita masa lalunya ini.

Setelah memesan beberapa makanan dan minuman, mereka asyik dengan candaan dan cerita tentang masa lalu mereka yang menyenangkan.

Sampai akhirnya Pazel mengatakan ia sangat rindu ingin bersenda gurau seperti dulu lagi. Sayangnya nomornya sudah hilang karena dia sudah mengganti semua kontak dan nomor handphonenya semenjak menikah.

“Jadi Abang sudah mengganti nomor ponsel Abang?”

“Iya, semenjak menikah aku mengganti nomor ponselku, bahkan semua akun media sosial.”

“Pasti Abang sangat mencintainya.”

“Hehe, iya, berkat dia aku bisa melupakan kamu. Tapi sayangnya terkadang masih ada rindu untuk kamu. Oya, apa kamu sudah menikah?”

Saat itu pelayan restoran datang membawa minuman yang mereka pesan. Pembicaraan mereka terhenti seketika. Di tambah lagi ponsel Rima berdering, ternyata kekasihnya menelepon ingin bertemu.

Dengan perasaan tidak enak, gadis cantik dan seksi itu harus meninggalkan Pazel dengan berat hati.

“Aduh aku minta maaf, Bang, aku harus pergi sekarang. Tapi nanti aku hubungi lagi ya, Bang?”

Dengan terpaksa Pazel membiarkan orang yang sudah lama dirindukannya itu pergi. Tapi setidaknya dia masih bisa bertemu di lain waktu.

Pazel pun memberikan nomor kontaknya yang baru, agar mereka bisa berkirim pesan dan mengatur pertemuan. Pazel menyimpan nomor kontak Rima dengan nama Udin.

“Ok, aku juga sebenarnya ada keperluan lain. Sampai jumpa lain waktu. Jika sampai di rumah hubungi aku.”

“Iya, Bang.” Sebuah senyum manis yang membuat Pazel selalu merindunya terpampang di wajahnya yang ayu.”

Rima pergi menemui kekasihnya, sedangkan Pazel pergi menemui istrinya yang hanya membawa buket bunga mawar untuk istrinya, karena dia malas untuk bolak-balik ke toko perhiasan lagi.

Pertemuannya dengan mantan kekasihnya sudah berhasil membuat hatinya kembali berpaling kepada wanita itu.

Semenjak pertemuan itu mereka sering bertemu secara diam-diam.

Pazel sangat senang mengetahui Rima diputuskan oleh pacarnya. Semenjak Rima putus dengan pacarnya, dia sering datang ke rumah Rima. Ditambah lagi dengan kekecewaannya terhadap Silvia yang jarang akur dengan ibunya. Dia butuh teman untuk berbagi masalah.

Dia berusaha untuk menghibur ibunya. Saat bersama dengan Rima dia menelepon ibunya dan menyuruh ibunya untuk berbicara dengan Rima. Dia sangat bahagia melihat ibunya bisa akrab dengan Rima. Baginya kebahagiaan ibunya adalah yang utama.

Di sisi lain dia juga tidak ingin menghianati istri yang dicintainya.

Kehamilan Rima adalah ke tidak sengajaan yang dilakukannya.

Waktu itu dia pulang dari kantor uring-uringan karena ibunya menelepon memberitahu tentang Silvia kalau mereka habis bertengkar. Alih-alih pulang ke rumah, dia memilih pulang ke kontrakan Rima.

Di sana dia mencurahkan kegundahannya kepada Rima.

“Kamu yang sabar, Bang. Minum es jeruk ini dulu biar hatimu adem,” suruh Rima lembut sambil menyodorkan segelas es jeruk.

Pazel merasa senang dengan perhatian Rima.

“Kamu memang selalu bisa membuatku tersenyum, Rima.”

Pembicaraan mereka berlangsung dengan canda dan tawa. Hingga Pazel merasakan kantuk yang amat berat. Dia benar-benar tertidur. Hingga dia terbangun saat tengah malam.

“Astaga, dimana aku? Kenapa kamar ini berbeda dari kamarku? Dia ingat lagi saat dia sebelum tertidur, saat itu dia sedang bercanda bersama Rima. Lalu tertidur.

Dilihatnya orang yang sedang tergugu menangis di pinggir ranjang. Tubuhnya hanya di balut selimut, begitu pun dengan tubuh Pazel. Dilihatnya pakaian yang berserakan ke mana-mana.

“Rima, apa yang terjadi? Kenapa aku tidur di sini?”

Rima hanya menangis sambil meringkuk. Pazel bukan orang bodoh yang tidak tahu bahwa dia sedang dijebak. Tapi dia juga membutuhkan Rima demi membahagiakan ibunya. Semenjak kejadian itu mereka sering melakukan hal itu dengan penuh kesadaran.

Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Silvia menarik kakinya yang sakit menuju kamarnya untuk berkemas. Rasa sakit yang ada di kakinya tidak sebanding dengan rasa sakit yang ada di hatinya. Tidak ada gunanya dia bertahan di rumah ini. Hanya menambah rasa sakitnya semakin nyeri. Lebih baik dia kembali ke rumah orang tuanya

Saat Silvia turun membawa koper, dia di hadang mertua dan suaminya. Entah apa lagi yang akan mereka katakan atau lakukan kali ini. Tapi apa pun itu Silvia sudah siap untuk menghadapi segala kemungkinan.

“Tunggu Silvia!” ucap ibu mertuanya.

Silvia menghentikan langkahnya setelah sampai di bawah tangga. Berdiri dengan tegap tanpa menoleh sedikit pun. menatap lurus kearah pintu. kedua tangannya memegang pegangan koper yang di letakkan di depannya sekalian untuk penopang seandainya dia jatuh seperti hatinya yang sudah hancur lebur karena di campakkan dan terjatuh di hadapan mertua dan selingkuhan suaminya.

Kehidupan memang susah ditebak. baru semalam suaminya berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. dan bodohnya dia karena begitu mudahnya percaya. Hari ini dia akan keluar dari rumah suaminya, dan digantikan oleh wanita lain. wanita yang datang sebagai penghancur rumah tangganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status